SEBUAH TANGGUNG JAWAB
“heey,,, Mas
Bro!!!” teriak Rio dari kejauhan. Ya, Mas Bro, itulah panggilanku. Perkenalkan,
nama asliku adalah Andi, dan Rio adalah teman dekatku. Kami sudah bersahabat
dari kecil, sekarang kami sudah menginjak kelas XII di SMA Negeri 2 Bandung.
Aku merupakan anak yang bandel, usil, dan nekad. Aku adalah anak tunggal dari orang
tua yang berpenghasilan tinggi. Papa dan Mamaku selalu sibuk dengan pekerjaan
mereka masing-masing, terkadang, aku benar-benar merasa seperti tak ada gunanya
aku mempunyai orang tua. Dari kecil, aku di asuh oleh babysisterku, namanya Bi
warni. Mungkin, dari lahir aku sudah di asuh olehnya, bahkan mungkin, orang
tuaku tak pernah menimangku sewaktu bayi. Kata Bi warni, saat aku dilahirkan,
Papa sedang berada di luar negeri. Setelah usiaku menginjak 1 tahun, Papa baru
pulang dari Singapore, namun, Papa tidak selalu menemaniku bermain, saat itu,
Papa harus pergi lagi ke luar kota, dan Mama, mulai sibuk dengan arisannya. Aku
banyak menghabiskan waktu dengan Bi Warni, bagiku, Bi Warni adalah seorang ibu
kandungku, bukan Mama yang selalu menghabiskan waktunya dengan arisan. Bi Warni
selalu ada disampingku, di saat aku senang maupun sedih, nah,,, saat umurku 5
tahun, aku mulai kenal dengan Rio, kami berkenalan saat di TK. Rio adalah teman
yang sangat baik, dia selalu mengerti aku. Baiklah, kita kembali ke masa
sekarang.
“hey Rio!!!
Pulang sekolah, kita mau kemana ni?” kataku kepada Rio. (saat pulang sekolah)
“kita ke pegagan
tempat biasa aja yuk, gimana?” jawab Rio.
“wah,,, kamu,
kerjaannya makan terus!!!” kataku mengejek.
“disana kan,
bukan Cuma untuk makan, siapa tahu ada cewek cantik” jawab Rio menghindar
“ah!!! Alasan
aja kamu. ya udah, yuk, langsung” jawabku sambil menarik tangan Rio.
Aku dan Rio
memang tidak langsung pulang ke rumah, jika sudah pulang sekolah. Kami selalu
pergi untuk menikmati suasana, yang paling sering kami incar saat bepergian
adalah cewek-cewek cantik, hahaha.... maklum, itu sudah kebiasaan kami.
Sesampainya kami di pegagan, Rio mulai merayu cewek di sekitarnya.
“ceweeek,,,,”
panggil Rio merayu
“iya” jawab
seorang cewek
“lagi ngapain
nih?” kata Rio sok kenal
“lagi nyantai
aja nih” jawab cewek tersebut
“cewek, kamu
tahu gak, apa yang sering membuat bulu kudukku merinding?” kata Rio menggombal.
“gak tahu, emang
apa?” jawab cewek, penasaran.
“yang sering
buat bulu kudukku merinding adalah di saat aku melihat wajahmu” kata Rio yang
semakin menjadi-jadi.
“eleh,,,udah-udah,
cewek terus yang di ladenin, makan dulu yuk.” Potongku, di sela-sela
pembicaraan mereka.
“ah!!! Kamu gak
bisa lihat orang lagi senang!” jawab Rio kesal.
Setelah beberapa
menit di pegagan, kami langsung pulang, di dalam perjalanan, aku mulai nakal, aku
sengaja mengendarai motorku dengan sangat cepat. Saat kami melewati sebuah
jalan sempit, dari jauh, aku melihat seorang cewek yang terus memandangiku, aku
mulai mengurangi kecepatan, semakin dekat aku berkendara, semakin tajam pula
pandangannya padaku. Aku mulai risih dengan perhatian itu, aku langsung menarik
gas motorku. Tiba-tiba, cewek tersebut menyeberang jalan, dengan tidak sengaja,
aku menabrak cewek itu. Dia terbaring tak berdaya, dengan luka di dekat mata,
karena jalan tersebut sedang sepi, dengan panik, aku langsung melarikan diri.
