Sunday, June 29, 2014

kumpulan cerpen


SEBUAH TANGGUNG JAWAB

“heey,,, Mas Bro!!!” teriak Rio dari kejauhan. Ya, Mas Bro, itulah panggilanku. Perkenalkan, nama asliku adalah Andi, dan Rio adalah teman dekatku. Kami sudah bersahabat dari kecil, sekarang kami sudah menginjak kelas XII di SMA Negeri 2 Bandung. Aku merupakan anak yang bandel, usil, dan nekad. Aku adalah anak tunggal dari orang tua yang berpenghasilan tinggi. Papa dan Mamaku selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, terkadang, aku benar-benar merasa seperti tak ada gunanya aku mempunyai orang tua. Dari kecil, aku di asuh oleh babysisterku, namanya Bi warni. Mungkin, dari lahir aku sudah di asuh olehnya, bahkan mungkin, orang tuaku tak pernah menimangku sewaktu bayi. Kata Bi warni, saat aku dilahirkan, Papa sedang berada di luar negeri. Setelah usiaku menginjak 1 tahun, Papa baru pulang dari Singapore, namun, Papa tidak selalu menemaniku bermain, saat itu, Papa harus pergi lagi ke luar kota, dan Mama, mulai sibuk dengan arisannya. Aku banyak menghabiskan waktu dengan Bi Warni, bagiku, Bi Warni adalah seorang ibu kandungku, bukan Mama yang selalu menghabiskan waktunya dengan arisan. Bi Warni selalu ada disampingku, di saat aku senang maupun sedih, nah,,, saat umurku 5 tahun, aku mulai kenal dengan Rio, kami berkenalan saat di TK. Rio adalah teman yang sangat baik, dia selalu mengerti aku. Baiklah, kita kembali ke masa sekarang.
“hey Rio!!! Pulang sekolah, kita mau kemana ni?” kataku kepada Rio. (saat pulang sekolah)
“kita ke pegagan tempat biasa aja yuk, gimana?” jawab Rio.
“wah,,, kamu, kerjaannya makan terus!!!” kataku mengejek.
“disana kan, bukan Cuma untuk makan, siapa tahu ada cewek cantik” jawab Rio menghindar
“ah!!! Alasan aja kamu. ya udah, yuk, langsung” jawabku sambil menarik tangan Rio.
Aku dan Rio memang tidak langsung pulang ke rumah, jika sudah pulang sekolah. Kami selalu pergi untuk menikmati suasana, yang paling sering kami incar saat bepergian adalah cewek-cewek cantik, hahaha.... maklum, itu sudah kebiasaan kami. Sesampainya kami di pegagan, Rio mulai merayu cewek di sekitarnya.
“ceweeek,,,,” panggil Rio merayu
“iya” jawab seorang cewek
“lagi ngapain nih?” kata Rio sok kenal
“lagi nyantai aja nih” jawab cewek tersebut
“cewek, kamu tahu gak, apa yang sering membuat bulu kudukku merinding?” kata Rio menggombal.
“gak tahu, emang apa?” jawab cewek, penasaran.
“yang sering buat bulu kudukku merinding adalah di saat aku melihat wajahmu” kata Rio yang semakin menjadi-jadi.
“eleh,,,udah-udah, cewek terus yang di ladenin, makan dulu yuk.” Potongku, di sela-sela pembicaraan mereka.
“ah!!! Kamu gak bisa lihat orang lagi senang!” jawab Rio kesal.
Setelah beberapa menit di pegagan, kami langsung pulang, di dalam perjalanan, aku mulai nakal, aku sengaja mengendarai motorku dengan sangat cepat. Saat kami melewati sebuah jalan sempit, dari jauh, aku melihat seorang cewek yang terus memandangiku, aku mulai mengurangi kecepatan, semakin dekat aku berkendara, semakin tajam pula pandangannya padaku. Aku mulai risih dengan perhatian itu, aku langsung menarik gas motorku. Tiba-tiba, cewek tersebut menyeberang jalan, dengan tidak sengaja, aku menabrak cewek itu. Dia terbaring tak berdaya, dengan luka di dekat mata, karena jalan tersebut sedang sepi, dengan panik, aku langsung melarikan diri. Saat itu Rio juga sangat panik.
