Monday, June 30, 2014


CINTA IBU = CINTA SEJATI
Ding dong!!! “assalamualaikum” teriak Mita, rumahnya tampak sepi, Mita mencari orang-orang di rumah. Dia terus berteriak memanggil Bi Kiyem, Bi Kiyem adalah pembantu di rumahya, setelah beberapa menit mencari, Bi Kiyem datang dari kebun.
“eh, non Mita, udah pulang non? Tanya Bi kiyem
“bibi, dari mana aja sih! Di panggil-panggil kok nggak jawab!” jawab mita kesal
“maaf non, bibi nggak dengar, ya udah non Mita makan dulu gih,” kata Bi Kiyem
“iya, mama mana bi?” Tanya Mita
Bi kiyem diam saja, sambil menyiapkan makan siang, bi kiyem memang agak budek gara-gara dulu, saat dia bekerja di sebuah Pabrik mesin. Jadi, Mita pun mengulangi pertanyaannya dengan keras.
“biiii,,,,, Mamaaaa dimaaanaaaa???!!!” teriak Mita
“aduh non, biasa aja kali, telinga bibi jadi sakit ni. Nyonya belum pulang kerja” jawab bi kiyem sambil memegang telinganya
“bibi sih, aku ngomong nggak kedengaran, hemm,,, yang benar mama belum pulang bi?” tanya mita sedih
“iya non” jawab bi kiyem
Ya, mama Mita memang seorang wanita karir, dia sangat sibuk, sering kali Mita merasa kesal dengan mamanya karena terlalu sibuk kerja.
Setelah mengganti baju dan makan siang, Mita pergi jalan-jalan ke belakang rumah, dan dia melihat sebuah gudang, dia penasaran dan ingin mencari mainannya sewaktu kecil di gudang itu. Mita langsung masuk kedalam gudang, gudang itu penuh dengan debu dan banyak binatang-binatang kecil yang melintas, lalu terdapat sebuah kotak di mana di situ lah tempat mainan  Mita disimpan . Mita langsung menghampiri kotak tersebut dan membukanya, tiba-tiba seekor kecoa keluar dari kotak tersebut.
“aaaa!!!! Kecooooaaaa!!!!” teriak Mita
Karena kaget, Mita langsung mundur dan badannya menyenggol sebuah lemari tua dan menjatuhkan sebuah buku yang tebal ke atas kepalanya PLAAAK!!!
“aduuuh,,, ih dasar buku gila, waduh bisa-bisa kepalaku benjol ni”
Lalu Mita memperhatikan buku itu dan penasaran apa isinya.
“eh, ngomong-ngomong ini buku apa ya? Hem, mendingan aku baca di kamar aja.”
Mita membawa buku tersebut ke kamarnya, tak lama kemudian, suara klakson mobil mamanya terdengar di depan sana, mendengar itu, mita langsung berlari menyambut mamanya, mamanya sangat sayang dengan Mita, dan mamanya juga selalu mengingatkan Mita untuk selalu belajar, tapi terkadang Mita tidak mau mendengar perkataan mamanya, Mita adalah anak yang manja, dia anak satu-satunya, beberapa bulan lalu, Mita harus ditinggal pergi oleh papanya karena kecelakaan, ketika sedang keluar kota, Mita sangat terpukul setelah mengetahui hal tersebut. Papanya selalu menemani dan menuruti semua permintaannya, jadi wajar saja, dia sangat sedih, namun sekarang, sejak papanya tiada, permintaan mita tidak selalu dituruti oleh mamanya, mita juga merupakan anak yang tidak bisa memanfaatkan barang yang masih ada, dia selalu ingin yang baru. Hari ini, ketika mamanya baru pulang kerja, Mita minta belikan baju baru.
“ma, aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya mita sambil menghampiri mamanya yang baru saja turun dari mobil.
“minta apa?” jawab mama
“aku pengen baju baru, beliin dong ma.”
“baju baru!?” jawab mama kaget
“iya, bolehkan?” Mita memohon
“enggak! Baju kamu masih banyak dan masih bagus! Mama nggak mau, kamu beli terus!” jawab mama marah
“ih, mama jahat, aku kan pengen seperti teman-teman.
“Mita, kamu jangan sering-sering ikut teman-teman kamu, itu namanya pemborosan!”
“Ih! Mama jahat! Coba aja kalau papa nggak meninggal, pasti sekarang, papa udah beliin baju buat aku! Mama jahat!” jawab mita sambil masuk ke kamar.
“mita! Mama Cuma nggak mau kamu jadi orang yang suka berfoya-foya! Mama sayang sama kamu.”
“bohong! Mama ngggak sayang sama aku, mama selalu sibuk kerja! Aku benci mama! Aku nggak mau ngomong sama mama lagi!” teriak mita di dalam kamar.
Mendengar perkataan mita, mama memilih untuk diam dan pergi ke kamar, mita menggerutu di dalam kamar. Dia hanya ingin sesuatu yang Ia inginkan, dapat terpenuhi, tiba-tiba Mita melihat buku harian yang ia temukan di gudang barusan, mita penasaran dan mulai membukanya secara perlahan, pada halaman pertama terdapat sebuah foto seorang ibu dan anaknya, di bawah foto tersebut terdapat tulisan
BUKU HARIAN ANDINI.   Buku ini adalah buku harian mama mita, karena penasaran mita membuka lembar selanjutnya, terdapat tulisan yang cukup acak-acakan seperti tulisan anak berumur 6 tahun.
Namaku Andini, aku duduk di kelas 1 SD, aku berumur 6 tahun, aku punya ayah dan ibu yang sangat sayang padaku. Ayahku bekerja di Bank , dan ibu di rumah menemaniku, setiap hari aku selalu bangun pagi untuk pergi sekolah, setiap pagi, ibu selalu menyiapkan segelas susu dan roti selai untukku. Aku pergi sekolah bersama ayah, di sekolah, aku bermain bersama teman-teman, sepulang sekolah aku di ajak ayah dan ibu makan siang. Setelah makan siang, kami pulang ke rumah, sesampainya di rumah, aku belajar bersama ayah dan ibu, aku sangat bahagia bisa memiliki orang tua seperti mereka. Setelah belajar, aku bermain bersama ayah. Malam harinya aku tidur, mimpiku malam itu sangat indah, aku bisa pergi ke luar negeri bersama ayah dan ibu, pagi harinya, ayah mengagetkan aku.
“baaa,,, ayo bangun sayang.”
“ emm,, ayah” jawabku sambil mengulet di tempat tidur
Setelah bangun dan mandi, aku sarapan bersama, dan bersiap untuk pergi sekolah. Sepulang sekolah, aku selalu menuliskan ceritaku disini. Aku sangat bersyukur, hampir setiap hari aku selalu merasakan kesenangan seperti ini. Hari ini, saat aku pulang sekolah, aku melihat ibu sedang menjahit, lalu, ibu menawarkan padaku untuk belajar menjahit. Aku tidak menolak tawaran ibu, ibu sangat sabar mengajariku menjahit, hingga saat ayah pulang kerja, aku tidak mendengar salam dari ayah.
“assalamualaikum”
“wa’alaikumsalam” jawab ibu
“anak ayah yang cantik, kok nggak jawab?” kata ayah sambil mencium pipiku
“dia lagi belajar menjahit yah.” Jawab ibu
“oh, udah dulu yuk, kita makan siang dulu, ayah bawa sate ni”
“yuk, kita makan.” Jawabku semangat
“wah semangat sekali” kata ibu
Kami langsung makan siang bersama, setelah makan siang, aku langsung belajar bersama ayah. Ayah selalu menitipkan pesan padaku di sela-sela proses pembelajaran, ayah bilang, aku harus jadi anak yang pintar, karena kalau sudah pintar nanti, aku bisa kerja apapun, dan aku bisa pergi keluar negeri, aku juga nggak boleh sombong bila nanti aku sudah jadi orang sukses. Ayah juga berjanji akan menjadi ayahku yang baik, dan tidak sombong serta lupa diri. Setelah menitipkan pesan itu, ayah selalu memelukku, aku bisa merasakan hangatnya kasih sayang di dalam pelukkan itu, hari-demi hari aku lewati dengan kesenangan ini. Hingga pada tanggal 12 Agustus, saat aku berulang tahun, ayah dan ibu memberiku kejutan, mereka membelikanku sebuah sepeda mini, aku sangat senang bisa bermain sepeda baruku bersama teman-teman di komplek.
