KU
TUNGGU ENGKAU DI RUMAH ALLAH
Mentari pagi tengah menyinari Kota Medan yang indah nan
damai ini, sinar itu seakan membuat kota ini terlihat sangat bersinar. Burung-burung
yang terbang meramaikan langit biru dengan kicauan indah mereka mengiringi
seluruh aktivitas semua orang di sana. Mahasiswa dan mahasiswi di Universitas
Negeri Medan (UNIMED) tengah menjalankan aktivitas mereka, aktivitas yang
sangat padat.
Braak!!! Dua orang yang
tengah terburu-buru berjalan, saling terhantam, dan menyebabkan barang-barang
mereka terhempas di tanah.
“maaf, saya tidak
sengaja” kata seorang lelaki sembari membantu membereskan buku-buku.
“tidak, saya yang minta
maaf” jawab sang wanita dengan terburu-buru.
Buku-buku yang sudah
ditumpuk jadi satu telah di angkat dan di letakkan di dada sang wanita. Ketika
mereka berniat untuk pergi, tanpa sengaja mereka saling berpandang-pandangan.
Angin tenang tiba-tiba menerpa mereka, menyebabkan rambut sang pria dan
kerudung si wanita berterbangan, rasa terpesona akan penampilan dari orang yang
berada di hadapan mereka tiba-tiba muncul, mata cokelat yang di miliki oleh
sang pria benar-benar mempesona, wajahnya yang berkarisma serta tubuh tegapnya
seakan telah melengkapi kesempurnaan. Di samping itu, sang pria juga terpesona
dengan wanita di hadapannya, bola mata hitam, bulu mata yang lentik, hidung
yang mancung, benar-benar telah mengetuk-ngetuk hatinya.
“astagfirullah!” kata
si wanita sambil mengalihkan perhatiannya dari sang pria.
“maaf, hmm,,,” jawab
sang pria “perkenalkan, nama saya Bagas, kamu?” ujar Bagas sambil mengulurkan
tangannya.
“saya Aisyah, maaf.”
Aisyah tampak sangat malu-malu, dan bersegera meninggalkan tempat tersebut.
Bagas hanya
memperhatikan Aisyah berlalu di hadapannya, dia benar-benar tidak bisa
berkata-kata lagi, wajah Aisyah yang sangat cantik dan anggun benar-benar
membuka pintu hatinya. Tersadar dari lamunannya, Bagas baru ingat bahwa dia
harus mengikuti kuis di jam pertama, dia langsung mengambil langkah seribu
untuk sampai ke ruangan. “maaf terlambat,” ujarnya ketika sampai di ambang
pintu ruangan. Seisi ruangan hanya terpaku memandangnya masuk dan duduk di
kursi, ruangan ber- AC itu benar-benar membuat semuanya semakin membeku. Di
sisi lain, Aisyah juga sering melamun setelah kejadian itu, buku yang ada di
hadapannya sedari tadi hanya di bolak-balik saja tanpa ada yang di baca,
pikirannya terus melayang memikirkan lelaki yang tengah mempesona hatinya.
“astagfirullah!!!
Kenapa aku jadi memikirkan lelaki tadi? Ya Allah,,, ampuni dosa hambamu ini ya
Allah” ujar Aisyah dalam hati, sembari mengusap-usap wajahnya dengan kedua
telapak tangan.
Waktu terus berjalan,
seluruh mahasiswa berhamburan keluar dari kamupus mereka, matahari siang yang
terik mulai terasa. Aisyah berjalan menuju halte di depan kampus, dengan buku,
Ia menutupi sebagian wajahnya, tiba-tiba, sebuah bayangan tinggi menutupi sinar
matahari yang tengah menyinari Aisyah, suasana menjadi teduh, Aisyah pun
melirikkan matanya ke samping kiri, ternyata Bagas sedang berdiri di
sampingnya. Lelaki yang pernah Ia temui tadi pagi, bau parfume yang Bagas
pakai, menyengat ke dalam hidung Aisyah, jantung Aisyah berdegup, Ia merasa
gugup berada di dekat lelaki yang pernah mempesonakan hatinya. Beberapa meter
mereka berjalan, Aisyah semakin gugup, “apa yang Ia lakukan di situ?” Tanya
Aisyah pada dirinya sendiri, Aisyah berpikir bahwa Bagas akan meneduhkannya
hingga ke Halte nanti, wajah Aisyah berubah menjadi merah, Ia benar-benar malu
dan gugup. “apa yang harus aku lakukan? Mau apa dia berlama-lama di sana?”
Tanya Aisyah dengan sangat penasaran. Bagas masih berjalan di sampingnya,
tiba-tiba Bagas membelokkan badannya ke tempat parkir di dekat gerbang, rasa teduhnya
seketika hilang, Aisyah merasa malu, karena dirinya berpikir yang aneh-aneh
soal kedekatan mereka ketika berjalan tadi, rasa kesal dan malu benar-benar
sudah menyelimuti diri Aisyah, dengan segera Ia pergi ke Halte di depan sana.
Matahari sudah
sepenuhnya menutup diri, lampu-lampu jalan telah menyinari seisi kota. Tas
gendong yang terhempas di atas ranjang empuk, dan lelaki bernama Bagas ini
menjatuhkan tubuhnya di atas sana. Pikiran Bagas yang masih tidak tentu arah,
hatinya benar-benar senang sehingga membuatnya terasa di kelilingi bunga yang
sangat wangi. “ya Tuhan, cantik sekali wanita yang bernama Aisyah itu.” Bagas
langsung beranjak dari tempat tidur dan duduk melipat kakinya serta meletakkan
kedua tangannya di atas ranjang, Ia menyilangkan jari-jemarinya, dan mulai
berdo’a. “Ya Tuhan Yesus, sang juru selamat di dunia ini, tunjukkan lah jalan
untukku, jadikanlah Aisyah itu menjadi milikku, aku ingin dia bisa menjadi istriku
kelak, tunjukkanlah cinta kasihmu kepada ku, amien!” do’a yang benar-benar
khusyuk Ia panjatkan kepada Tuhan agar bisa mendapatkan wanita yang Ia suka.
Setelah berdo’a, suara terdengar dari luar. “Bagas, kamu di dalam nak?” teriak
Ibunda.
“iya ma,” jawab Bagas.
Sambil membuka
perlahan-lahan pintu kamar, Ibunya masuk dan duduk di bibir ranjang. “Bagas,
Mama boleh nanya?”
“boleh, mau nanya apa
ma?” Tanya Bagas sambil membenarkan posisi duduknya di atas lantai kamar.
“kamu kan sudah dewasa,
kamu juga sudah punya perusahaan peninggalan Papamu, segalanya yang kamu mau
sudah ada. Tapi Mama belum pernah melihat calon kamu, kapan kamu akan menikah?”
pertanyaan frontal keluar dari bibir Ibunya.
“menikah!? Hmm,,,
tenang Ma, Bagas akan bawakan calon Bagas untuk Mama.” Jawab Bagas semangat.
“benarkah? Siapa
orangnya?” Ibunya semakin bersemangat.
“nanti lah, Bagas akan
perkenalkan dia ke Mama.”
Sebetulnya Bagas belum
siap untuk menikah, tapi, dia tidak ingin Ibunya kecewa, jadi, dia memutuskan
untuk segera mencari pasangan untuk ke jenjang yang lebih serius. Lalu, sontak
Bagas teringat akan wanita yang Ia suka, yaitu, Aisyah.