Saat itu Rio juga sangat panik.
“gila kamu!
kenapa kamu tabrak cewek itu!?” kata Rio panik
“sudah lah,
lebih baik kita pergi saja, dari pada di amuk masa” jawabku gemetaran
Sepeda motorku
lari dengan sangat kencang, hingga menuju rumah kami masing-masing, saat tiba
di rumah, wajahku benar-benar pucat, aku langsung mengambil segelas air putih
untuk menenangkan diri. Lalu, Bi Warni menghampiriku.
“den, kok
mukanya pucat, habis ngapain?” tanya Bi Warni, sambil memegang pundakku.
“eh!!! Bi bi,
ngagetin aja, nggak apa-apa kok bi, tadi, aku habis itu....” jawabku gagap
“itu apa?” tanya
Bi Warni penasaran
“itu,,, ohya,
aku habis ulangan matematika, soalnya susah banget, jadi gugup, sampai sekarang
belum hilang” jawabku menghindar.
“oh,,, gitu ya,
maklum lah den, matematika emang selalu buat anak murid gugup” kata Bi Warni
“ya udah bi,
Andi mau mandi dulu ya” jawabku
Aku langsung
pergi ke kamar, setelah mandi, aku masih belum bisa melupakan kejadian tadi
sore yang telah aku lakukan terhadap seorang wanita yang terus memperhatikanku.
Aku heran, kenapa tiba-tiba dia menyeberang jalan, padahal dia sudah tahu ada
motor yang melintas saat itu. Aku tak bisa tidur memikirkan itu, aku tak tahu,
bagaimana kondisinya sekarang.
“ah!!! Bodoh!
Kenapa aku harus memikirkan wanita itu, lebih baik, sekarang aku tidur saja”
kataku memarahi diri sendiri.
Keesokan
harinya, saat mandi pagi, aku lihat mataku seperti mata panda, karena aku tidak
bisa tidur memikirkan kejadian kemarin sore.
“waduh!!! Kenapa
mataku menjadi hitam seperti ini? Ini pasti gara-gara tadi malam. Ah Bodo’
amat.” Kataku di kamar mandi
Aku langsung
turun, Mama dan Papa sudah menungguku di meja makan. Bi Warni pun sudah
menyiapkan sarapan yang bergizi untukku. Roti, Susu, Selai, dan segelas air
putih, sudah menantiku di bawah. Aku tersenyum lebar saat melihat Mama dan Papa
bisa sarapan bersama, tapi ternyata,,,, aku belum sempat duduk di kursi makan,
tiba-tiba Papa pamit untuk bekerja.
“papa pergi dulu
ya Andi, matamu kenapa hitam begitu?” tanya Papa sambil terburu-buru.
“yah, papa, Andi
kan belum sempat berbicara dengan Papa” jawabku sedih
“sudah lah Andi,
papamu sudah di tunggu di kantor.” Jawab Mama
“Andi jadi nggak
nafsu makan!” jawabku kesal
Tapi, karena aku
menghargai buatan Bi Warni, aku meminum susunya. Dan langsung pergi sekolah,
motor ku hidupkan, dan berpamitan dengan Bi Warni dan Mama sambil menarik gas
motorku. Sesampainya aku di sekolah, aku melihat dari kejauhan, tampak Rio
sedang duduk di bangku taman dekat kantin. Perlahan aku mendekatinya daaan....
“Hayoooo....!!!!
lagi ngapain” kataku sambil mengagetkan Rio
“eh,,, kamu Mas
Bro” jawab Rio kaget
“Lho,,, ternyata
bukan Cuma aku yang punya mata panda? Kamu juga io? Hahaha...” kataku mengejek
“ya’iyalah,
gimana aku nggak shoke, aku lihat kejadian itu, dengan mata kepalaku sendiri.
