Wednesday, July 2, 2014


KU TUNGGU ENGKAU DI RUMAH ALLAH

Mentari pagi  tengah menyinari Kota Medan yang indah nan damai ini, sinar itu seakan membuat kota ini terlihat sangat bersinar. Burung-burung yang terbang meramaikan langit biru dengan kicauan indah mereka mengiringi seluruh aktivitas semua orang di sana. Mahasiswa dan mahasiswi di Universitas Negeri Medan (UNIMED) tengah menjalankan aktivitas mereka, aktivitas yang sangat padat.
Braak!!! Dua orang yang tengah terburu-buru berjalan, saling terhantam, dan menyebabkan barang-barang mereka terhempas di tanah.
“maaf, saya tidak sengaja” kata seorang lelaki sembari membantu membereskan buku-buku.
“tidak, saya yang minta maaf” jawab sang wanita dengan terburu-buru.
Buku-buku yang sudah ditumpuk jadi satu telah di angkat dan di letakkan di dada sang wanita. Ketika mereka berniat untuk pergi, tanpa sengaja mereka saling berpandang-pandangan. Angin tenang tiba-tiba menerpa mereka, menyebabkan rambut sang pria dan kerudung si wanita berterbangan, rasa terpesona akan penampilan dari orang yang berada di hadapan mereka tiba-tiba muncul, mata cokelat yang di miliki oleh sang pria benar-benar mempesona, wajahnya yang berkarisma serta tubuh tegapnya seakan telah melengkapi kesempurnaan. Di samping itu, sang pria juga terpesona dengan wanita di hadapannya, bola mata hitam, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung, benar-benar telah mengetuk-ngetuk hatinya.
“astagfirullah!” kata si wanita sambil mengalihkan perhatiannya dari sang pria.
“maaf, hmm,,,” jawab sang pria “perkenalkan, nama saya Bagas, kamu?” ujar Bagas sambil mengulurkan tangannya.
“saya Aisyah, maaf.” Aisyah tampak sangat malu-malu, dan bersegera meninggalkan tempat tersebut.
Bagas hanya memperhatikan Aisyah berlalu di hadapannya, dia benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi, wajah Aisyah yang sangat cantik dan anggun benar-benar membuka pintu hatinya. Tersadar dari lamunannya, Bagas baru ingat bahwa dia harus mengikuti kuis di jam pertama, dia langsung mengambil langkah seribu untuk sampai ke ruangan. “maaf terlambat,” ujarnya ketika sampai di ambang pintu ruangan. Seisi ruangan hanya terpaku memandangnya masuk dan duduk di kursi, ruangan ber- AC itu benar-benar membuat semuanya semakin membeku. Di sisi lain, Aisyah juga sering melamun setelah kejadian itu, buku yang ada di hadapannya sedari tadi hanya di bolak-balik saja tanpa ada yang di baca, pikirannya terus melayang memikirkan lelaki yang tengah mempesona hatinya.
“astagfirullah!!! Kenapa aku jadi memikirkan lelaki tadi? Ya Allah,,, ampuni dosa hambamu ini ya Allah” ujar Aisyah dalam hati, sembari mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Waktu terus berjalan, seluruh mahasiswa berhamburan keluar dari kamupus mereka, matahari siang yang terik mulai terasa. Aisyah berjalan menuju halte di depan kampus, dengan buku, Ia menutupi sebagian wajahnya, tiba-tiba, sebuah bayangan tinggi menutupi sinar matahari yang tengah menyinari Aisyah, suasana menjadi teduh, Aisyah pun melirikkan matanya ke samping kiri, ternyata Bagas sedang berdiri di sampingnya. Lelaki yang pernah Ia temui tadi pagi, bau parfume yang Bagas pakai, menyengat ke dalam hidung Aisyah, jantung Aisyah berdegup, Ia merasa gugup berada di dekat lelaki yang pernah mempesonakan hatinya. Beberapa meter mereka berjalan, Aisyah semakin gugup, “apa yang Ia lakukan di situ?” Tanya Aisyah pada dirinya sendiri, Aisyah berpikir bahwa Bagas akan meneduhkannya hingga ke Halte nanti, wajah Aisyah berubah menjadi merah, Ia benar-benar malu dan gugup. “apa yang harus aku lakukan? Mau apa dia berlama-lama di sana?” Tanya Aisyah dengan sangat penasaran. Bagas masih berjalan di sampingnya, tiba-tiba Bagas membelokkan badannya ke tempat parkir di dekat gerbang, rasa teduhnya seketika hilang, Aisyah merasa malu, karena dirinya berpikir yang aneh-aneh soal kedekatan mereka ketika berjalan tadi, rasa kesal dan malu benar-benar sudah menyelimuti diri Aisyah, dengan segera Ia pergi ke Halte di depan sana.