“gila kamu! kenapa kamu tabrak cewek itu!?” kata Rio panik
“sudah lah, lebih baik kita pergi saja, dari pada di amuk masa” jawabku gemetaran
Sepeda motorku lari dengan sangat kencang, hingga menuju rumah kami masing-masing, saat tiba di rumah, wajahku benar-benar pucat, aku langsung mengambil segelas air putih untuk menenangkan diri. Lalu, Bi Warni menghampiriku.
“den, kok mukanya pucat, habis ngapain?” tanya Bi Warni, sambil memegang pundakku.
“eh!!! Bi bi, ngagetin aja, nggak apa-apa kok bi, tadi, aku habis itu....” jawabku gagap
“itu apa?” tanya Bi Warni penasaran
“itu,,, ohya, aku habis ulangan matematika, soalnya susah banget, jadi gugup, sampai sekarang belum hilang” jawabku menghindar.
“oh,,, gitu ya, maklum lah den, matematika emang selalu buat anak murid gugup” kata Bi Warni
“ya udah bi, Andi mau mandi dulu ya” jawabku
Aku langsung pergi ke kamar, setelah mandi, aku masih belum bisa melupakan kejadian tadi sore yang telah aku lakukan terhadap seorang wanita yang terus memperhatikanku. Aku heran, kenapa tiba-tiba dia menyeberang jalan, padahal dia sudah tahu ada motor yang melintas saat itu. Aku tak bisa tidur memikirkan itu, aku tak tahu, bagaimana kondisinya sekarang.
“ah!!! Bodoh! Kenapa aku harus memikirkan wanita itu, lebih baik, sekarang aku tidur saja” kataku memarahi diri sendiri.
Keesokan harinya, saat mandi pagi, aku lihat mataku seperti mata panda, karena aku tidak bisa tidur memikirkan kejadian kemarin sore.
“waduh!!! Kenapa mataku menjadi hitam seperti ini? Ini pasti gara-gara tadi malam. Ah Bodo’ amat.” Kataku di kamar mandi
Aku langsung turun, Mama dan Papa sudah menungguku di meja makan. Bi Warni pun sudah menyiapkan sarapan yang bergizi untukku. Roti, Susu, Selai, dan segelas air putih, sudah menantiku di bawah. Aku tersenyum lebar saat melihat Mama dan Papa bisa sarapan bersama, tapi ternyata,,,, aku belum sempat duduk di kursi makan, tiba-tiba Papa pamit untuk bekerja.
“papa pergi dulu ya Andi, matamu kenapa hitam begitu?” tanya Papa sambil terburu-buru.
“yah, papa, Andi kan belum sempat berbicara dengan Papa” jawabku sedih
“sudah lah Andi, papamu sudah di tunggu di kantor.” Jawab Mama
“Andi jadi nggak nafsu makan!” jawabku kesal
Tapi, karena aku menghargai buatan Bi Warni, aku meminum susunya. Dan langsung pergi sekolah, motor ku hidupkan, dan berpamitan dengan Bi Warni dan Mama sambil menarik gas motorku. Sesampainya aku di sekolah, aku melihat dari kejauhan, tampak Rio sedang duduk di bangku taman dekat kantin. Perlahan aku mendekatinya daaan....
“Hayoooo....!!!! lagi ngapain” kataku sambil mengagetkan Rio
“eh,,, kamu Mas Bro” jawab Rio kaget
“Lho,,, ternyata bukan Cuma aku yang punya mata panda? Kamu juga io? Hahaha...” kataku mengejek
“ya’iyalah, gimana aku nggak shoke, aku lihat kejadian itu, dengan mata kepalaku sendiri. Gila kamu ya, nabrak cewek yang nggak bersalah!” jawab Rio tampak kesal
“udah lah, jangan dipikirin, mendingan kita beli sesuatu di kantin” kataku mengajak Rio
“ya udah, yuk” jawab Rio pasrah
Setelah beberapa menit di kantin, bel tanda masuk kelas pun berbunyi, aku dan Rio masuk kelas masing-masing. Pelajaran yang kedua adalah Sejarah, saat itu Pak Guru, sedang menceritakan sebuah kisah sejarah. Aku benar-benar merasa ngantuk, tak sengaja kepalaku terletak di atas meja, dan mulai tak sadar, apa yang telah terjadi. Tiba-tiba...Brakkk... bunyi yang sangat keras itu membangunkanku, ternyata sebuah penggaris besar berada di depan wajahku. Akupun bangun, aku melihat teman-teman tertawa, dan di sampingku pak Guru sedang memandangku dengan tatapan tajam.