Gila kamu ya, nabrak cewek yang nggak bersalah!” jawab Rio tampak kesal
“udah lah,
jangan dipikirin, mendingan kita beli sesuatu di kantin” kataku mengajak Rio
“ya udah, yuk”
jawab Rio pasrah
Setelah beberapa
menit di kantin, bel tanda masuk kelas pun berbunyi, aku dan Rio masuk kelas
masing-masing. Pelajaran yang kedua adalah Sejarah, saat itu Pak Guru, sedang
menceritakan sebuah kisah sejarah. Aku benar-benar merasa ngantuk, tak sengaja
kepalaku terletak di atas meja, dan mulai tak sadar, apa yang telah terjadi.
Tiba-tiba...Brakkk... bunyi yang sangat keras itu membangunkanku, ternyata
sebuah penggaris besar berada di depan wajahku. Akupun bangun, aku melihat
teman-teman tertawa, dan di sampingku pak Guru sedang memandangku dengan
tatapan tajam.
“enak ya, sudah
tidur... mimpinya sudah sampai dimana?” tanya Pak Guru
“sudah sampai
Jakarta pak” jawab seluruh teman-teman mengejekku.
“cepat cuci
mukamu sana!” kata pak Guru menyuruhku.
Pak Guru
langsung mencatat namaku di bukunya, sepulang dari WC, pak Guru menyuruhku
untuk menceritakan kembali cerita sejarah tadi. Mana mungkin aku tahu, aku saja
tertidur saat pak Guru bercerita, jadi, aku diam saja dengan wajah tak berdosa.
Pak Guru menghukumku, dia menyuruhku untuk memegang kedua telingaku, dan
mengangkat 1 kaki di depan pintu kelas hingga bel istirahat berakhir. Semua
anak yang melintas, melihat dan mengejekku, termasuk juga Rio.
“hahaha,,,, Mas
Bro! Kamu ngapain kayak kucing kejepit pintu begitu?” tanya Rio mengejek
“ah!!! Diam saja
kamu! Is!” jawabku sambil memukul lengan Rio.
Bel tanda
istirahat berakhir pun di bunyikan, aku masuk kelas dan melanjutkan pelajaran,
proses pembelajaran telah berakhir, aku dan Rio pun pulang bersama. Kali ini,
kami pergi ke sebuah taman, disana kami duduk sambil menikmati suasana yang
menyegarkan. Setelah beberapa menit duduk, tiba-tiba hujan turun rintik-rintik,
kami langsung pulang, dalam perjalanan, hujan semakin deras, jalan semakin
licin. Kami tidak berhenti untuk berteduh, aku langsung saja melanjutkan
perjalanan, dari arah berlawanan, tampak sebuah mobil melaju dengan kencang, dan
aku mendengar teriakan “awas!!! Remnya blong!!!” ketika mendengar itu, aku tak
sempat menghindar, ketika ingin menghindar, mobil itu sudah menyentuh motorku
dan aku tak ingat apa-apa setelah itu.
Saat aku mencoba
membuka mata, aku melihat sosok wanita, yang aku kenal, dia adalah Bi Warni,
saat aku mencoba bergerak, aku merasakan sakit di bagian kepala. Aku tak
percaya, dari kejadian tadi sore yang menimpaku, aku masih di beri keselamatan,
aku masih bisa berkumpul di dunia ini.
“den, udah
sadar? Aduh den, kenapa bisa jadi seperti ini sih?” tanya Bi Warni khawatir
“nggak tahu,
andi nggak ingat apa-apa bi” jawabku lemah
“ya udah, yang
penting, den andi selamat”kata bi Warni
“Mama sama papa
mana bi?” tanya ku
“anu den,,,”
jawab bi Warni terbata-bata
“anu apa?”
tanyaku memaksa
“nyonya sama
tuan nggak bisa kesini, mereka lagi sibuk den.” Jawab bi Warni sambil
menundukkan kepalanya.
“apa!!! Dengan
kondisi seperti ini, mereka masih sibuk dengan pekerjaan mereka? Kenapa sih,
mereka nggak bisa luangin waktu untuk anak mereka! ADUUUH” aku teriak karena
kepalaku sangat sakit gara-gara emosi yang tidak bisa ku tahan.
“den, den Andi
jangan banyak bergerak, den Andi tiduran aja” kata bi Warni mengkhawatirkanku
“memangnya aku
sakit apa sih bi? Kok kepalaku serasa ingin pecah?” tanyaku penasaran
“den Andi nggak
sakit apa-apa kok,” jawab bi Warni sambil tersenyum kepadaku.