Sekarang aku sudah kelas 2 SD, umurku sudah 7 tahun, aku masuk kelas 2B, di kelas ini aku mengenal teman-teman baru, aku senang bisa kenal dengan mereka. Sepulang sekolah, aku melihat ibu sedang mengemaskan pakaian-pakaian yang sudah lama, untuk di beri ke panti asuhan, aku juga ikut membantu, saat aku mengemaskan baju-baju ibu, aku melihat sebuah kain sutra yang sangat halus, warnanyapun cerah, lalu aku bertanya pada ibu.
“bu, kain sutra siapa ini?” tanyaku
“oh itu, itu kain sutra punya ibu, dulu nenekmu yang memberikannya pada ibu, ibu sangat menyukainya, bahkan dulu pernah ada yang menawarkan dengan uang ratusan juta, tapi ibu tidak mau.” Jawab ibu menjelaskan.
“lho! Kenapa? Kan lumayan uangnya”
“ya enggak lah, itu kan kain kenang-kenangan dari nenek, nggak mungkin ibu menjualnya.”
“oh begitu”
Di sela-sela pembicaraan, tiba-tiba ayah pulang dengan membawa makanan, kami bertiga langsung makan siang, hari demi hari, waktu demi waktu telah aku lewati. Sekarang aku sudah menginjak bangku kelas 6 SD, aku rasa aku sudah semakin tua, dan aku rasa, sebentar lagi kepalaku akan tumbuh rambut putih, hahaha... seperti biasa, setelah pulang sekolah, aku menemani ibu. Aku bercanda gurau dengan ibu, tapi, bagiku ibu tidak sehebat ayah saat membuat lelucon, tak lama kemudian, ayah pulang, dan aku lihat ayah tampak sangat berbeda hari ini, wajah ayah tampak panik, pucat, dan rambutnya acak-acakkan. Saat aku berusaha bertanya pada ayah, ayah hanya diam dan langsung pergi ke kamar, aku bingung, tidak biasanya ayah bersikap seperti ini, semua ini berlangsung selama tiga hari, aku heran, kenapa ayah tiba-tiba bersikap seperti ini. Ayah jadi suka marah-marah, pulang larut malam, dan pulang selalu dalam keadaan mabuk, ayah juga tidak pernah menemaniku belajar lagi, tidak pernah membawakan makanan untuk aku dan ibu di rumah. Padahal sebelumnya ayah adalah orang yang sering cerita padaku soal permasalahannya, tapi sekarang ayah berubah total.
Hari ini, ayah pulang pagi hari, aku memberanikan diri bertanya pada ayah, “ yah, kok baru pulang?” tanyaku, “ udah lah kamu diam aja!” jawab ayah sambil masuk ke kamar. Aku benar-benar kaget, saat mendengar ayah membentakku, aku tidak mengerti apa yang sedang dihadapi ayah, keesokan harinya ayah tidak pulang. Aku dan ibu khawatir, hingga 2 hari ayah tidak pulang, tiba-tiba ada 2 orang berseragam resmi mencari ayah, ternyata itu adalah polisi, aku dan ibu belum lihat ayah pulang, jadi kami mencarinya, di jalan, pak polisi menjelaskan apa yang terjadi, setelah di jelaskan, ternyata di balik semua sikap ayah beberapa lama ini karena ayah depresi gara-gara ayah tersandung kasus korupsi. Aku dan Ibu benar-benar sedih mendengar kenyataan yang pahit ini. Sudah 1 jam kami mencari ayah, dan akhirnya kami menemukan Ayah sedang berdiri di pinggiran jembatan tol, sepertinya ayah sedang berusaha untuk melompat. Ayah tertawa terbahak-bahak, dan mengucapkan “lebih baik aku mati, daripada harus masuk penjara hahaha...” belum sempat kami mencegahnya, ayah sudah melompat dari jembatan, “ayaaaahhh,,,,!!!!” teriakku.
Karena kasus itu, rumah beserta isinya di sita, aku dan ibu bingung harus tinggal dimana, kami terus berjalan sambil mencari kontrakkan.
“bu, kita mau kemana lagi? Aku udah capek” tanyaku pada ibu
“sebentar ya sayang, nah itu ada kontrakkan.” Jawab ibu
Aku dan ibu harus tinggal di rumah kecil, dan ini pertama kalinya kami harus pergi tanpa ayah, aku benar-benar terpukul saat melihat ayah terbaring tak bernyawa. Orang yang selama ini selalu mengajarkanku banyak hal, selalu menemaniku, harus pergi untuk selamanya, di sekolah, teman-temanku selalu menghinaku, mereka bilang, aku adalah anak koruptor. Hampir tiap hari aku selalu menangis karena hal itu, sekarang ibu harus bekerja keras untuk kelangsungan hidup kami, ibu membuka warung pecel di depan rumah. Sepulang sekolah, aku langsung membantu ibu di warung, warung pecel ibu buka dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore, dan sekarang aku sudah hampir masuk SMP. Jadi, kami harus bekerja keras untuk biaya pendaftaran.
“bu, nanti kalau aku sudah lulus, aku mau masuk SMP favoritku ya bu?” tanyaku
“iya, insyaallah ibu bisa biayain.” Jawab ibu sambil tersenyum padaku
“terima kasih ya bu”
Semenjak ayah tiada, aku harus belajar sendiri, tidak ada titipan pesan dari seorang ayah, tidak ada gurauannya, tidak ada pelukan yang hangat darinya lagi, jujur, aku sangat merindukan ayah. Hari demi hari sudah aku lewati, aku sudah selesai ujian, hari ini aku akan melihat pengumuman kelulusan. Saat melihat daftar kelulusan, aku sangat deg-degan, setelah melihatnya aku jadi lega, dan aku menanyakan pada ibu, kalau aku ingin masuk SMP favorit, ibu meng-iyakan permintaanku. Aku senang, sekarang aku sudah bisa masuk SMP, jika ayah masih ada, ayah pasti senang mengetahuiku akan masuk SMP. Malam ini, aku bisa tidur nyenyak, keesokan harinya, aku melihat papan yang bertulisan “MENERIMA CUCIAN BAJU”.
“bu, di depan warung kok ada tulisan ini?” tanyaku
“oh itu, ibu menerima cucian untuk nambah-nambah penghasilan.”
“oh gitu”                
“andini, tolong ambilkan ibu baskom itu”
“iya. Ini bu”
Aku senang, besok aku akan mendaftar SMP, aku nggak sabar bisa masuk SMP favoritku. Keesokan harinya, aku sangat bersemangat. Sesampainya di sana, kami segera mendaftar, setelah mendaftar, ibu berbincang-bincang dengan kepala sekolahnya.
“bu, ini anak ibu ya? Lulusan dari SD mana bu?” tanya kepala sekolah
“iya pak, ini andini anak saya, dia lulusan dari SDN 21 pak” jawab ibu
“oh, yang jelas kalau sudah masuk disini, dia harus mematuhi peraturan sekolah ya.”
“iya pak, oh ya maaf pak, saya mau tanya, SPP disini berapa ya?”
“oh, SPP disini Rp. 300.000 bu”
“oh iya, terima kasih pak.”
Sejak ibu menanyakan soal SPP, ibu jadi semakin giat bekerja, dari pagi hingga malam, ibu tidak berhenti bekerja. Ibu juga sudah tidak punya waktu luang untuk bercanda gurau seperti dulu, sudah seminggu aku masuk sekolah, disana teman-temanku banyak orang kaya, mereka juga banyak memakai perhiasan, sehingga timbu hasratku ingin memiliknya juga.