Keesokan harinya, Bagas
bergegas mencari Aisyah, yang ketika itu sedang berada di perpustakaan. Dengan
khimar panjang nan rapi, baju kurung yang polos dan rok panjang menutupi mata
kaki, membuat Aisyah terlihat sangat anggun, duduk di bangku perpustakaan yang
rendah, dan beberapa buku yang tergeletak di atas meja. Bagas mulai memasuki
perpustakaan, dan mendekat. “selamat pagi” sapanya
“wa’alaikumsalam” jawab
Aisyah.
“oh,, maaf, maksudku
Asalamualaikum” ulang Bagas gugup. Parfume yang di pakainya tercium oleh hidung
Aisyah, bau parfume yang sudah menjadi khas Bagas, yaitu parfume Casablanca.
Mencium bau itu, Aisyah mendongakkan kepalanya ke atas. Aisyah benar-benar
kaget akan seseorang yang ada di hadapannya saat itu, lelaki yang pernah
membuat jantungnya berdegup kencang, sekarang berada di hadapannya dan menyapa
dirinya. Dengan senyum manis sekaligus guguplah ia membalas perkataan Bagas.
“maaf mengganggu, kamu
sedang sibuk?” Tanya Bagas
“hmm,,, ti,, tidak.
Kenapa?” jawab Aisyah gugup
“nanti sore ada acara?”
“ti,,, tidak” jawab
Aisyah singkat sambil menundukkan kepalanya
“kamu mau menemaniku
makan? Cuma sebentar” pinta Bagas
“ee,,, kemana? Maaf,
saya tidak bisa, saya tidak terbiasa pergi dengan seseorang yang bukan muhrim
saya” sahut Aisyah.
“baiklah, kalau begitu,
jadikan aku muhrimmu” kata Bagas frontal.
Aisyah mendongak dan
menatap Bagas. “kamu yakin?”
“tentu saja, dengan
berpacaran, aku bisa menjadi muhrimmu kan?”
“tidak! Bukan itu
maksudku, jika kamu ingin menjadi muhrimku, pergi lah menemui Abi di rumah.”
Potong Aisyah
“hanya dengan menemui
ayahmu? Itu gampang, aku akan menemui ayahmu nanti malam” jawab Bagas dengan
percaya diri.
“maaf, saya harus
kembali ke kelas” kata Aisyah mengakhiri perbincangan mereka.
Ketika pulang kuliah,
Bagas pergi ke gereja di pusat Kota. Dengan sebuah sepeda motor, dia melaju
menyusuri jalan. Sesampainya di sana, Ia memarkirkan motornya dan mulai
menapakkan kakinya menuju gereja terbesar di Kota itu. Membuka perlahan-lahan
pintu gereja, alunan music rohani yang dinyanyikan oleh paduan suara di sana
membuat hati Bagas menjadi tenang, lagu-lagu pujian yang mengalun mengitari
telinganya, benar-benar merdu. Bagas menduduki salah satu kursi panjang dan
menyilangkan jari-jemarinya, serta memejamkan matanya dengan khusyuk. “Tuhan,
kali ini, aku ingin minta lagi, minta sesuatu yang akan aku jalani, lancarkan
lah niatku untuk menemui Ayah Aisyah nanti malam, lancarkanlah dengan cinta
kasihmu Tuhan. Aku tidak ingin Mama kecewa, aku pun sudah cukup umur untuk
memiliki seorang istri, jika Aisyah ingin menjadi pacarku, aku akan menjaganya
dengan baik hingga ke pelaminan nanti. Tuhan, kabulkan lah do’aku. Amien.” Do’a
yang dipanjatkannya di depan sebuah patung Yesus yang sangat besar, ia
panjatkan dengan sangat khidmat. Setelah mamanjatkan do’a, Bagas menyandarkan
punggungnya di sandaran kursi panjang, Ia melihat paduan suara yang sedang
berlatih, suara merdu mereka dan kekompakan mereka, memukau hati Bagas,
walaupun dia masih menyimpan rasa gugup, untuk menemui Ayah Aisyah nanti malam.
Angin sore menerpa
gorden jendela kamar Aisyah. Sensasi sejuk dan tenang menyelimuti tubuh Aisyah
yang saat ini sedang duduk di bibir ranjang sambil membaca Al-Qur’an.
Pikirannya masih tidak tentu arah, ada sesuatu yang masih dipikirkan sejak tadi
pagi, sesuatu yang kedengarannya sangat serius. Aisyah menutup Al-Qur’annya,
dan meletakkannya di atas meja kecil di samping ranjang. Aisyah belum pernah
merasakan ini sebelumnya, semenjak pertemuannya dengan Bagas beberapa waktu
lalu, Aisyah benar-benar merasakan hal yang berbeda, banyak lelaki yang pernah
Ia temui, tapi baru kali ini Bagas lah yang dapat membuat hatinya bergetar
sangat kuat. Matahari semakin menutup dirinya, dan suara Adzan Maghrib mulai
terdengar. Aisyah langsung bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat
maghrib. Kedua salam mengakhiri sholatnya, dengan menyebut istigfar, Aisyah
mulai menadahkan kedua tangannya ke atas, dia mulai mengadu kepada Allah, tuhan
sang pemilik seluruh apa yang dimiliki oleh makhluknya. “Ya Allah, tuhan yang
Maha segalanya, hamba mohon ampun atas segala dosa yang telah hamba lakukan
hari ini dan hari-hari sebelumnya, berilah hamba petunjuk untuk dapat
melupakannya, Ya Allah, hamba benar-benar tidak mengerti dengan perasaan yang
sedang ada di benak hamba saat ini Ya Allah, jika memang engkau punya rencana,
biarkanlah hamba menerimanya. Jika perasaan hamba kali ini adalah rasa cinta
terhadap seorang lelaki, hamba mohon berilah lelaki yang memang pantas untuk
hamba cintai dan tidak melebihi cintaku pada-Mu Ya Rabb. Jika lelaki ini memang
pilihan engkau, berilah lelaki itu keberanian untuk segera menjadikan rasa ini,
rasa yang sah dan halal untuk hamba rasakan, berilah Ia keberanian untuk
bersegara menjadikan hamba sebagai wanita yang dapat Ia cintai secara sah dan
masih tetap dalam naungan-Mu. Jadikan Ia seorang imam yang dapat menuntun hamba
ke jalan yang lurus dan tegurlah Ia jika perlakuannya menyimpang. Hamba mohon
petunjuk-Mu Ya Rabb, Aamiin YaRabbal’alamin.” Do’a yang sangat khusyuk dan
benar-benar dihayati oleh Aisyah ini membuatnya meneteskan air mata. Dengan
tangan lembutnya, Ia mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya, Aisyah
membuka perlahan mukena yang tengah dipakainya.
“Assalamualaikum” suara
seorang wanita, sembari membuka pintu kamar Aisyah.
“Wa’alaikumsalam” jawab
Aisyah sambil mengarahkan pandangannya ke pintu, wanita itu adalah Ibunya,
Aisyah tidak ingin memperlihatkan bahwa dia habis menangis, Aisyah langsung
menundukkan kepalanya.
“kamu baik-baik saja
Aisyah?” Tanya Ibunya
“iya Ummi.”