Matahari sudah sepenuhnya menutup diri, lampu-lampu jalan telah menyinari seisi kota. Tas gendong yang terhempas di atas ranjang empuk, dan lelaki bernama Bagas ini menjatuhkan tubuhnya di atas sana. Pikiran Bagas yang masih tidak tentu arah, hatinya benar-benar senang sehingga membuatnya terasa di kelilingi bunga yang sangat wangi. “ya Tuhan, cantik sekali wanita yang bernama Aisyah itu.” Bagas langsung beranjak dari tempat tidur dan duduk melipat kakinya serta meletakkan kedua tangannya di atas ranjang, Ia menyilangkan jari-jemarinya, dan mulai berdo’a. “Ya Tuhan Yesus, sang juru selamat di dunia ini, tunjukkan lah jalan untukku, jadikanlah Aisyah itu menjadi milikku, aku ingin dia bisa menjadi istriku kelak, tunjukkanlah cinta kasihmu kepada ku, amien!” do’a yang benar-benar khusyuk Ia panjatkan kepada Tuhan agar bisa mendapatkan wanita yang Ia suka. Setelah berdo’a, suara terdengar dari luar. “Bagas, kamu di dalam nak?” teriak Ibunda.
“iya ma,” jawab Bagas.
Sambil membuka perlahan-lahan pintu kamar, Ibunya masuk dan duduk di bibir ranjang. “Bagas, Mama boleh nanya?”
“boleh, mau nanya apa ma?” Tanya Bagas sambil membenarkan posisi duduknya di atas lantai kamar.
“kamu kan sudah dewasa, kamu juga sudah punya perusahaan peninggalan Papamu, segalanya yang kamu mau sudah ada. Tapi Mama belum pernah melihat calon kamu, kapan kamu akan menikah?” pertanyaan frontal keluar dari bibir Ibunya.
“menikah!? Hmm,,, tenang Ma, Bagas akan bawakan calon Bagas untuk Mama.” Jawab Bagas semangat.
“benarkah? Siapa orangnya?” Ibunya semakin bersemangat.
“nanti lah, Bagas akan perkenalkan dia ke Mama.”
Sebetulnya Bagas belum siap untuk menikah, tapi, dia tidak ingin Ibunya kecewa, jadi, dia memutuskan untuk segera mencari pasangan untuk ke jenjang yang lebih serius. Lalu, sontak Bagas teringat akan wanita yang Ia suka, yaitu, Aisyah.
Keesokan harinya, Bagas bergegas mencari Aisyah, yang ketika itu sedang berada di perpustakaan. Dengan khimar panjang nan rapi, baju kurung yang polos dan rok panjang menutupi mata kaki, membuat Aisyah terlihat sangat anggun, duduk di bangku perpustakaan yang rendah, dan beberapa buku yang tergeletak di atas meja. Bagas mulai memasuki perpustakaan, dan mendekat. “selamat pagi” sapanya
“wa’alaikumsalam” jawab Aisyah.
“oh,, maaf, maksudku Asalamualaikum” ulang Bagas gugup. Parfume yang di pakainya tercium oleh hidung Aisyah, bau parfume yang sudah menjadi khas Bagas, yaitu parfume Casablanca. Mencium bau itu, Aisyah mendongakkan kepalanya ke atas. Aisyah benar-benar kaget akan seseorang yang ada di hadapannya saat itu, lelaki yang pernah membuat jantungnya berdegup kencang, sekarang berada di hadapannya dan menyapa dirinya. Dengan senyum manis sekaligus guguplah ia membalas perkataan Bagas.
“maaf mengganggu, kamu sedang sibuk?” Tanya Bagas
“hmm,,, ti,, tidak. Kenapa?” jawab Aisyah gugup
“nanti sore ada acara?”