“enak ya, sudah tidur... mimpinya sudah sampai dimana?” tanya Pak Guru
“sudah sampai Jakarta pak” jawab seluruh teman-teman mengejekku.
“cepat cuci mukamu sana!” kata pak Guru menyuruhku.
Pak Guru langsung mencatat namaku di bukunya, sepulang dari WC, pak Guru menyuruhku untuk menceritakan kembali cerita sejarah tadi. Mana mungkin aku tahu, aku saja tertidur saat pak Guru bercerita, jadi, aku diam saja dengan wajah tak berdosa. Pak Guru menghukumku, dia menyuruhku untuk memegang kedua telingaku, dan mengangkat 1 kaki di depan pintu kelas hingga bel istirahat berakhir. Semua anak yang melintas, melihat dan mengejekku, termasuk juga Rio.
“hahaha,,,, Mas Bro! Kamu ngapain kayak kucing kejepit pintu begitu?” tanya Rio mengejek
“ah!!! Diam saja kamu! Is!” jawabku sambil memukul lengan Rio.
Bel tanda istirahat berakhir pun di bunyikan, aku masuk kelas dan melanjutkan pelajaran, proses pembelajaran telah berakhir, aku dan Rio pun pulang bersama. Kali ini, kami pergi ke sebuah taman, disana kami duduk sambil menikmati suasana yang menyegarkan. Setelah beberapa menit duduk, tiba-tiba hujan turun rintik-rintik, kami langsung pulang, dalam perjalanan, hujan semakin deras, jalan semakin licin. Kami tidak berhenti untuk berteduh, aku langsung saja melanjutkan perjalanan, dari arah berlawanan, tampak sebuah mobil melaju dengan kencang, dan aku mendengar teriakan “awas!!! Remnya blong!!!” ketika mendengar itu, aku tak sempat menghindar, ketika ingin menghindar, mobil itu sudah menyentuh motorku dan aku tak ingat apa-apa setelah itu.
Saat aku mencoba membuka mata, aku melihat sosok wanita, yang aku kenal, dia adalah Bi Warni, saat aku mencoba bergerak, aku merasakan sakit di bagian kepala. Aku tak percaya, dari kejadian tadi sore yang menimpaku, aku masih di beri keselamatan, aku masih bisa berkumpul di dunia ini.
“den, udah sadar? Aduh den, kenapa bisa jadi seperti ini sih?” tanya Bi Warni khawatir
“nggak tahu, andi nggak ingat apa-apa bi” jawabku lemah
“ya udah, yang penting, den andi selamat”kata bi Warni
“Mama sama papa mana bi?” tanya ku
“anu den,,,” jawab bi Warni terbata-bata
“anu apa?” tanyaku memaksa
“nyonya sama tuan nggak bisa kesini, mereka lagi sibuk den.” Jawab bi Warni sambil menundukkan kepalanya.
“apa!!! Dengan kondisi seperti ini, mereka masih sibuk dengan pekerjaan mereka? Kenapa sih, mereka nggak bisa luangin waktu untuk anak mereka! ADUUUH” aku teriak karena kepalaku sangat sakit gara-gara emosi yang tidak bisa ku tahan.
“den, den Andi jangan banyak bergerak, den Andi tiduran aja” kata bi Warni mengkhawatirkanku
“memangnya aku sakit apa sih bi? Kok kepalaku serasa ingin pecah?” tanyaku penasaran
“den Andi nggak sakit apa-apa kok,” jawab bi Warni sambil tersenyum kepadaku.