“jangan bohong, mari
ceritakan apa masalahmu?” kata Ibu sambil menyentuh dagu Aisyah dan
mendongakkan kepala Aisyah dengan perlahan. “cerita lah” pinta sang Ibu.
Aisyah memandang mata
Ibunya sejenak. “Ummi, apakah Ummi pernah merasakan perbedaan ketika Ummi
bertemu dengan Abi?”
Ibunya langsung
memasang wajah heran, tapi seketika juga berubah menjadi senyuman manis. “Ummi
tahu, kamu akan merasakan hal ini, usiamu memang sudah cocok untuk hal ini.
Aisyah, siapakah lelaki itu?”
Aisyah menundukkan kepalanya
lagi. “Aisyah belum mengenalnya lebih dalam Ummi, namanya Bagas, awal kami
berjumpa secara tidak sengaja, dan hal itu masih membekas di hati, apakah
Aisyah telah berdosa Ummi?”
“Aisyah, kita adalah
manusia, Allah menciptakan manusia untuk saling mencintai, tapi tidak melebihi
cinta kita untuk-Nya, Allah menciptakan manusia memang untuk
berpasang-pasangan, tapi bukan untuk melanggar perintah-Nya. Kamu wajar bila
merasakan hal ini, karena Allah memang menciptakan kita dengan hati yang
memiliki perasaan.”
“tapi Ummi,,,,” Aisyah
belum sempat menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba dari luar rumah terdengar
suara.
“selamat malam”
“ya,” jawab Ayah Aisyah
“maaf mengganggu pak,
boleh saya bicara dengan bapak?”
“boleh,,, silahkan
masuk”
Lelaki itu masuk dan duduk
di sofa yang ada di ruang tamu.
“Ummi, itu siapa ya?”
Tanya Aisyah
“Ummi tidak tahu, lebih
baik kita lihat saja.”
Aisyah dan Ibunya
beranjak dari tempat duduk mereka, dan mulai mengintip dari celah pintu kamar.
Aisyah benar-benar terkejut melihat apa yang ada di hadapannya saat ini,
jantungnya berdegup dengan sangat kencang, keringatnya bercucuran membasahi
sebagian tubuhnya, dan rasa khawatir serta bangga mulai menyelimuti dirinya.
Bagas! Bagas ada di ruang tamunya saat ini, Aisyah tidak pernah menyangka bahwa
Bagas benar-benar datang menemui ayahnya malam ini. Aisyah langsung masuk ke
kamar, dan duduk kembali di bibir ranjang.
“ada apa Aisyah?” Tanya
Ummi
“Ummi, apakah Aisyah
bermimpi?”
“tidak sayang, ada apa?
Kamu mengenal pemuda itu?”
“dia! Dia orangnya
mi,,, dia itu yang namanya Bagas.” Jawab Aisyah dengan gemetaran
“benarkah? Mau apa dia
kemari?” Tanya Ibu
“dia, tadi siang,
bilang, bahwa dia ingin menjadi muhrim Aisyah Mi,,, dan dia berjanji bahwa
malam ini dia akan menemui Abi secara langsung”
“wah!!! Bagus,,, itu
baru namanya calon imam yang baik, lebih baik kita lihat apa tindakannya
setelah ini” kata Ibunya bersemangat.
Mereka kembali
mengintip di balik celah pintu kamar. Terlihat di ruang tamu, Bi Darmi tengah
menghidangkan dua cangkir teh di meja. Pembicaraan yang memang tampak serius,
terjadi di sana. Aisyah benar-benar senang, karena Bagas berani menemui
ayahnya.
“memangnya apa yang
membuat kamu tertarik dengan putri saya?” Tanya Ayah Aisyah
“ketika kami baru
bertemu, saya merasakan ada getaran di hati, dan saya tidak bisa melupakannya,
putri bapak benar-benar sudah mempesonakan hati saya. Putri bapak juga sangat
rajin beribadah, sama seperti saya, jika kami sama-sama punya kebiasaan
beribadah kepada Tuhan, maka kami akan melangsungkan hubungan kami dengan
harmonis” jawab Bagas dengan percaya diri.
Ayah Aisyah tampak
heran, “boleh saya lihat KTP anda?”
“boleh, ini pak” jawab
Bagas sambil menyodorkan KTP nya.
Ayah Aisyah
memperhatikan benar-benar tulisan yang tertera di situ. Ketika di barisan Agama : Kristen. Beliau terkejut, namun
masih tetap terlihat tenang di hadapan Bagas. “hubungan apa yang kamu
inginkan?”
“tentu saja,
berpacaran, pak…. Boleh saya Tanya sekali lagi, siapa nama bapak?” Tanya Bagas
“saya Zaenal, untuk apa
anda berpacaran?” Tanya Pak Zaenal
“tentu saja untuk
mengenal putri bapak semakin dalam”
“pulang lah,,,,” kata
Pak Zaenal sembari mengembalikan KTP Bagas.
“lho, kenapa pak? Oh,,,
saya belum bilang ya, pak, saya punya perusahaan, dan saya sebentar lagi akan
melaksanakan wisuda, bapak jangan khawatir soal biaya hubungan kami nanti.”
Bisik Bagas
“bukan itu masalahnya,
pulang lah! Putri saya, tidak akan menjadi kekasihmu! Pulang lah, cari lah
wanita lain, yang seagama denganmu” jawab Pak Zaenal ketus.
“tapi pak”
“sudah lah,,, maaf,,,
saya harus lakukan ini, karena saya tidak mau, putri saya terjerumus ke lubang
yang sama bersama kamu.”
Pak Zaenal terus
memaksa Bagas untuk menyudahi hal ini. Aisyah sangat kaget melihat perlakuan ayahnya
terhadap Bagas, entah apa yang sebenarnya dirasakan oleh Aisyah, tapi, dia
benar-benar sedih ketika itu. Setelah Bagas pergi, Aisyah keluar kamar, dan
menghampiri ayahnya.
“Abi, ada apa?” Tanya
Aisyah
“dia yang akan menjadi
calon suami mu? Tidak! Abi tidak akan membiarkan kamu menjalin hubungan dengan
lelaki kafir itu!”
“maksud Abi?” Tanya
Aisyah semakin penasaran.
“dia nasrani Aisyah!
Sudah lah, jangan mengaharapkan dia lagi, masih banyak lelaki muslim yang
pantas untukmu!” jawab Ayahnya sembari pergi ke kamar.
Aisyah terpaku
mendengar perkataan ayahnya barusan, hatinya benar-benar terasa ditusuk ribuan
pedang tajam, nafasnya sesak, lehernya terasa di cekik, dan air matanya
meronta-ronta ingin keluar. Ibunya menghampiri Aisyah dan berusaha menenangkan
Aisyah. “sudah lah Aisyah.” Aisyah masih terdiam, perlahan-lahan air matanya
jatuh menuruni pipinya yang lembut, dia langsung duduk di sofa.
“tidak apa-apa Aisyah,
dia memang bukan lelaki yang tentukan Allah, suatu hari nanti, akan ada lelaki
yang lebih pantas” kata Ibunya sembari mengusap air mata Aisyah.