“assalamualaikum”
“wa’alaikumsalam” jawab ibu
“ bu, aku boleh minta...”
“nanti dulu ya andini, ibu lagi sibuk”
Malam hari:
“bu, bisa temenin aku belajar?” tanyaku
“maaf andini, ibu belum selesai menyetrika baju” jawab ibu
“ya udah, kalau gitu, aku boleh minta sesuatu?
“minta apa?”
“aku pengen pakai perhiasan seperti teman-teman di sekolah”
“perhiasan!” ibu kaget
“iya bu, boleh kan?”
“tidak! Untuk biaya sekolah kamu aja udah pas-pasan, ibu nggak bisa nurutin kamu!”
“ih, ibu jahat!, kenapa sih? Aku kan Cuma pengen seperti mereka!”
“kamu jangan ikut-ikutan mereka andini! Mereka itu orang kaya! Nanti kalau kamu pakai perhiasan, kamu bisa jadi korban kejahatan!”
“ih! Ibu jahat! Coba aja kalau ayah masih ada, pasti ayah akan membelikanku! Ibu jahat! Aku nggak mau ngomong sama ibu lagi!”
“andini!”
Sejak itu, aku tidak pernah berbicara dengan ibu, biasanya ibu bertanya padaku, tapi aku hanya diam saja. Semua ini berlangsung 3 hari, lalu suatu hari, aku melihat salah satu temanku, dia sangat cantik dan dia memakai banyak perhiasan. Tiba-tiba dari kejauhan 2 orang pengendara motor merampas seluruh perhiasannya, saat itu jalan sangat sepi dan aku benar-benar panik melihat dia berteriak dan menangis. Aku langsung lari pulang, “assalamualaikum, ibu, ibu” tidak ada yang menjawab, aku mencari ibu ke dapur, ternyata ibu sedang berbicara dengan seorang pelanggan cucian. Saat itu, aku melihat ibu menerima uang sebesar Rp.25.000, yang benar saja, baju yang ibu cuci sangat banyak, tapi ibu hanya di upah 25.000, aku tidak percaya ini. Setelah pelanggan tadi pulang, aku langsung berlari dan memeluk ibu sambil menangis, ibu terkejut, dan bingung, akupun menjelaskan apa yang telah terjadi. Ibu hanya tersenyum dan memelukku, saat itu aku merasakan hangatnya kasih sayang melebihi pelukan ayah dulu, pada hari minggu, aku berniat untuk membantu ibu dari pagi hingga malam.
Pagi-pagi aku mulai membantu ibu menjaga warung, siang hari, kami membagi tugas, ibu mencuci baju dan aku menjaga warung, semua yang sudah aku kerjakan benar-benar menguras tenaga, padahal aku baru mengerjakan sedikit, sepenuhnya di kerjakan oleh ibu.
“bu, aku sudah capek” keluhku pada ibu
“andini, baju yang belum dikerjakan masih banyak, kamu jangan ngeluh dulu dong” jawab ibu
“tapi tanganku udah nggak kuat”
“hem, ya udah lah, belajar sana, habis itu istirahat”
“iya bu”
Aku melihat ibu, dia benar-benar bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami. Tak terasa waktu telah berlalu, sebentar lagi aku akan ulangan umum kenaikan kelas, kami akan butuh uang untuk mendaftar ulang. Di sekolah, aku selalu dibekalkan ibu dengan masakan dari rumah, sebenarnya aku ingin makan di kantin seperti yang lain, tapi sekarang aku sudah mengerti kondisi ekonomiku.
“andini” panggil pak guru
“iya pak”
“gini, kamu kan sudah nunggak 3 bulan SPP nya, tolong cepat dilunasi ya, nanti kamu tidak bisa ikut ulangan.”
“oh, iya pak, saya akan usahakan”
Ya, SPP ku sudah menunggak, aku rasa aku harus lebih banyak membantu ibu. Ibu sudah bekerja keras untuk ini, sekarang aku juga harus bekerja keras. Pulang sekolah, aku langsung menjaga warung, dan ibu, aku suruh dia untuk beristirahat, jadi semua aku yang tangani, tetapi ibu tidak mau, ibu memilih untuk melanjutkan mencuci baju, dan aku yang akan melayani pelanggan di warung, aku bekerja keras membuat pecelnya sendiri, pelanggan semakin banyak dan aku semakin sibuk, hingga aku melakukan kesalahan yang sangat fatal.
“permisi pak, silahkan duduk, permisi”
Tiba-tiba PLAAK!!! Piring yang aku bawa, terjatuh dan membuat baju seorang pelanggan jadi kotor.
“aduh! Gimana sih dek! Kotor ni!” kata seorang pelanggan marah
“maaf pak, saya nggak sengaja, biar saya bersihkan ya pak” jawab aku
“maaf ada apa ini?” ibu tiba-tiba datang
“bu! Lihat ini kerjaan anak ibu! Baju saya jadi kotor!” jawab seorang pelanggan
“ya ampun, saya minta maaf pak”
“aku nggak sengaja bu” jawabku
Gara-gara kejadian itu, pelanggan tadi tidak mau bayar, kami jadi rugi. Hari sudah menjelang sore, warung pecel kami sudah tutup, pendapatan hari ini sebesar Rp.450.000. dan ini lumayan untuk melunasi 1 bulan SPP ku, dan sejak kejadian tadi siang, ibu tidak berbicara padaku, aku sangat merasa bersalah. Sungguh! Aku tidak sengaja menumpahkan pecel ke salah satu pelanggan. Aku memberitahu ibu soal SPP, dan ibu bilang, aku harus memakai uang hasil penjualan pecel tadi, dan sisanya ibu yang mengurusnya. Hanya itu yang ibu katakan padaku, aku tahu ibu pasti marah padaku, malam ini aku rasa aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku mencoba untuk tidur, tapi aku tak bisa, aku memilih untuk keluar sebentar, di luar aku melihat ibu sedang duduk dengan sebuah papan yang sedang di tulisnya.
“bu,” panggilku
“kamu belum tidur andini?”
“belum bu, aku nggak bisa tidur. Ibu nggak tidur?”
“belum, ibu lagi menulis ini” sambil menunjukkan sebuah papan
“MENERIMA JAHITAN BAJU?” tanyaku
“iya, ibu mau menjahit, sebentar lagi kamu kan mau daftar ulang, jadi uangnya harus disiapkan dari sekarang” jawab ibu
“tapi, ibu kan sudah banyak bekerja, ibu nggak capek?”
“enggak kok, pokoknya ibu lakukan ini demi kamu” jawab ibu sambil tersenyum padaku
Aku sangat terharu, walaupun aku sudah membuat kesalahan, ibu tetap berjuang untukku
“bu, maaf ya” kataku
“soal tadi siang?” tanya ibu
“iya,”
“ibu maklum, kamu kan baru pertama kali melayani pelanggan sendirian”
“maaf ya bu,” kataku sambil memeluk ibu
Sekarang aku sudah naik ke kelas 9, semua ini benar-benar perjuangan dari ibu. Waktu demi waktu terus berjalan, hingga aku SMA. Belum lama ini, ibu kelihatan sakit, aku berusaha untuk menyuruh ibu beristirahat, tapi ibu tidak pernah mau. 3 pekerjaan sekaligus ibu kerjakan sendiri, aku salut dengannya, di sela-sela aku mengerjakan PR ibu bertanya padaku, ibu bertanya aku mau masuk jurusan apa saat kuliah nanti, aku memilih jurusan bahasa inggris, dan aku juga berjanji akan membawa ibu keluar negeri bersamaku.
Hari ini, aku melihat ibu sedang berbicara dengan seorang pelanggan, yang ingin mengambil jahitannya, tapi tampaknya pelanggan itu sedang marah-marah pada ibu. Ternyata setelah kudengar-dengar, pelanggan itu marah gara-gara ukuran bajunya tidak pas, dan lagi-lagi, kami rugi, pelanggan itu marah-marah dan tidak mau bayar. Tetapi ibu mengikhlaskan semua itu, ibu hanya menyalahkan dirinya karena tidak teliti dalam membuat baju, huff,,, yang benar saja, dana pembuatan baju tadi sangat besar dan usaha yang giat, sekarang terbayarkan amarah dari orang lain. Aku tidak bisa terima. Dan aku heran, kenapa ibu tetap mengikhlaskannya, padahal, dengan menjual sebuah televisi saja, masih kurang untuk mengganti kerugian tersebut, aku benar-benar salut dengan ibu.