“mana Rio bi?”
tanyaku
“oh, mas Rio ada
di kamar sebelah, den” jawab bi Warni
“bagaimana
keadaannya? Dia baik-baik saja kan?” tanyaku khawatir
“iya, dia baik-baik
saja, tapi, mas Rio kaki kirinya patah den.tapi jangan khawatir, dia udah
membaik kok.” Jawab bi Warni
“yang benar saja
bi? ini pasti gara-gara Andi, kalau Andi berhenti saat hujan, pasti Rio akan
baik-baik saja.” Kataku sedih
“udahlah den,
kalau sudah musibah, mau di apakan lagi? Den Andi sekarang istirahat saja”
jawab bi Warni menenangkanku
Malam hari pun
tiba, aku tidak bisa tidur, aku pun tak mengerti, tiba-tiba aku bermimpi,
tentang kecelakaanku kemarin, mimpi itu terus berputar-putar. Hingga aku tiba
di tempat berdinding putih yang kosong. Aku mendengar suara “mana tanggung
jawabmu sebagai anak laki-laki?” kata-kata itu terus menggema di telingaku.
Hingga aku terbangun, dan aku melihat cahaya di balik jendela. Ternyata itu
sudah pagi hari.
“selamat pagi
den. Udah bangun ya? Sekarang den Andi sarapan ya.” Kata bi warni
mengagetkanku.
“ya ampun bi,
bisa nggak bibi itu, nggak ngagetin aku terus” jawabku kesal
“hahaha,,, maaf
ya den” jawab bi Warni bercanda.
Setelah selesai
makan, aku merasa bosan di ruangan itu, jadi aku mengajak bi Warni untuk
jalan-jalan keluar. Aku dan Bi Warni jalan-jalan di sekitar rumah sakit dengan
kursi rodaku, dalam perjalanan, kami melewati seorang dokter lalu dokter itu
menyapa kami.
“selamat pagi
Andi, bagaimana jalan-jalannya?” kata dokter itu
“selamat pagi
juga dok.iya ni, den Andi bosen di dalam kamar terus, jadi saya ajak
jalan-jalan di sekitar sini” jawab bi Warni,
Aku hanya
membalas senyum saja, setelah perbincangan selesai, kami ingin kembali kekamar.
Lalu dokter itu, berbisik dengan bi Warni, aku sedikit mendengar perkataannya
“nanti malam,
ibu ke ruang saya, ya” kata dokter itu
Bi Warni hanya
mengangguk. Aku tak dengar banyak pembicaraannya. Yang jelas nanti malam mereka
akan bertemu di ruang dokter tadi.
Malam hari pun
tiba, waktu menunjukkan pukul 19:00, aku berpura-pura tidur, beberapa menit, Bi
Warni keluar dari kamar. Mengetahui itu, aku langsung beranjak dari tempat
tidurku, dan mengikuti Bi Warni, setibanya di ruang dokter yang menyapaku tadi
pagi. Bi Warni langsung masuk, pintuny di tutup, namun tidak rapat, jadi aku
bisa mengintip dan mendengarkan pembicaraan mereka.
“selamat malam
bu.” Kata dokter (sehabis meniliti suatu penelitian di komputernya)
“selamat malam
dok, ada apa ya malam-malam saya harus kesini?” tanya Bi Warni
“oh, begini bu,
saya Cuma mau memberitahu hasil dari pemeriksaan nak Andi” kata dokter.
“memangnya ada
apa dengan den Andi dok?” tanya bi Warni khawatir.
“seharusnya, ini
menjadi sesuatu yang sudah lama, nak Andi...”