Lampu-lampu jalan
tengah menyinari jalan raya yang sangat padat, suara klakson dari setiap
kendaraan menghiasi suasana di sana. Dengan sepeda motor, Bagas menelusuri
jalan raya, hatinya tidak berhenti bertanya-tanya, apa yang sebenarnya membuat
Ayah Aisyah tiba-tiba menyuruhnya pulang. Bagas memberhentikan motornya di
parkiran sebuah gereja, dirinya mulai melangkah masuk ke dalam gereja. Dia
mulai berbicara kepada seorang Pastur di sana. “Bapa, apa yang harus saya
lakukan? Saya ingin wanita yang bernama Aisyah, bisa menjadi istri saya.”
“jangan pernah
menyerah” jawab Pastur singkat.
Bagas membalikkan
tubuhnya, Ia memilih untuk duduk di salah satu kursi panjang, dan menenangkan
pikirannya. Hatinya masih bertanya-tanya perihal kejadian yang baru saja Ia
alami, rasa bingung, sedih dan penasaran benar-benar telah menghantuinya. Dia
terpaku memandang patung Yesus yang terpajang di depannya, matanya mulai
berkaca-kaca, perlahan air matanya jatuh, dia tidak mengerti kenapa Ia bisa
menangis, sebelumnya dia tidak pernah menangis, walaupun hal itu benar-benar
menyedihkan, tapi, kali ini, hatinya benar-benar sedih, apakah mungkin ini ada
kaitannya dengan rasa cinta yang besar kepada Aisyah?
Burung-burung kembali
menghiasi langit pagi ini. Para mahasiswa sedang mengerjakan aktivitas mereka
masing-masing, termasuk juga Aisyah, pagi ini, dia memilih untuk duduk di taman
kampus sambil membaca Al-Qur’an. Senandung ayat-ayat Al-Qur’an yang di bacanya,
mengurangi perasaan yang bercampur aduk di kepalanya perihal kejadian tadi
malam. Pagi ini, tidak secerah pagi kemarin, langit tampak mendung, dan bisa
diperkirakan akan turun hujan sebentar lagi. Aisyah menutup Al-Qur’annya, dan kepalanya
mulai mendongak ke atas, melihat langit yang sudah tidak berwarna biru,
melainkan berwarna abu-abu pekat. Karena takut kehujanan, Aisyah memilih untuk
pergi dari tempat itu dan duduk di tempat yang lebih teduh, di langkahkannya
kaki ke dalam kampus, tiba-tiba dari arah berlawanan, terlihat Bagas sedang
berjalan sambil memainkan telepon selulernya. Aisyah tidak ingin bertemu dengan
Bagas, dia sangat malu pasca kejadian tadi malam, Aisyah memilih untuk
membalikkan badannya, dan berusaha untuk tidak terlihat oleh mata Bagas. Bagas
berlalu begitu saja di belakang Aisyah, kali ini, Aisyah benar-benar bimbang,
padahal sudah jelas-jelas bahwa Bagas bukanlah lelaki yang pantas untuknya,
tapi, tak semudah itu untuk bisa melupakan seseorang yang telah membuka pintu
hatinya. Bahkan Aisyah merasa bahwa Bagas lah lelaki itu, Bagas lah yang akan menjadi
suaminya kelak. Tapi tentu saja itu hal yang mustahil, Ayahnya tidak akan
merestui hubungan mereka begitu juga dengan Allah, sangat diharamkan jika
seorang wanita muslim menikah dengan lelaki non muslim, hal ini benar-benar
membingungkan hati Aisyah. Dia teringat dengan satu hal yang dapat menenangkan
hatinya, yaitu sholat, pagi ini, sebelum jam pertama dimulai, Aisyah pergi ke
mushollah kampus untuk melaksanakan sholat Dhuha. Setelah meletakkan tas
slempangnya, dan segera mengambil wudhu, Aisyah belum sepenuhnya tenang,
diputarnya keran, kemudian, keluar air yang sangat jernih, dibasuhnya wajah,
hingga telapak kaki. Sensasi sejuk benar-benar telah menyelimutinya, semua
beban pikiran dan masalah, seakan ikut mengalir bersama air wudhu yang
berjatuhan dari wajahnya. Tidak ingin berlama-lama, Aisyah langsung
melaksanakan sholat Dhuha.
Kedua salam, mengakhiri
sholat, berdzikir dan berdo’a adalah salah satu cara yang di pilih Aisyah untuk
permasalahannya. Hatinya mulai tenang, ketika usai melaksanakan sholat, diapun
memilih untuk beraktivitas kembali. Dengan sepasang kaus kaki, Ia menutup
bagian kakinya yang halus, Aisyah bangkit dan semangatnya kembali untuk
beraktivitas.
Jam pertama telah usai,
setelah berbincang dengan temannya, Aisyah merasakan perutnya sedang
keroncongan, Ia pun pergi ke kantin kampus, di sana, Ia membeli beberapa roti
dan sebotol minuman dingin, lagi-lagi, di sana, Ia bertemu dengan Bagas, Aisyah
menghindar dengan berpura-pura pergi ke WC di dekat kantin, setelah 5 menit di
dalam sana, Aisyah keluar, dan Bagas sudah tak ada lagi si sekitar kantin.
Aisyah pun memilih pergi ke taman kota untuk melakukan hal yang sudah sangat
biasa Ia lakukan, yaitu membaca Al-Qur’an. Di bawah pohon yang rindang nan
sejuk, dan di atas hamparan rerumputan hijau Ia jatuhkan tubuhnya dan
menyandarkan punggungnya di batang pohon yang rindang itu. Dibukanya perlahan
sebuah kitab suci, dan mulai dibacanya dengan khusyuk, ayat-ayat suci yang Ia
lantunkan, benar-benar membuat suasana semakin membaik dan semakin bersemangat.
Angin sepoy-sepoy yang menerpa khimarnya terasa sangat nyaman, bunga-bunga di sekitar
taman mulai mengeluarkan bau yang sangat harum, semuanya terasa lengkap. Hidung
Aisyah yang mancung menikmati wewangian yang sedang dinikmatinya, namun, semakin lama, bau
bunga-bunga di sana menjadi berbeda, bau yang aneh, baunya tidak seperti sebelumnya,
harum yang kali ini Aisyah cium benar-benar mengingatkan sesuatu, harum yang
sangat berbeda, harum buatan manusia, bukan buatan alam, harum yang sudah bisa
di kenal. Aisyah memberhentikan sejenak bacaan Qur’annya, lalu dia membawa
matanya berkeliling taman, dari mana kah asal bau itu, bau itu benar-benar
telah menjadi ciri khas, lalu, Aisyah melihat ke belakang pohon, tak salah
lagi, hidungnya tidak pernah salah, ini adalah bau parfume Casablanca, parfume
seorang lelaki bernama Bagas. Aisyah terkejut melihat Bagas sedang menyandarkan
tubuhnya di samping pohon dan menyilangkan kedua lengannya di depan dada,
dengan posisi berdiri, dan pandangannya lurus ke depan. Aisyah berusaha
menghindar lagi, dia segera beranjak dari tempatnya, namun, sebelum Ia
beranjak, Bagas angkat bicara. “jangan menghindar lagi, aku tahu, kamu berusaha
untuk menghindar, pertama, ketika pagi tadi, kau berpura-pura tidak
memandangku, kedua, ketika kau berpura-pura pergi ke WC dan sekarang, kau ingin
menghindar lagi?” kata Bagas dengan tatapan yang masih lurus, Aisyah hanya
terdiam. “sebenarnya apa yang membuatmu menghindar? Apa karena kegagalanku
dalam melamarmu kemarin malam? Atau karena aku adalah pemuda Kristen?” lanjut Bagas,
namun, Aisyah tidak mengeluarkan sedikitpun kata-kata. “Aisyah katakan! Apa
yang harus aku lakukan agar Ayahmu dapat menerimaku, jangan diam saja”
Aisyah mulai menjawab
“aku tidak tahu! Maaf” sembari pergi meninggalkan Bagas yang masih berdiri di
dekat pohon.