Tidak terasa sekarang aku sudah berusia 19 tahun, aku ingin mendaftar kuliah jurusan bahasa inggris, sekarang, aku butuh banyak biaya lagi, untuk pendaftaran. Dan di umur ini, aku bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang sangat besar.
Siang hari, saat aku baru selesai menjemur baju.
“huff,,, hai, bu, lagi ngapain?” aku menghampiri ibu yang sedang duduk sambil memegang kain sutra miliknya.
“ibu lagi mengenang saat-saat nenek memberikan kain sutra ini pada ibu.” Jawab ibu
“oh, kayaknya ibu suka banget ya dengan kain ini?” tanya ku
“iya dong, ini kan kenang-kenangan dari nenek yang paling antik dan satu-satunya.”
“hem,,, ya udah, aku mau mandi dulu ya, aku nggak sabar besok lusa, aku akan mendaftar perguruan tinggi.” Kataku sambil memegang pundak ibu dan ingin masuk ke kamar, tiba-tiba ibu memegang tanganku.
“ada apa bu?”
“enggak, ibu Cuma nggak nyangka, dulu kamu masih sangat kecil, masih ibu gendong, ibu mandiin, sekarang, kamu sudah sebesar ini. Sudah 19 tahun ibu bersama kamu.”
“iya, aku juga nggak nyangka, udah lama aku disini bersama ibu tanpa ayah.” Jawabku
Ibu hanya tersenyum dan matanya tampak berkaca-kaca, ya, tidak terasa sekarang umurku sudah 19 tahun, dan banyak meninggalkan kenangan, terutama kenangan bersama ibu. Kalau di ingat-ingat, dulu memang aku masih di mandikan oleh ibu, di gendong kesana-kemari, dari ayah masih ada hingga telah tiada ibu selalu ada di dekatku. Dan kenapa,,, dulu aku selalu membanggakan ayah, padahal sudah jelas-jelas ayah sudah mengingkari janjinya dulu, dan ibu lah yang sudah berjuang untukku hingga sejauh ini. Keesokan harinya saat aku pulang dari warung, aku melihat seorang wanita membawa kain sutra mirip kain sutra milik ibu.
“assalamualaikum bu.”
“wa’alaikumsalam” jawab bu
“bu, wanita itu punya kain sutra yang mirip kain sutra milik ibu, tadi itu siapa?” tanyaku
“andini, ini uang untuk mendaftar kuliah besok” jawab ibu
“uang, bu, ibu belum jawab pertanyaan andini, wanita tadi itu siapa?”
“andini, ibu memang tidak seharusnya melakukan ini. Tapi ibu hanya ingin buat kamu bahagia”
“maksud ibu?” tanya ku penasaran
“ ibu sudah menjual kain sutra pemberian nenek.”
“apa! Bu, kenapa ibu lakukan itu? Itu kan kenang-kenangan dari nenek?”
“tidak apa-apa, ibu sudah tidak punya uang untuk membiayai kamu, hanya itu jalan satu-satunya. Tapi ibu ikhlaskan semuanya.” Jawab ibu
“bu, kalau ibu nggak bisa biayain andini, nggak apa-apa kok, andini nggak kuliah juga nggak apa-apa, andini nggak mau sampai ibu mengorbankan semuanya demi andini.”
“tidak apa-apa andini, ibu mau kamu sekolah setinggi-tingginya, agar cita-cita kamu tercapai.”
“ya, allah terima kasih ya bu” aku memeluk ibu sambil meneteskan air mata.
Hari senin, aku mendaftar kuliah, dan aku menjalani semua ini dengan sangat semangat, hingga sekarang, umurku sudah 20 tahun, ketika pagi hari, ibu mengagetkanku dan memberiku hadiah. Awalnya aku bingung, untuk apa hadiah ini, ternyata aku baru teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-20 tahun, tidak terasa, aku semakin tua, ohya hadiah yang ibu beri adalah baju yang bertuliskan ANDINI LOVE IBU, itu adalah hadiah yang luar biasa, ibu membuatnya sendiri khusus untuk aku, dan di kampus, aku juga di beri kejutan dari teman-teman, selain itu, ada hadiah yang benar-benar membuatku bangga, hadiah yang tidak akan aku lupakan, yaitu. Aku dapat beasiswa ke CANADA!!! Waw yang benar saja, ini benar-benar menakjubkan, aku sangat senang dan tidak sabar ingin memberitahukan pada ibu. Saat pulang, tidak biasanya warung pecel ibu tutup.
“assalamualaikum”
Tidak ada yang menjawab salamku, lalu, aku melihat ibu sedang tertidur di meja mesin jahit
“aduh, ibu kenapa tidur sih? Bu, lihat andini dapat beasiswa ke canada, ibu senang kan? Nah, andini kan pernah janji, akan mengajak ibu pergi ke luar negeri, jadi, nanti kita pergi ke canada sama-sama ya bu.” Kataku sambil membisikkan ibu, namun ibu tidak beranjak dari tidurnya
“bu, bangun dong! Jangan tidur terus, lihat ni, andini bawa apa? Bu? Ibu bangun?” aku terus berusaha membangunkan ibu, tapi ibu tetap tidak bangun, aku panik, dan mencoba membangunkannya lagi
“ibuu,,, ibu kenapa nggak bangun sih!? Ibu jawab dong, ibu kenapa diam aja?”
Aku mencoba memeriksa nadinya, air mataku pun menetes, seakan tak percaya ini terjadi, ya, aku benar-benar tak percaya, ini saat terakhirku melihat ibu, di saat hari ulang tahunku, dan di saat yang membahagiakan, ibu tidak dapat hadir melihat semua kebahagiaan ini. Orang yang selama ini telah menjalani banyak hal bersamaku, telah pergi untuk selamanya, disaat yang tidak tepat. Aku tetap tidak mempercayai ini. Bagiku, ibu adalah orang yang sangat baik, sabar, dan ibu juga tidak pernah mengeluh dengan apa yang telah di dapatnya, walaupun itu tidak pernah bisa cukup untuk dirinya, ibu tidak pernah meminta balasan dari apa yang sudah di berikannya padaku, ibu bahkan ingin melakukan apapun demi kebaikan anaknya, walaupun itu termasuk tindakan yang merugikan untuk dirinya, tapi ibu selalu mengikhlaskan semua yang telah terjadi. Ibu adalah segalanya bagiku, cinta yang telah diberikannya padaku menunjukkan bahwa cinta seorang ibu adalah cinta sejati, yang tak pernah memikirkan apapun resikonya. (tamat)
Cerita dalam buku harian itu sudah selesai. Setelah membaca buku harian tersebut, mita menangis tersedu-sedu dan berlari menuju kamar mamanya, dan meminta maaf atas segala omongan yang telah di lontarkan kepada mamanya tadi sore.
“mita, ada apa?” tanya mama
“ma, maafin mita ya,”
“maaf kenapa?”
“soal perkataan mita yang udah buat mama sakit hati, apapun yang mita katakan maafin mita ya ma.” Mita memohon sambil menangis.
“iya, mama ngerti kok, mama juga pernah seperti mita, mama juga minta maaf, karena mama selalu sibuk kerja dan tidak bisa menuruti kemauan kamu.”
Mendengar perkataan mamanya, Mita terus menangis dan tidak mau melepaskan pelukannya.