“mana Rio bi?” tanyaku
“oh, mas Rio ada di kamar sebelah, den” jawab bi Warni
“bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja kan?” tanyaku khawatir
“iya, dia baik-baik saja, tapi, mas Rio kaki kirinya patah den.tapi jangan khawatir, dia udah membaik kok.” Jawab bi Warni
“yang benar saja bi? ini pasti gara-gara Andi, kalau Andi berhenti saat hujan, pasti Rio akan baik-baik  saja.” Kataku sedih
“udahlah den, kalau sudah musibah, mau di apakan lagi? Den Andi sekarang istirahat saja” jawab bi Warni menenangkanku
Malam hari pun tiba, aku tidak bisa tidur, aku pun tak mengerti, tiba-tiba aku bermimpi, tentang kecelakaanku kemarin, mimpi itu terus berputar-putar. Hingga aku tiba di tempat berdinding putih yang kosong. Aku mendengar suara “mana tanggung jawabmu sebagai anak laki-laki?” kata-kata itu terus menggema di telingaku. Hingga aku terbangun, dan aku melihat cahaya di balik jendela. Ternyata itu sudah pagi hari.
“selamat pagi den. Udah bangun ya? Sekarang den Andi sarapan ya.” Kata bi warni mengagetkanku.
“ya ampun bi, bisa nggak bibi itu, nggak ngagetin aku terus” jawabku kesal
“hahaha,,, maaf ya den” jawab bi Warni bercanda.
Setelah selesai makan, aku merasa bosan di ruangan itu, jadi aku mengajak bi Warni untuk jalan-jalan keluar. Aku dan Bi Warni jalan-jalan di sekitar rumah sakit dengan kursi rodaku, dalam perjalanan, kami melewati seorang dokter lalu dokter itu menyapa kami.
“selamat pagi Andi, bagaimana jalan-jalannya?” kata dokter itu
“selamat pagi juga dok.iya ni, den Andi bosen di dalam kamar terus, jadi saya ajak jalan-jalan di sekitar sini” jawab bi Warni,
Aku hanya membalas senyum saja, setelah perbincangan selesai, kami ingin kembali kekamar. Lalu dokter itu, berbisik dengan bi Warni, aku sedikit mendengar perkataannya
“nanti malam, ibu ke ruang saya, ya” kata dokter itu
Bi Warni hanya mengangguk. Aku tak dengar banyak pembicaraannya. Yang jelas nanti malam mereka akan bertemu di ruang dokter tadi.
Malam hari pun tiba, waktu menunjukkan pukul 19:00, aku berpura-pura tidur, beberapa menit, Bi Warni keluar dari kamar. Mengetahui itu, aku langsung beranjak dari tempat tidurku, dan mengikuti Bi Warni, setibanya di ruang dokter yang menyapaku tadi pagi. Bi Warni langsung masuk, pintuny di tutup, namun tidak rapat, jadi aku bisa mengintip dan mendengarkan pembicaraan mereka.
“selamat malam bu.” Kata dokter (sehabis meniliti suatu penelitian di komputernya)
“selamat malam dok, ada apa ya malam-malam saya harus kesini?” tanya Bi Warni
“oh, begini bu, saya Cuma mau memberitahu hasil dari pemeriksaan nak Andi” kata dokter.
“memangnya ada apa dengan den Andi dok?” tanya bi Warni khawatir.
“seharusnya, ini menjadi sesuatu yang sudah lama, nak Andi...”
Belum selesai aku mendengar pembicaraan tersebut, seorang petugas rumah sakit menghampiriku dan menyuruhku tidur. Aku benar-benar penasaran dengan pembicaraan mereka, jadi, terpaksa aku harus kembali ke kamarku.keesokan harinya, bi Warni tak bicara apapun tentang tadi malam,
“bi, tadi malam bibi jadi ketemu dengan dokter?” tanyaku
“oh, ee anu... enggak jadi den.” Jawab bi Warni
“kenapa tadi malam bibi nggak ada di kamar?” tanyaku semaki penasaran
“bibi ke WC, bibi ada kok. Bibi Cuma sakit perut.” Jawab bi Warni
Dari perkataan bi Warni, aku tahu, bibi sudah berbohong, aku semakin curiga, jangan-jangan ada yang tidak beres dengan semua ini. Setelah 2 minggu aku di rawat, aku bisa kembali sekolah. Di sekolah, aku melihat Rio, dia tersenyum melihatku, aku langsung melihat kakinya, dia berjalan dengan tongkat, secara tak sadar, air mataku terjatuh.