Belum selesai aku
mendengar pembicaraan tersebut, seorang petugas rumah sakit menghampiriku dan
menyuruhku tidur. Aku benar-benar penasaran dengan pembicaraan mereka, jadi,
terpaksa aku harus kembali ke kamarku.keesokan harinya, bi Warni tak bicara
apapun tentang tadi malam,
“bi, tadi malam
bibi jadi ketemu dengan dokter?” tanyaku
“oh, ee anu...
enggak jadi den.” Jawab bi Warni
“kenapa tadi
malam bibi nggak ada di kamar?” tanyaku semaki penasaran
“bibi ke WC,
bibi ada kok. Bibi Cuma sakit perut.” Jawab bi Warni
Dari perkataan
bi Warni, aku tahu, bibi sudah berbohong, aku semakin curiga, jangan-jangan ada
yang tidak beres dengan semua ini. Setelah 2 minggu aku di rawat, aku bisa
kembali sekolah. Di sekolah, aku melihat Rio, dia tersenyum melihatku, aku
langsung melihat kakinya, dia berjalan dengan tongkat, secara tak sadar, air
mataku terjatuh.
“eh, mas Bro!!!
Kenapa nangis?” tanya Rio
“hmm,,, enggak,
aku senang, kamu baik-baik aja” jawabku
Aku senang bisa
melihat semuanya baik-baik saja, namun sekarang, kepalaku jadi sering sakit,
aku pun tak mengerti apa penyakitku. Dan, aku selalu bermimpi hal yang sama
saat di rumah sakti. Semua ini berlangsung beberapa minggu, karena aku
benar-benar penasaran, aku langsung menanyakan hal ini pada bi Warni.
“bi, aku boleh
bertanya?” tanyaku
“boleh dong den,
masak nggak boleh” jawab bi Warni sambil tersenyum
“sebenarnya, aku
sakit apa sih bi?” tanyaku pelan
“den Andi nggak
sakit apa-apa kok” jawab bi Warni
“bohong! Bi,
jujur aja sama Andi bi,” kataku memaksa
“anu den,
sebenarnya den Andi sakit....”
“sakit apa bi?”
aku terus memaksa
“ kanker otak den!sebenarnya penyakit ini
sudah lama ada di dalam tubuh den Andi. Tapi, jujur, bibi baru mengetahui hal
ini den.” Kata bi Warni menjelaskan.
Semenjak Mendengar hal itu, aku benar-benar
sedih, semenjak itu, aku tidak lagi jadi anak yang periang seperti biasanya.
Aku lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar. Suatu malam dokter di rumah
sakit waktu itu datang ke rumah, aku mendengarkan pembicaraan mereka.
“ada apa ya dok,
dokter kemari?” tanya bi Warni
“begini bu, kami
sangat berat hati memberitahukan hal ini, langsung saja, penyakit kanker otak yang
di derita nak Andi, benar-benar mengakibatkan fatal.” Kata dokter
“maksud dokter?”
tanya bi Warni
“hmm,,, umur nak
Andi bisa di perkirakan hanya maksimal 3 bulan” kata dokter
Mendengar
perkataan dokter itu, aku langsung menangis dan pergi ke kamar.
“nggak mungkin!
Nggak mungkin!” kata-kata itu terus ku ulang
Malam itu, mimpi
yang sama terus datang, keesokan harinya, saat di sekolah, aku menceritakan
semua yang terjadi, pada Rio. Seketika itu, Rio juga tidak percaya, dan aku
melihat matanya mulai berkaca-kaca. Ternyata, kemarin Rio mengetahui tempat
tinggal wanita dulu yang pernah ku tabrak. Aku bergegas ingin mencari rumahnya.
Aku dan Rio bersama-sama pergi ke jalan kecil dulu, lalu aku menelusuri
berbagai rumah untuk menemui wanita yang
tak kukenal.
“aduh io, dimana
rumahnya?” tanyaku pada Rio
“aku juga kurang
tahu, kemarin, dia memang tinggal di sekitar sini.” Jawab Rio
Dari kejauhan,
aku mendengar suara sedikit ribut, seperti suara barang jatuh. Lalu aku melihat
kesamping kananku, ternyata ada wanita itu sedang terjatuh, aku langsung
bergegas menghampirinya.
“mbak, anda
tidak apa-apa kan?” tanyaku khawatir
“ya saya nggak
apa-apa.” Jawabnya sambil meraba wajahku
Awalnya aku
heran, kenapa dia meraba wajahku, ternyata wanita ini harus kehilangan
penglihatannya, mungkin gara-gara kecelakaan dulu.
“anda siapa ya?