Pesan: jangan pernah meremehkan perlakuan dan nasihat dari seorang ibu J

Sunday, June 29, 2014

kumpulan cerpen


SEBUAH TANGGUNG JAWAB

“heey,,, Mas Bro!!!” teriak Rio dari kejauhan. Ya, Mas Bro, itulah panggilanku. Perkenalkan, nama asliku adalah Andi, dan Rio adalah teman dekatku. Kami sudah bersahabat dari kecil, sekarang kami sudah menginjak kelas XII di SMA Negeri 2 Bandung. Aku merupakan anak yang bandel, usil, dan nekad. Aku adalah anak tunggal dari orang tua yang berpenghasilan tinggi. Papa dan Mamaku selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, terkadang, aku benar-benar merasa seperti tak ada gunanya aku mempunyai orang tua. Dari kecil, aku di asuh oleh babysisterku, namanya Bi warni. Mungkin, dari lahir aku sudah di asuh olehnya, bahkan mungkin, orang tuaku tak pernah menimangku sewaktu bayi. Kata Bi warni, saat aku dilahirkan, Papa sedang berada di luar negeri. Setelah usiaku menginjak 1 tahun, Papa baru pulang dari Singapore, namun, Papa tidak selalu menemaniku bermain, saat itu, Papa harus pergi lagi ke luar kota, dan Mama, mulai sibuk dengan arisannya. Aku banyak menghabiskan waktu dengan Bi Warni, bagiku, Bi Warni adalah seorang ibu kandungku, bukan Mama yang selalu menghabiskan waktunya dengan arisan. Bi Warni selalu ada disampingku, di saat aku senang maupun sedih, nah,,, saat umurku 5 tahun, aku mulai kenal dengan Rio, kami berkenalan saat di TK. Rio adalah teman yang sangat baik, dia selalu mengerti aku. Baiklah, kita kembali ke masa sekarang.
“hey Rio!!! Pulang sekolah, kita mau kemana ni?” kataku kepada Rio. (saat pulang sekolah)
“kita ke pegagan tempat biasa aja yuk, gimana?” jawab Rio.
“wah,,, kamu, kerjaannya makan terus!!!” kataku mengejek.
“disana kan, bukan Cuma untuk makan, siapa tahu ada cewek cantik” jawab Rio menghindar
“ah!!! Alasan aja kamu. ya udah, yuk, langsung” jawabku sambil menarik tangan Rio.
Aku dan Rio memang tidak langsung pulang ke rumah, jika sudah pulang sekolah. Kami selalu pergi untuk menikmati suasana, yang paling sering kami incar saat bepergian adalah cewek-cewek cantik, hahaha.... maklum, itu sudah kebiasaan kami. Sesampainya kami di pegagan, Rio mulai merayu cewek di sekitarnya.
“ceweeek,,,,” panggil Rio merayu
“iya” jawab seorang cewek
“lagi ngapain nih?” kata Rio sok kenal
“lagi nyantai aja nih” jawab cewek tersebut
“cewek, kamu tahu gak, apa yang sering membuat bulu kudukku merinding?” kata Rio menggombal.
“gak tahu, emang apa?” jawab cewek, penasaran.
“yang sering buat bulu kudukku merinding adalah di saat aku melihat wajahmu” kata Rio yang semakin menjadi-jadi.
“eleh,,,udah-udah, cewek terus yang di ladenin, makan dulu yuk.” Potongku, di sela-sela pembicaraan mereka.
“ah!!! Kamu gak bisa lihat orang lagi senang!” jawab Rio kesal.
Setelah beberapa menit di pegagan, kami langsung pulang, di dalam perjalanan, aku mulai nakal, aku sengaja mengendarai motorku dengan sangat cepat. Saat kami melewati sebuah jalan sempit, dari jauh, aku melihat seorang cewek yang terus memandangiku, aku mulai mengurangi kecepatan, semakin dekat aku berkendara, semakin tajam pula pandangannya padaku. Aku mulai risih dengan perhatian itu, aku langsung menarik gas motorku. Tiba-tiba, cewek tersebut menyeberang jalan, dengan tidak sengaja, aku menabrak cewek itu. Dia terbaring tak berdaya, dengan luka di dekat mata, karena jalan tersebut sedang sepi, dengan panik, aku langsung melarikan diri. Saat itu Rio juga sangat panik.
“gila kamu! kenapa kamu tabrak cewek itu!?” kata Rio panik
“sudah lah, lebih baik kita pergi saja, dari pada di amuk masa” jawabku gemetaran
Sepeda motorku lari dengan sangat kencang, hingga menuju rumah kami masing-masing, saat tiba di rumah, wajahku benar-benar pucat, aku langsung mengambil segelas air putih untuk menenangkan diri. Lalu, Bi Warni menghampiriku.
“den, kok mukanya pucat, habis ngapain?” tanya Bi Warni, sambil memegang pundakku.
“eh!!! Bi bi, ngagetin aja, nggak apa-apa kok bi, tadi, aku habis itu....” jawabku gagap
“itu apa?” tanya Bi Warni penasaran
“itu,,, ohya, aku habis ulangan matematika, soalnya susah banget, jadi gugup, sampai sekarang belum hilang” jawabku menghindar.
“oh,,, gitu ya, maklum lah den, matematika emang selalu buat anak murid gugup” kata Bi Warni
“ya udah bi, Andi mau mandi dulu ya” jawabku
Aku langsung pergi ke kamar, setelah mandi, aku masih belum bisa melupakan kejadian tadi sore yang telah aku lakukan terhadap seorang wanita yang terus memperhatikanku. Aku heran, kenapa tiba-tiba dia menyeberang jalan, padahal dia sudah tahu ada motor yang melintas saat itu. Aku tak bisa tidur memikirkan itu, aku tak tahu, bagaimana kondisinya sekarang.
“ah!!! Bodoh! Kenapa aku harus memikirkan wanita itu, lebih baik, sekarang aku tidur saja” kataku memarahi diri sendiri.
Keesokan harinya, saat mandi pagi, aku lihat mataku seperti mata panda, karena aku tidak bisa tidur memikirkan kejadian kemarin sore.
“waduh!!! Kenapa mataku menjadi hitam seperti ini? Ini pasti gara-gara tadi malam. Ah Bodo’ amat.” Kataku di kamar mandi
Aku langsung turun, Mama dan Papa sudah menungguku di meja makan. Bi Warni pun sudah menyiapkan sarapan yang bergizi untukku. Roti, Susu, Selai, dan segelas air putih, sudah menantiku di bawah. Aku tersenyum lebar saat melihat Mama dan Papa bisa sarapan bersama, tapi ternyata,,,, aku belum sempat duduk di kursi makan, tiba-tiba Papa pamit untuk bekerja.
“papa pergi dulu ya Andi, matamu kenapa hitam begitu?” tanya Papa sambil terburu-buru.
“yah, papa, Andi kan belum sempat berbicara dengan Papa” jawabku sedih
“sudah lah Andi, papamu sudah di tunggu di kantor.” Jawab Mama
“Andi jadi nggak nafsu makan!” jawabku kesal
Tapi, karena aku menghargai buatan Bi Warni, aku meminum susunya. Dan langsung pergi sekolah, motor ku hidupkan, dan berpamitan dengan Bi Warni dan Mama sambil menarik gas motorku. Sesampainya aku di sekolah, aku melihat dari kejauhan, tampak Rio sedang duduk di bangku taman dekat kantin. Perlahan aku mendekatinya daaan....
“Hayoooo....!!!! lagi ngapain” kataku sambil mengagetkan Rio
“eh,,, kamu Mas Bro” jawab Rio kaget
“Lho,,, ternyata bukan Cuma aku yang punya mata panda? Kamu juga io? Hahaha...” kataku mengejek
“ya’iyalah, gimana aku nggak shoke, aku lihat kejadian itu, dengan mata kepalaku sendiri. Gila kamu ya, nabrak cewek yang nggak bersalah!” jawab Rio tampak kesal
“udah lah, jangan dipikirin, mendingan kita beli sesuatu di kantin” kataku mengajak Rio
“ya udah, yuk” jawab Rio pasrah
Setelah beberapa menit di kantin, bel tanda masuk kelas pun berbunyi, aku dan Rio masuk kelas masing-masing. Pelajaran yang kedua adalah Sejarah, saat itu Pak Guru, sedang menceritakan sebuah kisah sejarah. Aku benar-benar merasa ngantuk, tak sengaja kepalaku terletak di atas meja, dan mulai tak sadar, apa yang telah terjadi. Tiba-tiba...Brakkk... bunyi yang sangat keras itu membangunkanku, ternyata sebuah penggaris besar berada di depan wajahku. Akupun bangun, aku melihat teman-teman tertawa, dan di sampingku pak Guru sedang memandangku dengan tatapan tajam.