“eh, mas Bro!!! Kenapa nangis?” tanya Rio
“hmm,,, enggak, aku senang, kamu baik-baik aja” jawabku
Aku senang bisa melihat semuanya baik-baik saja, namun sekarang, kepalaku jadi sering sakit, aku pun tak mengerti apa penyakitku. Dan, aku selalu bermimpi hal yang sama saat di rumah sakti. Semua ini berlangsung beberapa minggu, karena aku benar-benar penasaran, aku langsung menanyakan hal ini pada bi Warni.
“bi, aku boleh bertanya?” tanyaku
“boleh dong den, masak nggak boleh” jawab bi Warni sambil tersenyum
“sebenarnya, aku sakit apa sih bi?” tanyaku pelan
“den Andi nggak sakit apa-apa kok” jawab bi Warni
“bohong! Bi, jujur aja sama Andi bi,” kataku memaksa
“anu den, sebenarnya den Andi sakit....”
“sakit apa bi?” aku terus memaksa
 “ kanker otak den!sebenarnya penyakit ini sudah lama ada di dalam tubuh den Andi. Tapi, jujur, bibi baru mengetahui hal ini den.” Kata bi Warni menjelaskan.
 Semenjak Mendengar hal itu, aku benar-benar sedih, semenjak itu, aku tidak lagi jadi anak yang periang seperti biasanya. Aku lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar. Suatu malam dokter di rumah sakit waktu itu datang ke rumah, aku mendengarkan pembicaraan mereka.
“ada apa ya dok, dokter kemari?” tanya bi Warni
“begini bu, kami sangat berat hati memberitahukan hal ini, langsung saja, penyakit kanker otak yang di derita nak Andi, benar-benar mengakibatkan fatal.” Kata dokter
“maksud dokter?” tanya bi Warni
“hmm,,, umur nak Andi bisa di perkirakan hanya maksimal 3 bulan” kata dokter
Mendengar perkataan dokter itu, aku langsung menangis dan pergi ke kamar.
“nggak mungkin! Nggak mungkin!” kata-kata itu terus ku ulang
Malam itu, mimpi yang sama terus datang, keesokan harinya, saat di sekolah, aku menceritakan semua yang terjadi, pada Rio. Seketika itu, Rio juga tidak percaya, dan aku melihat matanya mulai berkaca-kaca. Ternyata, kemarin Rio mengetahui tempat tinggal wanita dulu yang pernah ku tabrak. Aku bergegas ingin mencari rumahnya. Aku dan Rio bersama-sama pergi ke jalan kecil dulu, lalu aku menelusuri berbagai rumah untuk menemui wanita  yang tak kukenal.
“aduh io, dimana rumahnya?” tanyaku pada Rio
“aku juga kurang tahu, kemarin, dia memang tinggal di sekitar sini.” Jawab Rio
Dari kejauhan, aku mendengar suara sedikit ribut, seperti suara barang jatuh. Lalu aku melihat kesamping kananku, ternyata ada wanita itu sedang terjatuh, aku langsung bergegas menghampirinya.
“mbak, anda tidak apa-apa kan?” tanyaku khawatir
“ya saya nggak apa-apa.” Jawabnya sambil meraba wajahku
Awalnya aku heran, kenapa dia meraba wajahku, ternyata wanita ini harus kehilangan penglihatannya, mungkin gara-gara kecelakaan dulu.
“anda siapa ya? Tanya wanita itu
“saya Andi, anda siapa?” jawabku
“saya intan, kenapa anda bisa disini?” tanya intan
“saya tadi melihat anda terjatuh, jadi saya cepat-cepat datang kemari.” Jawabku
“oh, terima kasih ya, saya nggak apa-apa kok.” Katanya sambil tersenyum padaku.