Tanya wanita itu
“saya Andi, anda
siapa?” jawabku
“saya intan,
kenapa anda bisa disini?” tanya intan
“saya tadi
melihat anda terjatuh, jadi saya cepat-cepat datang kemari.” Jawabku
“oh, terima
kasih ya, saya nggak apa-apa kok.” Katanya sambil tersenyum padaku.
Setelah beberapa
menit berbicara. Aku dan Rio pulang. Malam ini, aku tidak bermimpi seperti
biasanya, akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Keesokan harinya
saat di sekolah.
“hey mas Bo!!!”
Rio menyapaku
“hey.” Jawabku
“ohya,
ngomong-ngomong si Intan itu manis ya” kata Rio
“eleh, kamu ini
nggak bisa liat cewek manis dikit ya” jawabku
“kamu kayak
nggak tahu aku aja.” Katanya
Pulang dari
sekolah, saat aku sedang mengendarai motor, aku terbayang-bayang oleh Intan,
dalam bayangan ini, Intan sedang dalam masalah. Aku tidak bisa tenang dengan bayangan
kali ini, jadi, aku langsung pergi melihat Intan. Sesampainya di sana, ternyata
apa yang sudah aku pikirkan memang terjadi di sana. Aku melihat 2 orang yang
memakai baju hitam, tampak mengendap-ngendap keluar rumah, dengan membawa
beberapa barang. Aku langsung menghampiri mereka.
“maaf, kalian
siapa ya? Kenapa kalian membawa barang-barang milik Intan” tanyaku
Lalu dari dalam,
Intan memanggilku.
“Andi, apakah
itu kamu?”
“ya, Intan,
mereka ini siapa?” tanyaku
Tiba-tiba 2
lelaki tadi menyerangku, untung saja dulu aku pernah ikut karate. Jadi, aku
bisa menangkis serangan mereka. Setelah kupukuli habis-habisan kedua orang itu
langsung lari terbirit-birit.
“ada apa ini?
Kenapa sepertinya ada yang tidak beres? Aku rasa tadi tidak ada siapa-siapa
disini” tanya Intan.
“Intan, sekarang
sudah aman, lain kali, kamu harus hati-hati ya, kamu nggak boleh membiarkan
pintu rumah kamu terbuka seperti tadi.” Jawabku
“memangnya ada
apa di?”tanya nya
“tadi, ada orang
jahat.” Jawabku
“yang benar saja?
Maaf, kamu kan tahu bagaimana kondisi aku. Kalau dulu aku tidak mengalami
kecelakaan, aku pasti masih bisa melihat seperti dulu.” Katanya
“ya, kita duduk
dulu, memangnya dulu kamu kecelakaan dimana? Dan masih ingat kah kamu dengan
orang yang membuatmu seperti ini?” tanyaku penasaran
“ya tentu saja
aku masih ingat. Dan aku nggak akan pernah lupa dengan orang yang pernah
membuatku menderita, sekarang dia nggak mau bertanggung jawab! Aku nggak akan
memaafkan dia kalau dia tidak mau bertanggung jawab” jelasnya padaku
Aku hanya
memandangi wajahnya, dan aku ingat, di saat aku menabraknya dan meninggalkan
dia tergeletak di jalan. Ya, aku baru menyadari bahwa aku benar-benar laki-laki
yang tidak bertanggung jawab. Setelah beberapa jam berbincang, aku pulang. Sesampainya
di rumah, aku merasa kepalaku sangat sakit, Bi Warni menghampiriku.
“den, ada apa?
Ni susunya di minum dulu.” Kata Bi Warni.
“kepala Andi
sakit bi, terima kasih susunya.” Jawabku.
“lebih baik kita
ke rumah sakit aja den.” Kata Bi Warni.
“enggak bi,
mendingan Andi tidur aja ya.” Jawabku
Aku langsung
pergi ke kamar dan tidur. Malam pukul 19:00, Rio datang ke rumah ku.
“asalamualaikum,”
suara Rio dari luar rumah.
“walaikumsalam,
eh io, ada apa ni malam-malam kesini? ” tanyaku sambil membuka pintu.
“nggak apa-apa,
aku Cuma mau main, udah lama aku nggak main ke rumah kamu.” Jawabnya.