“ti,,, tidak” jawab Aisyah singkat sambil menundukkan kepalanya
“kamu mau menemaniku makan? Cuma sebentar” pinta Bagas
“ee,,, kemana? Maaf, saya tidak bisa, saya tidak terbiasa pergi dengan seseorang yang bukan muhrim saya” sahut Aisyah.
“baiklah, kalau begitu, jadikan aku muhrimmu” kata Bagas frontal.
Aisyah mendongak dan menatap Bagas. “kamu yakin?”
“tentu saja, dengan berpacaran, aku bisa menjadi muhrimmu kan?”
“tidak! Bukan itu maksudku, jika kamu ingin menjadi muhrimku, pergi lah menemui Abi di rumah.” Potong Aisyah
“hanya dengan menemui ayahmu? Itu gampang, aku akan menemui ayahmu nanti malam” jawab Bagas dengan percaya diri.
“maaf, saya harus kembali ke kelas” kata Aisyah mengakhiri perbincangan mereka.
Ketika pulang kuliah, Bagas pergi ke gereja di pusat Kota. Dengan sebuah sepeda motor, dia melaju menyusuri jalan. Sesampainya di sana, Ia memarkirkan motornya dan mulai menapakkan kakinya menuju gereja terbesar di Kota itu. Membuka perlahan-lahan pintu gereja, alunan music rohani yang dinyanyikan oleh paduan suara di sana membuat hati Bagas menjadi tenang, lagu-lagu pujian yang mengalun mengitari telinganya, benar-benar merdu. Bagas menduduki salah satu kursi panjang dan menyilangkan jari-jemarinya, serta memejamkan matanya dengan khusyuk. “Tuhan, kali ini, aku ingin minta lagi, minta sesuatu yang akan aku jalani, lancarkan lah niatku untuk menemui Ayah Aisyah nanti malam, lancarkanlah dengan cinta kasihmu Tuhan. Aku tidak ingin Mama kecewa, aku pun sudah cukup umur untuk memiliki seorang istri, jika Aisyah ingin menjadi pacarku, aku akan menjaganya dengan baik hingga ke pelaminan nanti. Tuhan, kabulkan lah do’aku. Amien.” Do’a yang dipanjatkannya di depan sebuah patung Yesus yang sangat besar, ia panjatkan dengan sangat khidmat. Setelah mamanjatkan do’a, Bagas menyandarkan punggungnya di sandaran kursi panjang, Ia melihat paduan suara yang sedang berlatih, suara merdu mereka dan kekompakan mereka, memukau hati Bagas, walaupun dia masih menyimpan rasa gugup, untuk menemui Ayah Aisyah nanti malam.
Angin sore menerpa gorden jendela kamar Aisyah. Sensasi sejuk dan tenang menyelimuti tubuh Aisyah yang saat ini sedang duduk di bibir ranjang sambil membaca Al-Qur’an. Pikirannya masih tidak tentu arah, ada sesuatu yang masih dipikirkan sejak tadi pagi, sesuatu yang kedengarannya sangat serius. Aisyah menutup Al-Qur’annya, dan meletakkannya di atas meja kecil di samping ranjang. Aisyah belum pernah merasakan ini sebelumnya, semenjak pertemuannya dengan Bagas beberapa waktu lalu, Aisyah benar-benar merasakan hal yang berbeda, banyak lelaki yang pernah Ia temui, tapi baru kali ini Bagas lah yang dapat membuat hatinya bergetar sangat kuat. Matahari semakin menutup dirinya, dan suara Adzan Maghrib mulai terdengar. Aisyah langsung bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat maghrib. Kedua salam mengakhiri sholatnya, dengan menyebut istigfar, Aisyah mulai menadahkan kedua tangannya ke atas, dia mulai mengadu kepada Allah, tuhan sang pemilik seluruh apa yang dimiliki oleh makhluknya. “Ya Allah, tuhan yang Maha segalanya, hamba mohon ampun atas segala dosa yang telah hamba lakukan hari ini dan hari-hari sebelumnya, berilah hamba petunjuk untuk dapat melupakannya, Ya Allah, hamba benar-benar tidak mengerti dengan perasaan yang sedang ada di benak hamba saat ini Ya Allah, jika memang engkau punya rencana, biarkanlah hamba menerimanya. Jika perasaan hamba kali ini adalah rasa cinta terhadap seorang lelaki, hamba mohon berilah lelaki yang memang pantas untuk hamba cintai dan tidak melebihi cintaku pada-Mu Ya Rabb. Jika lelaki ini memang pilihan engkau, berilah lelaki itu keberanian untuk segera menjadikan rasa ini, rasa yang sah dan halal untuk hamba rasakan, berilah Ia keberanian untuk bersegara menjadikan hamba sebagai wanita yang dapat Ia cintai secara sah dan masih tetap dalam naungan-Mu. Jadikan Ia seorang imam yang dapat menuntun hamba ke jalan yang lurus dan tegurlah Ia jika perlakuannya menyimpang. Hamba mohon petunjuk-Mu Ya Rabb, Aamiin YaRabbal’alamin.” Do’a yang sangat khusyuk dan benar-benar dihayati oleh Aisyah ini membuatnya meneteskan air mata. Dengan tangan lembutnya, Ia mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya, Aisyah membuka perlahan mukena yang tengah dipakainya.