Setelah beberapa menit berbicara. Aku dan Rio pulang. Malam ini, aku tidak bermimpi seperti biasanya, akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Keesokan harinya saat di sekolah.
“hey mas Bo!!!” Rio menyapaku
“hey.” Jawabku
“ohya, ngomong-ngomong si Intan itu manis ya” kata Rio
“eleh, kamu ini nggak bisa liat cewek manis dikit ya” jawabku
“kamu kayak nggak tahu aku aja.” Katanya
Pulang dari sekolah, saat aku sedang mengendarai motor, aku terbayang-bayang oleh Intan, dalam bayangan ini, Intan sedang dalam masalah. Aku tidak bisa tenang dengan bayangan kali ini, jadi, aku langsung pergi melihat Intan. Sesampainya di sana, ternyata apa yang sudah aku pikirkan memang terjadi di sana. Aku melihat 2 orang yang memakai baju hitam, tampak mengendap-ngendap keluar rumah, dengan membawa beberapa barang. Aku langsung menghampiri mereka.
“maaf, kalian siapa ya? Kenapa kalian membawa barang-barang milik Intan” tanyaku
Lalu dari dalam, Intan memanggilku.
“Andi, apakah itu kamu?”
“ya, Intan, mereka ini siapa?” tanyaku
Tiba-tiba 2 lelaki tadi menyerangku, untung saja dulu aku pernah ikut karate. Jadi, aku bisa menangkis serangan mereka. Setelah kupukuli habis-habisan kedua orang itu langsung lari terbirit-birit.
“ada apa ini? Kenapa sepertinya ada yang tidak beres? Aku rasa tadi tidak ada siapa-siapa disini” tanya Intan.
“Intan, sekarang sudah aman, lain kali, kamu harus hati-hati ya, kamu nggak boleh membiarkan pintu rumah kamu terbuka seperti tadi.” Jawabku
“memangnya ada apa di?”tanya nya
“tadi, ada orang jahat.” Jawabku
“yang benar saja? Maaf, kamu kan tahu bagaimana kondisi aku. Kalau dulu aku tidak mengalami kecelakaan, aku pasti masih bisa melihat seperti dulu.” Katanya
“ya, kita duduk dulu, memangnya dulu kamu kecelakaan dimana? Dan masih ingat kah kamu dengan orang yang membuatmu seperti ini?” tanyaku penasaran
“ya tentu saja aku masih ingat. Dan aku nggak akan pernah lupa dengan orang yang pernah membuatku menderita, sekarang dia nggak mau bertanggung jawab! Aku nggak akan memaafkan dia kalau dia tidak mau bertanggung jawab” jelasnya padaku
Aku hanya memandangi wajahnya, dan aku ingat, di saat aku menabraknya dan meninggalkan dia tergeletak di jalan. Ya, aku baru menyadari bahwa aku benar-benar laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Setelah beberapa jam berbincang, aku pulang. Sesampainya di rumah, aku merasa kepalaku sangat sakit, Bi Warni menghampiriku.
“den, ada apa? Ni susunya di minum dulu.” Kata Bi Warni.
“kepala Andi sakit bi, terima kasih susunya.” Jawabku.
“lebih baik kita ke rumah sakit aja den.” Kata Bi Warni.
“enggak bi, mendingan Andi tidur aja ya.” Jawabku
Aku langsung pergi ke kamar dan tidur. Malam pukul 19:00, Rio datang ke rumah ku.
“asalamualaikum,” suara Rio dari luar rumah.
“walaikumsalam, eh io, ada apa ni malam-malam kesini? ” tanyaku sambil membuka pintu.
“nggak apa-apa, aku Cuma mau main, udah lama aku nggak main ke rumah kamu.” Jawabnya.
“ya udah masuk dulu yuk, sini biar aku bantu.” Kataku sambil membantu Rio masuk kerumah.
“ya, makasi, ohya kok sepi banget, mama papa kamu dimana?” tanya nya padaku.