“enak ya, sudah tidur... mimpinya sudah sampai dimana?” tanya Pak Guru
“sudah sampai Jakarta pak” jawab seluruh teman-teman mengejekku.
“cepat cuci mukamu sana!” kata pak Guru menyuruhku.
Pak Guru langsung mencatat namaku di bukunya, sepulang dari WC, pak Guru menyuruhku untuk menceritakan kembali cerita sejarah tadi. Mana mungkin aku tahu, aku saja tertidur saat pak Guru bercerita, jadi, aku diam saja dengan wajah tak berdosa. Pak Guru menghukumku, dia menyuruhku untuk memegang kedua telingaku, dan mengangkat 1 kaki di depan pintu kelas hingga bel istirahat berakhir. Semua anak yang melintas, melihat dan mengejekku, termasuk juga Rio.
“hahaha,,,, Mas Bro! Kamu ngapain kayak kucing kejepit pintu begitu?” tanya Rio mengejek
“ah!!! Diam saja kamu! Is!” jawabku sambil memukul lengan Rio.
Bel tanda istirahat berakhir pun di bunyikan, aku masuk kelas dan melanjutkan pelajaran, proses pembelajaran telah berakhir, aku dan Rio pun pulang bersama. Kali ini, kami pergi ke sebuah taman, disana kami duduk sambil menikmati suasana yang menyegarkan. Setelah beberapa menit duduk, tiba-tiba hujan turun rintik-rintik, kami langsung pulang, dalam perjalanan, hujan semakin deras, jalan semakin licin. Kami tidak berhenti untuk berteduh, aku langsung saja melanjutkan perjalanan, dari arah berlawanan, tampak sebuah mobil melaju dengan kencang, dan aku mendengar teriakan “awas!!! Remnya blong!!!” ketika mendengar itu, aku tak sempat menghindar, ketika ingin menghindar, mobil itu sudah menyentuh motorku dan aku tak ingat apa-apa setelah itu.
Saat aku mencoba membuka mata, aku melihat sosok wanita, yang aku kenal, dia adalah Bi Warni, saat aku mencoba bergerak, aku merasakan sakit di bagian kepala. Aku tak percaya, dari kejadian tadi sore yang menimpaku, aku masih di beri keselamatan, aku masih bisa berkumpul di dunia ini.
“den, udah sadar? Aduh den, kenapa bisa jadi seperti ini sih?” tanya Bi Warni khawatir
“nggak tahu, andi nggak ingat apa-apa bi” jawabku lemah
“ya udah, yang penting, den andi selamat”kata bi Warni
“Mama sama papa mana bi?” tanya ku
“anu den,,,” jawab bi Warni terbata-bata
“anu apa?” tanyaku memaksa
“nyonya sama tuan nggak bisa kesini, mereka lagi sibuk den.” Jawab bi Warni sambil menundukkan kepalanya.
“apa!!! Dengan kondisi seperti ini, mereka masih sibuk dengan pekerjaan mereka? Kenapa sih, mereka nggak bisa luangin waktu untuk anak mereka! ADUUUH” aku teriak karena kepalaku sangat sakit gara-gara emosi yang tidak bisa ku tahan.
“den, den Andi jangan banyak bergerak, den Andi tiduran aja” kata bi Warni mengkhawatirkanku
“memangnya aku sakit apa sih bi? Kok kepalaku serasa ingin pecah?” tanyaku penasaran
“den Andi nggak sakit apa-apa kok,” jawab bi Warni sambil tersenyum kepadaku.
“mana Rio bi?” tanyaku
“oh, mas Rio ada di kamar sebelah, den” jawab bi Warni
“bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja kan?” tanyaku khawatir
“iya, dia baik-baik saja, tapi, mas Rio kaki kirinya patah den.tapi jangan khawatir, dia udah membaik kok.” Jawab bi Warni
“yang benar saja bi? ini pasti gara-gara Andi, kalau Andi berhenti saat hujan, pasti Rio akan baik-baik  saja.” Kataku sedih
“udahlah den, kalau sudah musibah, mau di apakan lagi? Den Andi sekarang istirahat saja” jawab bi Warni menenangkanku
Malam hari pun tiba, aku tidak bisa tidur, aku pun tak mengerti, tiba-tiba aku bermimpi, tentang kecelakaanku kemarin, mimpi itu terus berputar-putar. Hingga aku tiba di tempat berdinding putih yang kosong. Aku mendengar suara “mana tanggung jawabmu sebagai anak laki-laki?” kata-kata itu terus menggema di telingaku. Hingga aku terbangun, dan aku melihat cahaya di balik jendela. Ternyata itu sudah pagi hari.
“selamat pagi den. Udah bangun ya? Sekarang den Andi sarapan ya.” Kata bi warni mengagetkanku.
“ya ampun bi, bisa nggak bibi itu, nggak ngagetin aku terus” jawabku kesal
“hahaha,,, maaf ya den” jawab bi Warni bercanda.
Setelah selesai makan, aku merasa bosan di ruangan itu, jadi aku mengajak bi Warni untuk jalan-jalan keluar. Aku dan Bi Warni jalan-jalan di sekitar rumah sakit dengan kursi rodaku, dalam perjalanan, kami melewati seorang dokter lalu dokter itu menyapa kami.
“selamat pagi Andi, bagaimana jalan-jalannya?” kata dokter itu
“selamat pagi juga dok.iya ni, den Andi bosen di dalam kamar terus, jadi saya ajak jalan-jalan di sekitar sini” jawab bi Warni,
Aku hanya membalas senyum saja, setelah perbincangan selesai, kami ingin kembali kekamar. Lalu dokter itu, berbisik dengan bi Warni, aku sedikit mendengar perkataannya
“nanti malam, ibu ke ruang saya, ya” kata dokter itu
Bi Warni hanya mengangguk. Aku tak dengar banyak pembicaraannya. Yang jelas nanti malam mereka akan bertemu di ruang dokter tadi.
Malam hari pun tiba, waktu menunjukkan pukul 19:00, aku berpura-pura tidur, beberapa menit, Bi Warni keluar dari kamar. Mengetahui itu, aku langsung beranjak dari tempat tidurku, dan mengikuti Bi Warni, setibanya di ruang dokter yang menyapaku tadi pagi. Bi Warni langsung masuk, pintuny di tutup, namun tidak rapat, jadi aku bisa mengintip dan mendengarkan pembicaraan mereka.
“selamat malam bu.” Kata dokter (sehabis meniliti suatu penelitian di komputernya)
“selamat malam dok, ada apa ya malam-malam saya harus kesini?” tanya Bi Warni
“oh, begini bu, saya Cuma mau memberitahu hasil dari pemeriksaan nak Andi” kata dokter.
“memangnya ada apa dengan den Andi dok?” tanya bi Warni khawatir.
“seharusnya, ini menjadi sesuatu yang sudah lama, nak Andi...”
Belum selesai aku mendengar pembicaraan tersebut, seorang petugas rumah sakit menghampiriku dan menyuruhku tidur. Aku benar-benar penasaran dengan pembicaraan mereka, jadi, terpaksa aku harus kembali ke kamarku.keesokan harinya, bi Warni tak bicara apapun tentang tadi malam,
“bi, tadi malam bibi jadi ketemu dengan dokter?” tanyaku
“oh, ee anu... enggak jadi den.” Jawab bi Warni
“kenapa tadi malam bibi nggak ada di kamar?” tanyaku semaki penasaran
“bibi ke WC, bibi ada kok. Bibi Cuma sakit perut.” Jawab bi Warni
Dari perkataan bi Warni, aku tahu, bibi sudah berbohong, aku semakin curiga, jangan-jangan ada yang tidak beres dengan semua ini. Setelah 2 minggu aku di rawat, aku bisa kembali sekolah. Di sekolah, aku melihat Rio, dia tersenyum melihatku, aku langsung melihat kakinya, dia berjalan dengan tongkat, secara tak sadar, air mataku terjatuh.