“Assalamualaikum” suara seorang wanita, sembari membuka pintu kamar Aisyah.
“Wa’alaikumsalam” jawab Aisyah sambil mengarahkan pandangannya ke pintu, wanita itu adalah Ibunya, Aisyah tidak ingin memperlihatkan bahwa dia habis menangis, Aisyah langsung menundukkan kepalanya.
“kamu baik-baik saja Aisyah?” Tanya Ibunya
“iya Ummi.”
“jangan bohong, mari ceritakan apa masalahmu?” kata Ibu sambil menyentuh dagu Aisyah dan mendongakkan kepala Aisyah dengan perlahan. “cerita lah” pinta sang Ibu.
Aisyah memandang mata Ibunya sejenak. “Ummi, apakah Ummi pernah merasakan perbedaan ketika Ummi bertemu dengan Abi?”
Ibunya langsung memasang wajah heran, tapi seketika juga berubah menjadi senyuman manis. “Ummi tahu, kamu akan merasakan hal ini, usiamu memang sudah cocok untuk hal ini. Aisyah, siapakah lelaki itu?”
Aisyah menundukkan kepalanya lagi. “Aisyah belum mengenalnya lebih dalam Ummi, namanya Bagas, awal kami berjumpa secara tidak sengaja, dan hal itu masih membekas di hati, apakah Aisyah telah berdosa Ummi?”
“Aisyah, kita adalah manusia, Allah menciptakan manusia untuk saling mencintai, tapi tidak melebihi cinta kita untuk-Nya, Allah menciptakan manusia memang untuk berpasang-pasangan, tapi bukan untuk melanggar perintah-Nya. Kamu wajar bila merasakan hal ini, karena Allah memang menciptakan kita dengan hati yang memiliki perasaan.”
“tapi Ummi,,,,” Aisyah belum sempat menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba dari luar rumah terdengar suara.
“selamat malam”
“ya,” jawab Ayah Aisyah
“maaf mengganggu pak, boleh saya bicara dengan bapak?”
“boleh,,, silahkan masuk”
Lelaki itu masuk dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu.
“Ummi, itu siapa ya?” Tanya Aisyah
“Ummi tidak tahu, lebih baik kita lihat saja.”
Aisyah dan Ibunya beranjak dari tempat duduk mereka, dan mulai mengintip dari celah pintu kamar. Aisyah benar-benar terkejut melihat apa yang ada di hadapannya saat ini, jantungnya berdegup dengan sangat kencang, keringatnya bercucuran membasahi sebagian tubuhnya, dan rasa khawatir serta bangga mulai menyelimuti dirinya. Bagas! Bagas ada di ruang tamunya saat ini, Aisyah tidak pernah menyangka bahwa Bagas benar-benar datang menemui ayahnya malam ini. Aisyah langsung masuk ke kamar, dan duduk kembali di bibir ranjang.
“ada apa Aisyah?” Tanya Ummi
“Ummi, apakah Aisyah bermimpi?”
“tidak sayang, ada apa? Kamu mengenal pemuda itu?”