“ya udah masuk
dulu yuk, sini biar aku bantu.” Kataku sambil membantu Rio masuk kerumah.
“ya, makasi,
ohya kok sepi banget, mama papa kamu dimana?” tanya nya padaku.
“hmm... kamu
kayak nggak tahu aja, mama papaku kan selalu sibuk, bahkan dengan keadaan aku
seperti ini mereka nggak peduli.” Jawabku
“oh. Ya udah
lah, yang pentingkan aku ada di sini. Ciah” kata Rio sambil bercanda.
“eh, ada Mas
Rio, bentar ya, bibi buatin minum dulu.” Kata bi Warni, yang datang dari dapur.
“ya bi, makasi.”
Jawab Rio
Tiba-tiba, aku
mendapat bayangan yang buruk tentang Intan, dan aku rasa dia benar-benar
membutuhkan bantuan seseorang.
“ee,, maaf io,
aku harus pergi. Kamu ikut aku ya.” Kataku sambil terburu-buru
“memangnya mau
kemana?” tanya Rio
“udah ikut aja.”
Aku sambil menarik tangan Rio.
Kami pun pergi
menuju kerumah Intan.
“lho... den, mau
kemana? Ini minumnya den, deeeen... aduh udah keburu pergi.” Kata bi Warni.
Dalam
perjalanan, bayangan itu terus-terusan ada di kepalaku. Sesampainya di rumah
Intan, aku melihat pintu rumahnya sudah di gembok. Dan disana ada seorang ibu,
aku tidak mengenalnya.
“permisi bu,
saya mau nanya, pintu rumah Intan kok di gembok dari luar ya? Intannya ada di
rumah nggak ya?” tanya ku pada ibu-ibu tadi
“oh, Intan udah
pergi nggak tahu kemana, dia nggak bayar kontrakan 3 bulan, jadi saya suruh dia
pergi.” Jawab ibu tadi.
“apa! Kok ibu
gitu sih! Dia kan nggak bisa lihat, kalau ada apa-apa dengan Intan, ibu mau
tanggung jawab?” kataku khawatir.
“lho! Kok kamu
yang sewot sih! Biarin aja, dia kan nggak bayar.” Jawab ibu tadi.
“ya udah, ni
saya bayar uangnya selama satu tahun.” Kataku sambil mengeluarkan uang.
“ya udah, terima
kasih.” Jawab ibu tadi
Setelah mendapat
uang, ibu tadi langgsung pergi ke rumahnya.
“aduh mas Bro!
Gimana ni, kita cari Intan kemana? Bandungkan luas.” Kata Rio
“aku juga nggak
tahu. Kita coba aja cari di dekat sini.” Jawabku
Sekitar satu
jam, aku dan Rio tetap mencari Intan di jalan. Aku sangat khawatir dengan
keadaan Intan saat ini.
“Mas Bro! Aku
udah capek ni. Lagian sejak kapan sih kamu kayak gini sama Intan?” tanya Rio
“aku juga nggak
tahu. Semenjak waktu kita ketemu sama dia, aku jadi kayak gini. Aku bisa
merasakan kalau dia sedang membutuhkan bantuan.” Jawabku
“berarti kalian
ada ikatan batin donk.” Kata Rio
Di sela-sela
perbincangan kami, aku melihat seorang wanita sedang kebingungan, dan aku rasa
itu adalah Intan.
“Intaaan,,,,”
aku memanggilnya dan langsung turun dari motor
“Andi,,, kamukah
itu.” Tanya nya sambil tersenyum
“iya, ini aku
Andi, kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku sambil memeluk Intan
“ya ampyyuuun,,,
so sweet bangeeeet,,, jadi iri.” Kata Rio iri padaku.
Setelah
menemukan Intan, kami langsung membawanya pulang ke kontrakan Intan,
“aduh, makasi
banget ya di, kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu harus kemana. Ini udah yang
kedua kalinya, kamu bantuin aku.” Kata Intan
“ya, aku janji,
selama aku masih bisa bantuin kamu. Aku akan terus bantuin kamu.” Jawabku.
Semua ini
berlangsung selama 2 bulan 7 hari, aku dan Intan berteman sangat dekat. Bahkan
Rio juga menjadi bagian dari pertemanan kami.