Bagas tidak ingin
dirinya terus dihantui oleh perasaan yang penasaran ini, pulang kuliah, Ia
bergegas membuka laptopnya dan menyambungkan dengan jaringan internet, lalu, dicarinya
apa sebab, seorang wanita muslim menolak pria Kristen. Dibacanya sebuah artikel
tentang tema yang Ia cari, ternyata, dalam agama muslim, sangat diharamkan bila
menikah dengan lain agama. Bagas masih tidak mengerti, dibacanya seluruh
artikel, di situ hanya di jelaskan tentang pernikahan dan beberapa syarat
menikah. Semua ini belum cukup, Bagas masih penasaran, namun, dirinya harus
menunda pencarian di internet, karena dia harus pergi rapat 30 menit lagi. Ia
mengganti pakaiannya dengan kemeja hitam polos, dan celana jeans, beberapa map
dibawanya, Ia harus bergegas, jika tidak ingin terlambat. Dalam hatinya masih
bertanya-tanya kenapa ini terjadi pada dirinya.
Memasuki kamar yang
wangi dan bernuansa hijau, Aisyah meletakkan dengan perlahan tas slempangnya di
atas meja kecil dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Hari ini, dia
benar-benar kelelahan dengan aktivitas di kampus. Hal yang sama masih Ia pikirkan,
yaitu Bagas, aneh sekali rasanya, Aisyah pikir, tadi, Bagas tidak mengetahui
gerak-gerik Aisyah, yang berusaha menghindar dari pandangannya. “lelaki itu,
memperhatikanku.”
“Aisyah” panggil
Ayahnya
Aisyah bangun dari
posisinya. “iya Abi” sahut Aisyah.
“kesini sebentar nak”
pinta Ayahnya.
Aisyah beranjak dari
ranjang, dan menapakkan kakinya keluar kamar.
“nah, ini dia,
perkenalkan namanya Aisyah. Aisyah ini teman Abi Pak Darmawan dan ini putranya
Adam” kata Ayahnya ketika Aisyah sudah keluar kamar.
Aisyah maju beberapa
langkah untuk duduk di samping Ayahnya, pikiran Aisyah mulai melayang
kemana-mana, dia merasa khawatir dengan perkenalannya dengan Adam, lelaki yang
duduk di hadapannya ini.
“putri bapak cantik
juga, haha… sepertinya memang cocok dengan Adam.” Kata Pak Darmawan
“haha,,, ya sepertinya
memang cocok.” Sahut Pak Zaenal Ayah Aisyah.
Adam hanya tersenyum
mendengar perkataan kedua lelaki dewasa ini, sedangkan Aisyah memaksakan
dirinya untuk tersenyum. “tidak mungkin, Abi tidak mungkin menjodohkanku, bukan
ini yang aku mau, Ya Allah tolong hambamu.” Pinta Aisyah dalam hati. Aisyah tidak
ingin dia dijodohkan dengan lelaki yang tidak kenalnya, dia tidak merasakan
getaran di hati ketika bertemu dengan Adam. Ayahnya dan Pak Darmawan mulai
berbincang-bincang, sedangkan Aisyah dan Adam saling menunduk karena malu,
alih-alih Aisyah izin untuk pergi ke belakang bertemu dengan Ibunya. Dalam
langkahnya menuju dapur, Aisyah masih terpikir, apa yang akan Ayahnya lakukan,
dengan memperkenalkan dia dan Adam. Aisyah sampai di ambang pintu dapur, dia
menyandarkan sisi tubuhnya di pintu tersebut.“Ummi, Abi tidak akan melakukan
hal ini kan?”
Ibunya yang sedang
mengemaskan beberapa piring di rak, membalikkan badannya. “melakukan apa?”
“kedua lelaki di depan,
anaknya, dan aaah…” kata Aisyah dengan tingkah yang sedikit aneh.
“Aisyah, kenapa
memangnya? Abi kan Cuma memperkenalkan kalian,” jawab Ibunya
“iya, Aisyah tahu Mi,
tapi, Aisyah tidak….”
“apa ini karena pemuda
waktu itu?” potong Ibunya
Aisyah terdiam tak
berkutik.
“Aisyah, jangan pernah
mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, mana mungkin kamu diperbolehkan menikah
dengan pemuda nasrani! Apalagi ini menyangkut agama!” lanjut Ibunya.
“Ummi, Aisyah
bingung….” Jawab Aisyah sembari duduk di kursi meja makan.
“tidak usah terlalu
dipikirkan, kamu tahu yang terbaik, kamu sudah dewasa Aisyah.” Kata Ibunya
sambil melangkah menuju ruang tamu.
Aisyah membiarkan
Ibunya berlalu, dia benar-benar bingung, apa yang harus dilakukannya.
Keluar ruangan yang
ber-AC, membuat kulitnya terasa lengket dan panas. Bagas melangkah menuju ke
tempat parkir bersama temannya. “john, apakah kau pernah melamar wanita yang
tidak seagama denganmu?” Tanya Bagas.
“hmm,,, belum pernah,
aku juga belum punya wanita yang cocok, memangnya kenapa? Kau melamar wanita
yang tidak seagama denganmu? Siapa dia? Agama apa dia?”
“namanya Aisyah, dia
beragama muslim.” Jawab Bagas
“oh,,, pantas saja
wajahmu lesu, di agama muslim, katanya sih diharamkan bila menikah dengan non
muslim.” Kata John.
“ya, aku tahu,
memangnya apa sih istimewanya agama itu?” Tanya Bagas penasaran.
“kau bertanya padaku?
Aku bertanya pada siapa? Sudah lah, pilih yang lain saja.” Jawab John.
“tidak bisa, Aisyah
sangat berbeda.” Sahut Bagas.
“terserah kau sajalah,
kalau aku sih tidak mau mengikuti jejakmu, aku akan mencari wanita Kristen yang
cantik.” Jawab John, sambil menyalakan mesin motornya.
Bagas hanya terdiam,
mendengar tanggapan temannya. Bagas meninggalkan parkiran dan mengendarai
motornya ke sebuah café di dekat kampus, dia perlu menenangkan pikirannya
sejenak di sana. Café Coff adalah tujuannya, setelah memarkirkan kendaraannya,
Bagas masuk ke dalam café, duduk di kursi nomor 2, Ia memesan secangkir
cappuccino hangat dan beberapa kue donat cokelat, dikeluarkannya laptop, dengan
kode Wifi di café tersebut, Bagas membuka jejaring social yaitu Twitter dan
Facebook, Ia menuliskan beberapa status dan membagikan beberapa foto di akun
pribadinya. Makanan dan minuman pesanannya telah datang, sambil menyeruput
sedikit cappuccino dan memakan sepotong donat, Bagas masih memperhatikan layar
monitor laptopnya, melihat pemberitahuan di Beranda Facebook dan Linimasa Twitternya.