“hmm... kamu kayak nggak tahu aja, mama papaku kan selalu sibuk, bahkan dengan keadaan aku seperti ini mereka nggak peduli.” Jawabku
“oh. Ya udah lah, yang pentingkan aku ada di sini. Ciah” kata Rio sambil bercanda.
“eh, ada Mas Rio, bentar ya, bibi buatin minum dulu.” Kata bi Warni, yang datang dari dapur.
“ya bi, makasi.” Jawab Rio
Tiba-tiba, aku mendapat bayangan yang buruk tentang Intan, dan aku rasa dia benar-benar membutuhkan bantuan seseorang.
“ee,, maaf io, aku harus pergi. Kamu ikut aku ya.” Kataku sambil terburu-buru
“memangnya mau kemana?” tanya Rio
“udah ikut aja.” Aku sambil menarik tangan Rio.
Kami pun pergi menuju kerumah Intan.
“lho... den, mau kemana? Ini minumnya den, deeeen... aduh udah keburu pergi.” Kata bi Warni.
Dalam perjalanan, bayangan itu terus-terusan ada di kepalaku. Sesampainya di rumah Intan, aku melihat pintu rumahnya sudah di gembok. Dan disana ada seorang ibu, aku tidak mengenalnya.
“permisi bu, saya mau nanya, pintu rumah Intan kok di gembok dari luar ya? Intannya ada di rumah nggak ya?” tanya ku pada ibu-ibu tadi
“oh, Intan udah pergi nggak tahu kemana, dia nggak bayar kontrakan 3 bulan, jadi saya suruh dia pergi.” Jawab ibu tadi.
“apa! Kok ibu gitu sih! Dia kan nggak bisa lihat, kalau ada apa-apa dengan Intan, ibu mau tanggung jawab?” kataku khawatir.
“lho! Kok kamu yang sewot sih! Biarin aja, dia kan nggak bayar.” Jawab ibu tadi.
“ya udah, ni saya bayar uangnya selama satu tahun.” Kataku sambil mengeluarkan uang.
“ya udah, terima kasih.” Jawab ibu tadi
Setelah mendapat uang, ibu tadi langgsung pergi ke rumahnya.
“aduh mas Bro! Gimana ni, kita cari Intan kemana? Bandungkan luas.” Kata Rio
“aku juga nggak tahu. Kita coba aja cari di dekat sini.” Jawabku
Sekitar satu jam, aku dan Rio tetap mencari Intan di jalan. Aku sangat khawatir dengan keadaan Intan saat ini.
“Mas Bro! Aku udah capek ni. Lagian sejak kapan sih kamu kayak gini sama Intan?” tanya Rio
“aku juga nggak tahu. Semenjak waktu kita ketemu sama dia, aku jadi kayak gini. Aku bisa merasakan kalau dia sedang membutuhkan bantuan.” Jawabku
“berarti kalian ada ikatan batin donk.” Kata Rio
Di sela-sela perbincangan kami, aku melihat seorang wanita sedang kebingungan, dan aku rasa itu adalah Intan.
“Intaaan,,,,” aku memanggilnya dan langsung turun dari motor
“Andi,,, kamukah itu.” Tanya nya sambil tersenyum
“iya, ini aku Andi, kamu nggak apa-apa kan?” tanyaku sambil memeluk Intan
“ya ampyyuuun,,, so sweet bangeeeet,,, jadi iri.” Kata Rio iri padaku.
Setelah menemukan Intan, kami langsung membawanya pulang ke kontrakan Intan,
“aduh, makasi banget ya di, kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu harus kemana. Ini udah yang kedua kalinya, kamu bantuin aku.” Kata Intan
“ya, aku janji, selama aku masih bisa bantuin kamu. Aku akan terus bantuin kamu.” Jawabku.
Semua ini berlangsung selama 2 bulan 7 hari, aku dan Intan berteman sangat dekat. Bahkan Rio juga menjadi bagian dari pertemanan kami.
“hey mas Bro! Lagi ngapain ni?” tanya Rio padaku
“eh, kamu io, aku lagi duduk aja ni.” Jawabku
“mas Bro! Wajah kamu pucat amat?” tanya Rio
“ah yang bener aja? ADUUUH,,, tolong io, kepalaku sakit banget.” Kataku.