“eh, mas Bro!!! Kenapa nangis?” tanya Rio
“hmm,,, enggak, aku senang, kamu baik-baik aja” jawabku
Aku senang bisa melihat semuanya baik-baik saja, namun sekarang, kepalaku jadi sering sakit, aku pun tak mengerti apa penyakitku. Dan, aku selalu bermimpi hal yang sama saat di rumah sakti. Semua ini berlangsung beberapa minggu, karena aku benar-benar penasaran, aku langsung menanyakan hal ini pada bi Warni.
“bi, aku boleh bertanya?” tanyaku
“boleh dong den, masak nggak boleh” jawab bi Warni sambil tersenyum
“sebenarnya, aku sakit apa sih bi?” tanyaku pelan
“den Andi nggak sakit apa-apa kok” jawab bi Warni
“bohong! Bi, jujur aja sama Andi bi,” kataku memaksa
“anu den, sebenarnya den Andi sakit....”
“sakit apa bi?” aku terus memaksa
 “ kanker otak den!sebenarnya penyakit ini sudah lama ada di dalam tubuh den Andi. Tapi, jujur, bibi baru mengetahui hal ini den.” Kata bi Warni menjelaskan.
 Semenjak Mendengar hal itu, aku benar-benar sedih, semenjak itu, aku tidak lagi jadi anak yang periang seperti biasanya. Aku lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar. Suatu malam dokter di rumah sakit waktu itu datang ke rumah, aku mendengarkan pembicaraan mereka.
“ada apa ya dok, dokter kemari?” tanya bi Warni
“begini bu, kami sangat berat hati memberitahukan hal ini, langsung saja, penyakit kanker otak yang di derita nak Andi, benar-benar mengakibatkan fatal.” Kata dokter
“maksud dokter?” tanya bi Warni
“hmm,,, umur nak Andi bisa di perkirakan hanya maksimal 3 bulan” kata dokter
Mendengar perkataan dokter itu, aku langsung menangis dan pergi ke kamar.
“nggak mungkin! Nggak mungkin!” kata-kata itu terus ku ulang
Malam itu, mimpi yang sama terus datang, keesokan harinya, saat di sekolah, aku menceritakan semua yang terjadi, pada Rio. Seketika itu, Rio juga tidak percaya, dan aku melihat matanya mulai berkaca-kaca. Ternyata, kemarin Rio mengetahui tempat tinggal wanita dulu yang pernah ku tabrak. Aku bergegas ingin mencari rumahnya. Aku dan Rio bersama-sama pergi ke jalan kecil dulu, lalu aku menelusuri berbagai rumah untuk menemui wanita  yang tak kukenal.
“aduh io, dimana rumahnya?” tanyaku pada Rio
“aku juga kurang tahu, kemarin, dia memang tinggal di sekitar sini.” Jawab Rio
Dari kejauhan, aku mendengar suara sedikit ribut, seperti suara barang jatuh. Lalu aku melihat kesamping kananku, ternyata ada wanita itu sedang terjatuh, aku langsung bergegas menghampirinya.
“mbak, anda tidak apa-apa kan?” tanyaku khawatir
“ya saya nggak apa-apa.” Jawabnya sambil meraba wajahku
Awalnya aku heran, kenapa dia meraba wajahku, ternyata wanita ini harus kehilangan penglihatannya, mungkin gara-gara kecelakaan dulu.
“anda siapa ya? Tanya wanita itu
“saya Andi, anda siapa?” jawabku
“saya intan, kenapa anda bisa disini?” tanya intan
“saya tadi melihat anda terjatuh, jadi saya cepat-cepat datang kemari.” Jawabku
“oh, terima kasih ya, saya nggak apa-apa kok.” Katanya sambil tersenyum padaku.
Setelah beberapa menit berbicara. Aku dan Rio pulang. Malam ini, aku tidak bermimpi seperti biasanya, akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Keesokan harinya saat di sekolah.
“hey mas Bo!!!” Rio menyapaku
“hey.” Jawabku
“ohya, ngomong-ngomong si Intan itu manis ya” kata Rio
“eleh, kamu ini nggak bisa liat cewek manis dikit ya” jawabku
“kamu kayak nggak tahu aku aja.” Katanya
Pulang dari sekolah, saat aku sedang mengendarai motor, aku terbayang-bayang oleh Intan, dalam bayangan ini, Intan sedang dalam masalah. Aku tidak bisa tenang dengan bayangan kali ini, jadi, aku langsung pergi melihat Intan. Sesampainya di sana, ternyata apa yang sudah aku pikirkan memang terjadi di sana. Aku melihat 2 orang yang memakai baju hitam, tampak mengendap-ngendap keluar rumah, dengan membawa beberapa barang. Aku langsung menghampiri mereka.
“maaf, kalian siapa ya? Kenapa kalian membawa barang-barang milik Intan” tanyaku
Lalu dari dalam, Intan memanggilku.
“Andi, apakah itu kamu?”
“ya, Intan, mereka ini siapa?” tanyaku
Tiba-tiba 2 lelaki tadi menyerangku, untung saja dulu aku pernah ikut karate. Jadi, aku bisa menangkis serangan mereka. Setelah kupukuli habis-habisan kedua orang itu langsung lari terbirit-birit.
“ada apa ini? Kenapa sepertinya ada yang tidak beres? Aku rasa tadi tidak ada siapa-siapa disini” tanya Intan.
“Intan, sekarang sudah aman, lain kali, kamu harus hati-hati ya, kamu nggak boleh membiarkan pintu rumah kamu terbuka seperti tadi.” Jawabku
“memangnya ada apa di?”tanya nya
“tadi, ada orang jahat.” Jawabku
“yang benar saja? Maaf, kamu kan tahu bagaimana kondisi aku. Kalau dulu aku tidak mengalami kecelakaan, aku pasti masih bisa melihat seperti dulu.” Katanya
“ya, kita duduk dulu, memangnya dulu kamu kecelakaan dimana? Dan masih ingat kah kamu dengan orang yang membuatmu seperti ini?” tanyaku penasaran
“ya tentu saja aku masih ingat. Dan aku nggak akan pernah lupa dengan orang yang pernah membuatku menderita, sekarang dia nggak mau bertanggung jawab! Aku nggak akan memaafkan dia kalau dia tidak mau bertanggung jawab” jelasnya padaku
Aku hanya memandangi wajahnya, dan aku ingat, di saat aku menabraknya dan meninggalkan dia tergeletak di jalan. Ya, aku baru menyadari bahwa aku benar-benar laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Setelah beberapa jam berbincang, aku pulang. Sesampainya di rumah, aku merasa kepalaku sangat sakit, Bi Warni menghampiriku.
“den, ada apa? Ni susunya di minum dulu.” Kata Bi Warni.
“kepala Andi sakit bi, terima kasih susunya.” Jawabku.
“lebih baik kita ke rumah sakit aja den.” Kata Bi Warni.
“enggak bi, mendingan Andi tidur aja ya.” Jawabku
Aku langsung pergi ke kamar dan tidur. Malam pukul 19:00, Rio datang ke rumah ku.
“asalamualaikum,” suara Rio dari luar rumah.
“walaikumsalam, eh io, ada apa ni malam-malam kesini? ” tanyaku sambil membuka pintu.
“nggak apa-apa, aku Cuma mau main, udah lama aku nggak main ke rumah kamu.” Jawabnya.
“ya udah masuk dulu yuk, sini biar aku bantu.” Kataku sambil membantu Rio masuk kerumah.
“ya, makasi, ohya kok sepi banget, mama papa kamu dimana?” tanya nya padaku.