Lalu, dia teringat akan sesuatu yang harus dicarinya, yaitu mencari lebih
lanjut soal agama muslim. Dibacanya beberapa artikel tentang agama muslim, dan
beberapa perdebatan antar agama, matanya tak lepas dari layar monitor, beberapa
kali menyeruput minumannya dan memakan kue donatnya hingga habis. Dia sudah
membaca hampir 3 artikel dalam beberapa menit itu, matanya pedas, akhirnya dia
memutuskan untuk berhenti dan mematikan laptopnya, tentu saja semua ini belum
cukup, rasa penasarannya masih belum hilang.
Pagi yang sama, langit
masih tampak mendung, tapi, hujan tak kunjung turun dari kemarin. Kali ini,
Aisyah duduk bersantai di kantin sambil menikmati minumannya, tentu saja tidak
pernah terlewatkan untuk membaca buku, dia tidak membaca Al-Qur’an kali ini,
dia hanya membaca buku kumpulan Hadits. Kali ini, dia batinnya benar-benar
tertekan, walaupun dia tidak memperlihatkan itu dalam paras wajahnya, dia tetap
terlihat bahagia, walaupun hatinya tidak merasakan itu. Matanya masih asyik
membaca beberapa hadits, beberapa saat kemudian, hidung Aisyah mencium bau, bau
yang semakin lama semakin menyengat dan memasuki otaknya. “Bagas!” bisik Aisyah
dalam hati. Ketika mendongakkan kepalanya, Bagas tengah duduk tepat di
hadapannya. “Astagfirullah!” Aisyah tersentak.
“maaf, sudah
mengganggumu, Aisyah, kali ini, jangan menghindar lagi. Aku ingin berbicara
serius. Aisyah, dengarkan aku, aku…. Me,,, mencintai kamu Aisyah, katakan
padaku, apa yang harus ku lakukan untuk membuktikannya.” Kata Bagas dengan
penuh penghayatan.
“Bagas! Hentikan ini!
Aku tidak ingin mempermasalahkannya, kamu bukan lelaki yang pantas untuku! Kamu
harus mencari wanita lain!” jawab Aisyah ketus dan lagi-lagi dia meninggalkan
Bagas sendiri.
Aisyah pergi tanpa
memperdulikan Bagas yang masih duduk di bangku kantin. Ia memilih untuk pergi
ke toilet sebentar, Aisyah mencuci tangannya, dan memperhatikan wajahnya.
Perlahan, butiran air mata menuruni pipinya, dia benar-benar merasa bersalah
telah menjawab secara kasar terhadap Bagas, dia telah berbohong, padahal selama
ini, Bagas lah yang membuatnya merasa tertekan, Bagas lah lelaki yang
membuatnya dilemma. Dia menangis di depan cermin, cermin yang terasa sedang
memperhatikannya. Aisyah menyudahi air matanya dan baru teringat, dia harus
mengikuti kuis di jam pertama. Dengan mata sembab dan merah, Aisyah menuju ke
kelas.
Termenung, lemah, dan
bingung tergambar jelas di paras wajah Bagas, pandangannya kosong dan
pikirannya tidak focus, tangannya terus menerus membolak-balik buku. “apa yang
harus aku lakukan Tuhan? Aku benar-benar mencintainya” kalimat yang selalu ada
di hatinya. Usai kuliah, Bagas berjalan dengan sepeda motornya, dia bingung,
kemana tujuannya saat ini. Di sebuah warung kopi, Ia berhenti dan menenangkan
pikirannya. Wajah bingungnya masih jelas terlihat.
“iya, di Kota Aceh itu,
kalau mau cari cewek muslim paling banyak.”
“iya, namanya juga Kota
Serambi Mekkah, wajar aja”
Bagas tersadar dari
lamunannya, percakapan antara penjaga warung dan pelanggannya, membuat Bagas
penasaran. “bu, maaf, tadi ibu bilang, di Aceh ya? Di sana banyak ustadz dong?”
“iya dong, di sini aja
banyak, apalagi di sana….”
Bagas mengangguk-angguk
mendengar jawaban dari pemilik warung, tanpa berfikir panjang dia langsung
meninggalkan warung tersebut. “aku harus kesana! Harus!” tekadnya dalam hati.
Di rumah, dia mengemasi pakaiannya dan memperiapkan segalanya, mulai dari
tiket, dan lain-lain.
“kamu mau kemana
Bagas?” Tanya Mamanya.
“Bagas mau ke Aceh Ma”
jawab Bagas.
“mau ngapain?”
“ada urusan.” Jawab
Bagas singkat.
Bagas akan pergi besok
pagi, sore ini juga, dia bermaksud untuk meminta izin dengan Aisyah dan
keluarganya, walaupun dia tahu, Aisyah tidak akan senang bila melihatnya, tapi,
ini memang harus dilakukan untuk mencari tahu bagaimana cara membuktikan
cintanya kepada Aisyah. Dengan penuh motivasi dan tekad yang kuat di dalam
dirinya, Bagas pergi menuju rumah Aisyah. Di sana, terlihat Bapak dan Ibu
Zaenal beserta Aisyah sedang duduk di depan teras. Bagas menuruni motornya dan mendekat
ke mereka. Aisyah hanya memperhatikannya.
“selamat sore, maaf,
mengganggu, bolehkan saya….” Kata Bagas gugup.
“oh,,, silahkan nak,
ada apa” jawab Pak Zaenal.
Sikap Pak Zaenal masih
terlihat baik. “Pak, Bu, saya hanya ingin pamit, ya, walaupun Ibu dan Bapak
baru mengenal saya, tapi, ada baiknya jika saya mohon pamit, karena besok saya akan
pergi ke Aceh, mohon do’anya agar saya selamat sampai tuju…” belum selesai
Bagas berbicara, Aisyah beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumah.
“Aisyah!” Bagas memanggil dengan nada sedikit tinggi, Aisyah sempat berhenti
melangkah. “aku tahu kamu tidak pernah suka denganku, tapi, aku di sini Cuma
ingin berpamitan, Aisyah, dengarkan aku, aku hanya mohon do’a darimu dan keluarga,
Aisyah.” Aisyah tidak mau mendengar lebih lanjut perkataan Bagas, dia langsung
masuk tanpa pamit. Bagas melemah.
“maaf nak Bagas,
mungkin Aisyah kelelahan, semoga besok, kamu sampai di tempat tujuan dengan
selamat ya.” Kata Ibu Aisyah.
“iya bu, terima kasih,
kalau begitu, saya pulang dulu, selamat sore.” Jawab Bagas.
Sedikit kecewa dengan
tindakan yang Aisyah lakukan terhadapnya, tapi, Bagas tahu bahwa itu akan
terjadi.
“maafkan aku Bagas”
kata Aisyah di balik jendela kamarnya
Keesokan harinya, Bagas
telah siap dengan barang bawaannya, dia siap untuk pergi ke kampung orang,
tanpa ada tujuan yang benar-benar paten. Di langkahkannya kaki perlahan-lahan,
menuju kendaraan milik temannya yang akan mengantar dirinya hingga bandara.
Setelah pamitan dengan Mamanya, Bagas pergi ke bandara.
“mau apa kau kesana
bro?” Tanya John
“aku ingin mencari tahu
saja.” Jawab Bagas
“tentang agama?”