“hey mas Bro!
Lagi ngapain ni?” tanya Rio padaku
“eh, kamu io,
aku lagi duduk aja ni.” Jawabku
“mas Bro! Wajah
kamu pucat amat?” tanya Rio
“ah yang bener
aja? ADUUUH,,, tolong io, kepalaku sakit banget.” Kataku.
Aku langsung di
bawa ke rumah sakit. Aku lupa, kalau sekarang sudah hampir 3 bulan. Saat aku
membuka mata, aku melihat peralatan rumah sakit sudah terpasang di tubuhku.
Kali ini aku mendapat bayangan tentang Intan lagi, aku sangat ingin
membantunya, namun aku tidak bisa bergerak, kepalaku terasa berat. Jadi, aku meminta
tolong dengan Rio. Aku tidak tahu bagaimana keadaan Intan sekarang, aku harap
dia baik-baik saja. 1 minggu sudah berlalu, selama ini, hidupku hanya
kuhabiskan dengan kemoterapi dan tidur di ruangan yang penuh dengan peralatan
rumah sakit dan membosankan. Aku hanya bisa curhat dan bercanda dengan Bi
Warni, kadang-kadang Rio juga datang menjengukku.
“halo Mas Bro!
Apa kabar?” kata Rio
“hey, ya biasa
lah, aku masih kayak begini aja. Sampai waktunya tiba.” Jawabku
“kamu nggak
boleh bilang kayak begitu donk Mas Bro!” kata Rio
“hahaha,,, ya,
ohya gimana keadaan Intan?” tanyaku
“dia baik-baik
aja, dia nyariin Mas Bro tu.” Jawab Rio
“hmmm,,, ohya
nanti, kalau sudah waktunya, kamu harus bawa dia kesini ya.” Bilangku pada Rio
“oke, sip boss!”
jawab Rio.
Pagi, siang, dan
malam, aku habiskan dengan kemoterapi, aku hanya bisa berdo’a untuk kebaikan
semuanya. Rambutku sekarang sudah mulai rontok.
“bi,” kataku
“iya den, ada
apa?” jawab bi Warni.
“Andi mau
ngomong, kalau nanti Andi harus pergi, Andi bersedia mendonorkan mata Andi
dengan Intan, teman Andi.” Kataku
“den, den Andi
nggak boleh bilang begitu, den Andi nggak akan pergi kemana-mana. Bibi janji.”
Jawab bi Warni.
“nggak bisa bi,
sekarang kepala Andi udah nggak berambut seperti dulu, Andi udah nggak kuat
harus hidup dengan keadaan seperti ini.” Kataku.
Bi Warni
langsung memelukku,
Tidak terasa,
waktu terus berjalan hingga 3 bulan. Aku sudah tidak kuat menahan semua ini,
aku langsung memanggil semua orang, untuk masuk ke kamarku. Mama, Papa, dokter,
Rio, Bi Warni dan Intan sudah berada di kamarku. Aku menarik nafas dan mulai
berbicara.
“hmm,,,
semuanya, sekarang Andi harus berbicara, Andi udah nggak kuat dengan semua ini,
kalian jangan nangis donk.”
“Andi, kamu
jangan bilang begitu, kamu pasti bisa.” Kata Intan memberiku semangat.
“enggak Intan,
aku memang harus bilang lebih awal. Ohya satu lagi, sebenarnya, aku adalah
orang yang pernah membuat kamu menderita seperti sekarang. Aku lah orang yang
telah menabrakmu dan meninggalkan kamu tanpa memikirkan keadaan kamu.” Kataku
sambil meneteskan air mata
“hah! Nggak
mungkin, Andi yang aku kenal, adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.”
Jawab Intan tak percaya.
“aku
bersungguh-sungguh. Aku lah orang itu, karena itu aku akan mengganti semua
penderitaan kamu dengan mendonorkan mataku untukmu. Dengan begitu, sekarang aku
sudah bisa menutup mataku dengan tenang.” Kataku
“Andi jangan
pergi, aku mohon.” Jawab semua orang disana
TAMAT...
Pesan:
jadilah orang yang bertanggung jawab
By:
Tri Gustinah
No comments:
Post a Comment