“hmm... kamu kayak nggak tahu aja, mama papaku kan selalu sibuk, bahkan dengan keadaan aku seperti ini mereka nggak peduli.” Jawabku
“oh. Ya udah lah, yang pentingkan aku ada di sini. Ciah” kata Rio sambil bercanda.
“eh, ada Mas Rio, bentar ya, bibi buatin minum dulu.” Kata bi Warni, yang datang dari dapur.
“ya bi, makasi.” Jawab Rio
Tiba-tiba, aku mendapat bayangan yang buruk tentang Intan, dan aku rasa dia benar-benar membutuhkan bantuan seseorang.
“ee,, maaf io, aku harus pergi. Kamu ikut aku ya.” Kataku sambil terburu-buru
“memangnya mau kemana?” tanya Rio
“udah ikut aja.” Aku sambil menarik tangan Rio.
Kami pun pergi menuju kerumah Intan.
“lho... den, mau kemana? Ini minumnya den, deeeen... aduh udah keburu pergi.” Kata bi Warni.
Dalam perjalanan, bayangan itu terus-terusan ada di kepalaku. Sesampainya di rumah Intan, aku melihat pintu rumahnya sudah di gembok. Dan disana ada seorang ibu, aku tidak mengenalnya.
“permisi bu, saya mau nanya, pintu rumah Intan kok di gembok dari luar ya? Intannya ada di rumah nggak ya?” tanya ku pada ibu-ibu tadi
“oh, Intan udah pergi nggak tahu kemana, dia nggak bayar kontrakan 3 bulan, jadi saya suruh dia pergi.” Jawab ibu tadi.
“apa! Kok ibu gitu sih! Dia kan nggak bisa lihat, kalau ada apa-apa dengan Intan, ibu mau tanggung jawab?” kataku khawatir.
“lho! Kok kamu yang sewot sih! Biarin aja, dia kan nggak bayar.” Jawab ibu tadi.
“ya udah, ni saya bayar uangnya selama satu tahun.” Kataku sambil mengeluarkan uang.
“ya udah, terima kasih.” Jawab ibu tadi
Setelah mendapat uang, ibu tadi langgsung pergi ke rumahnya.
“aduh mas Bro! Gimana ni, kita cari Intan kemana? Bandungkan luas.” Kata Rio
“aku juga nggak tahu. Kita coba aja cari di dekat sini.” Jawabku
Sekitar satu jam, aku dan Rio tetap mencari Intan di jalan. Aku sangat khawatir dengan keadaan Intan saat ini.
“Mas Bro! Aku udah capek ni. Lagian sejak kapan sih kamu kayak gini sama Intan?” tanya Rio
“aku juga nggak tahu. Semenjak waktu kita ketemu sama dia, aku jadi kayak gini. Aku bisa merasakan kalau dia sedang membutuhkan bantuan.” Jawabku
“berarti kalian ada ikatan batin donk.” Kata Rio
Di sela-sela perbincangan kami, aku melihat seorang wanita sedang kebingungan, dan aku rasa itu adalah Intan.
“Intaaan,,,,” aku memanggilnya dan langsung turun dari motor
“Andi,,, kamukah itu.” Tanya nya sambil tersenyum
“iya, ini aku Andi, kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku sambil memeluk Intan
“ya ampyyuuun,,, so sweet bangeeeet,,, jadi iri.” Kata Rio iri padaku.
Setelah menemukan Intan, kami langsung membawanya pulang ke kontrakan Intan,
“aduh, makasi banget ya di, kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu harus kemana. Ini udah yang kedua kalinya, kamu bantuin aku.” Kata Intan
“ya, aku janji, selama aku masih bisa bantuin kamu. Aku akan terus bantuin kamu.” Jawabku.
Semua ini berlangsung selama 2 bulan 7 hari, aku dan Intan berteman sangat dekat. Bahkan Rio juga menjadi bagian dari pertemanan kami.
“hey mas Bro! Lagi ngapain ni?” tanya Rio padaku
“eh, kamu io, aku lagi duduk aja ni.” Jawabku
“mas Bro! Wajah kamu pucat amat?” tanya Rio
“ah yang bener aja? ADUUUH,,, tolong io, kepalaku sakit banget.” Kataku.
Aku langsung di bawa ke rumah sakit. Aku lupa, kalau sekarang sudah hampir 3 bulan. Saat aku membuka mata, aku melihat peralatan rumah sakit sudah terpasang di tubuhku. Kali ini aku mendapat bayangan tentang Intan lagi, aku sangat ingin membantunya, namun aku tidak bisa bergerak, kepalaku terasa berat. Jadi, aku meminta tolong dengan Rio. Aku tidak tahu bagaimana keadaan Intan sekarang, aku harap dia baik-baik saja. 1 minggu sudah berlalu, selama ini, hidupku hanya kuhabiskan dengan kemoterapi dan tidur di ruangan yang penuh dengan peralatan rumah sakit dan membosankan. Aku hanya bisa curhat dan bercanda dengan Bi Warni, kadang-kadang Rio juga datang menjengukku.
“halo Mas Bro! Apa kabar?” kata Rio
“hey, ya biasa lah, aku masih kayak begini aja. Sampai waktunya tiba.” Jawabku
“kamu nggak boleh bilang kayak begitu donk Mas Bro!” kata Rio
“hahaha,,, ya, ohya gimana keadaan Intan?” tanyaku
“dia baik-baik aja, dia nyariin Mas Bro tu.” Jawab Rio
“hmmm,,, ohya nanti, kalau sudah waktunya, kamu harus bawa dia kesini ya.” Bilangku pada Rio
“oke, sip boss!” jawab Rio.
Pagi, siang, dan malam, aku habiskan dengan kemoterapi, aku hanya bisa berdo’a untuk kebaikan semuanya. Rambutku sekarang sudah mulai rontok.
“bi,” kataku
“iya den, ada apa?” jawab bi Warni.
“Andi mau ngomong, kalau nanti Andi harus pergi, Andi bersedia mendonorkan mata Andi dengan Intan, teman Andi.” Kataku
“den, den Andi nggak boleh bilang begitu, den Andi nggak akan pergi kemana-mana. Bibi janji.” Jawab bi Warni.
“nggak bisa bi, sekarang kepala Andi udah nggak berambut seperti dulu, Andi udah nggak kuat harus hidup dengan keadaan seperti ini.” Kataku.
Bi Warni langsung memelukku,
Tidak terasa, waktu terus berjalan hingga 3 bulan. Aku sudah tidak kuat menahan semua ini, aku langsung memanggil semua orang, untuk masuk ke kamarku. Mama, Papa, dokter, Rio, Bi Warni dan Intan sudah berada di kamarku. Aku menarik nafas dan mulai berbicara.
“hmm,,, semuanya, sekarang Andi harus berbicara, Andi udah nggak kuat dengan semua ini, kalian jangan nangis donk.”
“Andi, kamu jangan bilang begitu, kamu pasti bisa.” Kata Intan memberiku semangat.
“enggak Intan, aku memang harus bilang lebih awal. Ohya satu lagi, sebenarnya, aku adalah orang yang pernah membuat kamu menderita seperti sekarang. Aku lah orang yang telah menabrakmu dan meninggalkan kamu tanpa memikirkan keadaan kamu.” Kataku sambil meneteskan air mata
“hah! Nggak mungkin, Andi yang aku kenal, adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.” Jawab Intan tak percaya.
“aku bersungguh-sungguh. Aku lah orang itu, karena itu aku akan mengganti semua penderitaan kamu dengan mendonorkan mataku untukmu. Dengan begitu, sekarang aku sudah bisa menutup mataku dengan tenang.” Kataku
“Andi jangan pergi, aku mohon.” Jawab semua orang disana
TAMAT...

Pesan: jadilah orang yang bertanggung jawab
By: Tri Gustinah




















Takdir Menjerit Padaku ... Jiwaku masih terasa tak di sini, rasanya seperti ia terhuyung kesana kemari oleh angin sore. Aku merasa ke...

Baca Ini Dulu Biar sah!