“mungkin” jawab Bagas
singkat.
Sesampainya Bagas di
bandara, Ia menuruni kakinya dari mobil.
“good luck, untuk
pencarianmu!” teriak John dari dalam mobil.
“yup, terima kasih”
jawab Bagas.
Dengan nafas panjang,
Bagas berjalan masuk ke bandara, pintu masuk ada di depan sana, perasaan
khawatir masih menyelimuti dirinya, ini pertama kalinya Ia harus pergi ke Aceh,
kota yang di juluki dengan nama Kota Serambi Mekkah. Belum sampai ke pintu
gerbang, Bagas dikejutkan dengan apa yang sedang ada di hadapannya saat ini,
sulit dipercaya, orang itu, dia berdiri di dekat pintu masuk. Aisyah!
“Aisyah” sapa Bagas,
“oh, hei,,, e,,,
assalamualaikum” jawab Aisyah.
“walaikumsalam, sedang
apa kamu di sini?” Tanya Bagas.
“a,,, aku Cuma mau
bilang hati-hati dan…” Aisyah mulai gugup.
Bagas memperhatikannya.
“hmm,,, aku minta maaf
soal kemarin sore, aku tidak bermaksud…” lanjut Aisyah
“oh,,, it’s okay, tidak
usah khawatir” potong Bagas.
Mereka saling salah
tingkah,,,
“oh,,, maaf, sepertinya
sebentar lagi, aku harus berangkat, jadi aku harus bersiap-siap, mohon do’anya
ya” lanjut Bagas.
“oh,,, ya, benar
sekali” jawab Aisyah dengan perasaan malu.
Bagas kembali melangkah
menuju pintu masuk.
“e,,, Bagas!” panggil
Aisyah, dan Bagaspun berbalik. “cepatlah kembali” lanjutnya.
Bagas hanya
mengacungkan kedua jempol di tangannya.
Pesawat terasa sangat
cepat melintasi cakrawala yang luas dan indah, tidak sampai 2 jam, Bagas telah
sampai di Kota Aceh, dia turun dan keluar dari bandara, dia mencari taksi dan
memilih tinggal di hotel untuk beberapa hari. “sudah kuduga, ini akan menjadi
perjalanan yang mudah” Bagas berbicara dalam hati. Hari ini, dia butuh istirahat
untuk beberapa menit, barulah dia akan kembali mencari tahu.
Pukul telah menunjukkan
dua siang, ini waktunya Bagas, harus mencari tahu, baru selangkah dia keluar
dari hotel, terdengar suara dari salah satu masjid, dan itu adalah suara orang
sedang ceramah. “para umat yahudi sangat
marah ketika mengetahui bahwa patung-patung berhala mereka telah dihancurkan,
mereka semua menyalahkan nabi Ibrahim, yang ketika itu masih sangat muda,
beliau sangat cerdas, sebelum beliau pergi meninggalkan tempat itu tadi malam,
dua buah kapak yang digunakannya untuk menghancurkan patung, digantungkan di
leher sebuah patung yang paling besar dan sengaja tidak di hancurkannya. Beliau
bilang “bukankah sudah jelas, bahwa patung itu yang melakukannya, lihat saja
dua buah kapak ada di lehernya.” Orang-orang kafir menjawab, “mana mungkin dia
yang melakukan itu, dia hanya patung, dia tidak bisa melakukan apa-apa!” dengan
sangat cerdas, nabi Ibrahim menjawab lagi “jika kalian sudah tahu, bahwa
patung-patung ini tidak dapat melakukan apa-apa, kenapa kalian menyembahnya?
Apakah dia bisa hidup dan member kalian makan? Tidak kan! Mereka hanya patung
yang tidak berguna!” mendengar perkataan itu, orang-orang kafir sangat marah,
hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membakar hidup-hidup nabi Ibrahim.
Ketika mereka ikat nabi Ibrahim di tengah-tengah kobaran api, mereka semua
tertawa girang, namun, dengan izin Allah, nabi Ibrahim selamat tanpa sedikit
pun luka di tubuhnya. Jadi saudara-saudara, jangan lah kalian pernah menyembah
selain Allah, karena hanya Dial ah yang bisa melakukan segalanya, bukan patung
atupun yang lainnya. Mengerti?”
Mendengar seluruh
perkataan dari seseorang di sana, Bagas baru menyadari, selama ini, dia
menyembah patung Yesus, padahal selama ini, patung itu tidak pernah melakukan
apa-apa, dia percaya dan sangat tahu bahwa patung adalah benda mati, tapi
kenapa sampai saat ini Ia masih menyembah benda itu? Rasa penasarannya, kembali
memuncak, dia pergi ke sebuah perpustakaan kota dengan taksi. Perlu beberapa
menit, Ia bisa sampai di sana, masuk dengan rasa penasaran yang membuncah.
Diambilnya sebuah kitab suci, yaitu Al-qur’an, dari pukul setengah tiga hingga
jam tujuh malam, Bagas menghabiskan waktunya di perpustakaan tersebut, untung
saja perpustakaan itu tutup pukul Sembilan malam. Dibacanya satu Al-qur’an
tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan, dia membaca dengan sangat hati-hati.
Bagas baru kali ini membaca sebuah kitab yang berisikan tentang aspek-aspek
dari seluruh kehidupan di dunia maupun di akhirat, dari jaman dahulu hingga
jaman yang akan datang, dan semua yang telah dikatakan dalam Al-qur’an
seluruhnya tidak ada yang salah, contohnya Palestina, sudah diprediksikan di
dalam Al-Qur’an bahwa akan ada permusuhan keras dari orang Yahudi dan Nasrani
terhadap orang-orang Muslim pada surah Al-maidah:82 orang-orang yahudi yang
mengusir orang muslim dari tanahnya tanpa ada alas an yang benar pada surah
Al-Haj:40. Serta banyak para ilmuwan yang masuk islam karena kebenarannya,
seperti Professor Wiliam yang menemukan tumbuhan bertasbih, secara tidak sengaja
Ia dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh tumbuhan dengan alat perekam super
canggih, suara yang dihasilkan tumbuhan, tidak dapat didengar oleh telinga
biasa, dan Dr.Fidelma
O’Leary yang menemukan rahasia sujud dalam sholat, dan masih banyak lagi. Yang paling
penting adalah, ketika Bagas membaca arti dari surah An-Nisa: 157, yang
menyatakan bahwa yang disalib bukanlah nabi Isa melainkan orang yang menyerupai
nabi Isa, Karena dia telah berkhianat, sedangkan Nabi Isa telah dianggkat oleh
Allah ke surga dan akan diturunkan lagi ketika hari Kiamat nanti. “umat muslim
hanya memiliki satu kitab, dan di dalamnya menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia, sedangkan di agamaku, alkitab kami banyak, ada perjanjian lama dan
perjanjian baru, bahkan aku saja tidak bisa menghafal salah satu dari ayatnya,
lain hal dengan anak kecil di Palestina yang dikabarkan sebagai penghafal
Al-Qur’an. Alkitab juga tidak menggambarkan seluruh aspek dengan benar, banyak
yang melenceng dari alkitab, salah satunya memakan babi, dalam alkitab dilarang
untuk memakan itu, tapi umatnya masih saja memakan itu, tidak hanya itu, dulu,
alkitab juga menggambarkan bahwa bumi bentuknya persegi, tapi kenyataannya bumi
berbentuk bulat, maka tidak heran, banyak umat Kristen yang tidak mempercayai alkitab.