Aku langsung di bawa ke rumah sakit. Aku lupa, kalau sekarang sudah hampir 3 bulan. Saat aku membuka mata, aku melihat peralatan rumah sakit sudah terpasang di tubuhku. Kali ini aku mendapat bayangan tentang Intan lagi, aku sangat ingin membantunya, namun aku tidak bisa bergerak, kepalaku terasa berat. Jadi, aku meminta tolong dengan Rio. Aku tidak tahu bagaimana keadaan Intan sekarang, aku harap dia baik-baik saja. 1 minggu sudah berlalu, selama ini, hidupku hanya kuhabiskan dengan kemoterapi dan tidur di ruangan yang penuh dengan peralatan rumah sakit dan membosankan. Aku hanya bisa curhat dan bercanda dengan Bi Warni, kadang-kadang Rio juga datang menjengukku.
“halo Mas Bro! Apa kabar?” kata Rio
“hey, ya biasa lah, aku masih kayak begini aja. Sampai waktunya tiba.” Jawabku
“kamu nggak boleh bilang kayak begitu donk Mas Bro!” kata Rio
“hahaha,,, ya, ohya gimana keadaan Intan?” tanyaku
“dia baik-baik aja, dia nyariin Mas Bro tu.” Jawab Rio
“hmmm,,, ohya nanti, kalau sudah waktunya, kamu harus bawa dia kesini ya.” Bilangku pada Rio
“oke, sip boss!” jawab Rio.
Pagi, siang, dan malam, aku habiskan dengan kemoterapi, aku hanya bisa berdo’a untuk kebaikan semuanya. Rambutku sekarang sudah mulai rontok.
“bi,” kataku
“iya den, ada apa?” jawab bi Warni.
“Andi mau ngomong, kalau nanti Andi harus pergi, Andi bersedia mendonorkan mata Andi dengan Intan, teman Andi.” Kataku
“den, den Andi nggak boleh bilang begitu, den Andi nggak akan pergi kemana-mana. Bibi janji.” Jawab bi Warni.
“nggak bisa bi, sekarang kepala Andi udah nggak berambut seperti dulu, Andi udah nggak kuat harus hidup dengan keadaan seperti ini.” Kataku.
Bi Warni langsung memelukku,
Tidak terasa, waktu terus berjalan hingga 3 bulan. Aku sudah tidak kuat menahan semua ini, aku langsung memanggil semua orang, untuk masuk ke kamarku. Mama, Papa, dokter, Rio, Bi Warni dan Intan sudah berada di kamarku. Aku menarik nafas dan mulai berbicara.
“hmm,,, semuanya, sekarang Andi harus berbicara, Andi udah nggak kuat dengan semua ini, kalian jangan nangis donk.”
“Andi, kamu jangan bilang begitu, kamu pasti bisa.” Kata Intan memberiku semangat.
“enggak Intan, aku memang harus bilang lebih awal. Ohya satu lagi, sebenarnya, aku adalah orang yang pernah membuat kamu menderita seperti sekarang. Aku lah orang yang telah menabrakmu dan meninggalkan kamu tanpa memikirkan keadaan kamu.” Kataku sambil meneteskan air mata
“hah! Nggak mungkin, Andi yang aku kenal, adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab.” Jawab Intan tak percaya.
“aku bersungguh-sungguh. Aku lah orang itu, karena itu aku akan mengganti semua penderitaan kamu dengan mendonorkan mataku untukmu. Dengan begitu, sekarang aku sudah bisa menutup mataku dengan tenang.” Kataku
“Andi jangan pergi, aku mohon.” Jawab semua orang disana
TAMAT...

Pesan: jadilah orang yang bertanggung jawab
By: Tri Gustinah




















No comments:

Post a Comment

Takdir Menjerit Padaku ... Jiwaku masih terasa tak di sini, rasanya seperti ia terhuyung kesana kemari oleh angin sore. Aku merasa ke...

Baca Ini Dulu Biar sah!