Jadi, selama ini aku?” Bagas menganalisis dalam dirinya.
Angin sore kembali menerpa gorden jendela kamar Aisyah, kali ini dia
sedang berdiri menghadap keluar. Aisyah ingin berbicara dengan Ayahnya, tapi,
dia takut, untuk menanyakan hal ini, ta[I, jika dia tidak bilang, dia tidak
akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan keberanian, Aisyah keluar
dan bertemu Ayahnya di teras. “Abi, Aisyah boleh bertanya?”
“hmm,,, silahkan” jawab Ayahnya.
“Abi tidak akan menjodohkan Aisyah kan?”
“apa maksudmu?”
“Abi, Aisyah mohon, Aisyah tidak ingin di jodohkan, Aisyah ingin mencari
sendiri calon untuk Aisyah.” Aisyah memohon di hadapan Ayahnya.
Ayahnya tertawa kecil, dan Aisyah sedikit bingung. “Aisyah Aisyah, Abi
tahu apa yang ada di pikiranmu, Abi tahu apa yang kamu rasakan, sekarang kamu
sudah dewasa, kamu tahu yang terbaik.”
“jadi, Abi tidak menjodohkan Aisyah?” Tanya Aisyah semangat
“tidak anakku” jawab Abinya sambil tersenyum.
Dua hari sudah, Aisyah tidak melihat lelaki pujaannya, Aisyah benar-benar
merasa bahwa Bagas lah yang akan menjadi calonnya, padahal sudah jelas, Bagas
adalah pemuda Nasrani, ajarannya tidak sesuai dengan ajaran Allah, tapi hatinya
tetap bersih keras untuk berharap bahwa Bagas akan menjadi suaminya. Aisyah
melaksanakan sholat Dhuha di mushollah kampus, dia benar-benar menangis ketika
itu. “Ya Allah, hamba mohon tunjukkan jalanmu, hamba menyayangi lelaki itu
Karena engkau Ya Allah, berilah dia petunjuk untuk menjalani ini, berilah kami
jalan, jika memang kami tidak berjodoh, hamba ingin kami tetap bahagia dengan
keluarga kami nantinya. Engkau tahu apa yang harus kami lakukan, maka permudah
lah kami dalam menjalaninya. Aamiin” air mata yang membasahi wajahnya,
benar-benar menandakan bahwa Aisyah sangat menyayangi Bagas, lelaki yang pernah
ditemuinya beberapa waktu lalu, lelaki yang berhasil membuat hatinya bergetar.
Usai kuliah, Aisyah kembali menjatuhkan badannya di atas kasur, mata sembabnya
masih belum hilang, pikirannya masih melayang kepada lelaki yang sudah dua hari
tidak ditemuinya ini. Tidak lama setelah itu, terdengar suara mobil. Aisyah
beranjak dari tidurnya dan keluar kamar, di luar sana Ayah dan Ibunya sudah
ada. “ada apa Ummi?” Tanya Aisyah. Ibunya hanya menggeleng. Lalu, keluarlah
dari dalam mobil itu seorang lelaki tegap dan tampan serta didampingi lelaki
paruh baya, mereka adalah Pak Darmawan dan Adam. Aisyah terbelalak melihatnya,
Aisyah tidak ingin ini terjadi, bukan Adam yang Ia inginkan. “Abi, bukankah Abi
bilang tidak akan menjodohkan Aisyah?” bisik Aisyah kesal.
“memang tidak, anakku” jawab Ayahnya bingung.
“Assalamualaikum, Pak, Bu” kata Pak Darmawan.
“wa’alaikumsalam, ada apa ya Pak, kok rapi sekali dandanannya?” Tanya Ayah
Aisyah.
“begini, Pak, saya ingin menemani anak saya, dia ingin melamar putrid
bapak” lanjut Pak Darmawan.
Aisyah benar-benar kaget, hatinya terasa tercabik-cabik, ini bukan yang
dia inginkan, bukan mereka yang Aisyah harapkan. Bukan! Aisyah berbalik dengan
kesal dengan rencana ingin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.
“Aisyah, tunggu” tahan Adam.
Aisyah yang menahan air matanya, kembali berbalik.
“bukan aku yang akan melamarmu, tapi dia” lanjut Adam sambil menunjuk
seorang pria yang baru keluar mobil.
Itu dia! Bagas! Bagas yang baru keluar dari mobil dengan pakaian rapi dan
sangat tampan. Aisyah tidak bisa berkata-kata melihat pria pujaan hatinya di
depan sana. Bagas tersenyum dan bersalaman dengan Bapak dan Ibu Aisyah.
“tunggu, bukankah kamu,,,” kata Pak Zaenal
“iya pak, begini, kepergian saya selama dua hari ke Aceh, itu karena saya
ingin tahu soal agama muslim, ketika saya dapat ilham dari kitab suci Al-qur’an
dan ceramah dari para ustadz, saya memutuskan untuk memeluk agama muslim,
seluruhnya yang berkaitan dengan agama saya kemarin, sudah saya singkirkan.”
Jawab Bagas
“oh,,, begitu, tapi, kamu yakin bisa membina putri saya dengan baik?”
Tanya Pak Zaenal.
“insyaallah pak, tapi, begini pak, karena keputusan saya untuk memeluk
muslim saya berti tahu kepada keluarga saya di rumah, saya tidak dianggap
keluarga lagi di sana, seluruhnya sudah diambil mereka, perusahaan, uang di
ATM, dan lain-lain, jadi, kemarin saya membeli sebuah cincin emas dengan uang
saya sendiri, bolehkah saya melamarnya dengan sebuah cincin ini?” kata Bagas.
“itu tidak masalah, yang penting, kamu bisa jadi imam yang baik. Soal
uang itu tidak usah dipikirkan, jika kamu mau berusaha dan berdo’a, insyaallah
semuanya berjalan lancar, rezeki itu Allah yang mengatur.” Jawab Pak Zaenal
sambil menepuk pundak Bagas.
Aisyah hanya tersenyum melihat kegigihan Bagas dalam menggapai sebuah
hubungan yang halal. Mereka memutuskan untuk segera menikah bulan depan, segala
sesuatu sudah disiapkan dengan bantuan Pak Darmawan dan keluarganya.
Satu bulan kemudian, ketika, seluruhnya sudah siap. Bagas dan keluarga
Pak Darmawan berangkat ke Masjid yang sudah ditentukan, di sana lah, di rumah
Allah, mereka melaksanakan ijab Kabul.
“saya nikahkan engkau dengan Aisyah Nuray Binti Zaenal dengan maskawin
sebuah cincin emas dibayar TUNAI!” suara tegas dari Pak Penghulu.
“saya terima nikahnya Aisyah Nuray Binti Zaenal dengan maskawin sebuah
cincin emas dibayar TUNAI!” dibalas lantang dan tegas dari Bagas.
“sah! Alhamdulilah” sahut para undangan yang menyaksikan, do’apun
dipanjatkan dari keduanya. Aisyah meneteskan air mata, karena terharu begitupun
Bagas yang benar-benar merasa tenang sudah berada di jalur yang benar dan
dikelilingi oleh orang-orang yang luar biasa.
I AM YOUR #1 FANS
ReplyDelete