“dia! Dia orangnya mi,,, dia itu yang namanya Bagas.” Jawab Aisyah dengan gemetaran
“benarkah? Mau apa dia kemari?” Tanya Ibu
“dia, tadi siang, bilang, bahwa dia ingin menjadi muhrim Aisyah Mi,,, dan dia berjanji bahwa malam ini dia akan menemui Abi secara langsung”
“wah!!! Bagus,,, itu baru namanya calon imam yang baik, lebih baik kita lihat apa tindakannya setelah ini” kata Ibunya bersemangat.
Mereka kembali mengintip di balik celah pintu kamar. Terlihat di ruang tamu, Bi Darmi tengah menghidangkan dua cangkir teh di meja. Pembicaraan yang memang tampak serius, terjadi di sana. Aisyah benar-benar senang, karena Bagas berani menemui ayahnya.
“memangnya apa yang membuat kamu tertarik dengan putri saya?” Tanya Ayah Aisyah
“ketika kami baru bertemu, saya merasakan ada getaran di hati, dan saya tidak bisa melupakannya, putri bapak benar-benar sudah mempesonakan hati saya. Putri bapak juga sangat rajin beribadah, sama seperti saya, jika kami sama-sama punya kebiasaan beribadah kepada Tuhan, maka kami akan melangsungkan hubungan kami dengan harmonis” jawab Bagas dengan percaya diri.
Ayah Aisyah tampak heran, “boleh saya lihat KTP anda?”
“boleh, ini pak” jawab Bagas sambil menyodorkan KTP nya.
Ayah Aisyah memperhatikan benar-benar tulisan yang tertera di situ. Ketika di barisan Agama : Kristen. Beliau terkejut, namun masih tetap terlihat tenang di hadapan Bagas. “hubungan apa yang kamu inginkan?”
“tentu saja, berpacaran, pak…. Boleh saya Tanya sekali lagi, siapa nama bapak?” Tanya Bagas
“saya Zaenal, untuk apa anda berpacaran?” Tanya Pak Zaenal
“tentu saja untuk mengenal putri bapak semakin dalam”
“pulang lah,,,,” kata Pak Zaenal sembari mengembalikan KTP Bagas.
“lho, kenapa pak? Oh,,, saya belum bilang ya, pak, saya punya perusahaan, dan saya sebentar lagi akan melaksanakan wisuda, bapak jangan khawatir soal biaya hubungan kami nanti.” Bisik Bagas
“bukan itu masalahnya, pulang lah! Putri saya, tidak akan menjadi kekasihmu! Pulang lah, cari lah wanita lain, yang seagama denganmu” jawab Pak Zaenal ketus.
“tapi pak”
“sudah lah,,, maaf,,, saya harus lakukan ini, karena saya tidak mau, putri saya terjerumus ke lubang yang sama bersama kamu.”
Pak Zaenal terus memaksa Bagas untuk menyudahi hal ini. Aisyah sangat kaget melihat perlakuan ayahnya terhadap Bagas, entah apa yang sebenarnya dirasakan oleh Aisyah, tapi, dia benar-benar sedih ketika itu. Setelah Bagas pergi, Aisyah keluar kamar, dan menghampiri ayahnya.
“Abi, ada apa?” Tanya Aisyah
“dia yang akan menjadi calon suami mu? Tidak! Abi tidak akan membiarkan kamu menjalin hubungan dengan lelaki kafir itu!”
“maksud Abi?” Tanya Aisyah semakin penasaran.
“dia nasrani Aisyah! Sudah lah, jangan mengaharapkan dia lagi, masih banyak lelaki muslim yang pantas untukmu!” jawab Ayahnya sembari pergi ke kamar.
Aisyah terpaku mendengar perkataan ayahnya barusan, hatinya benar-benar terasa ditusuk ribuan pedang tajam, nafasnya sesak, lehernya terasa di cekik, dan air matanya meronta-ronta ingin keluar. Ibunya menghampiri Aisyah dan berusaha menenangkan Aisyah. “sudah lah Aisyah.” Aisyah masih terdiam, perlahan-lahan air matanya jatuh menuruni pipinya yang lembut, dia langsung duduk di sofa.
“tidak apa-apa Aisyah, dia memang bukan lelaki yang tentukan Allah, suatu hari nanti, akan ada lelaki yang lebih pantas” kata Ibunya sembari mengusap air mata Aisyah.
Lampu-lampu jalan tengah menyinari jalan raya yang sangat padat, suara klakson dari setiap kendaraan menghiasi suasana di sana. Dengan sepeda motor, Bagas menelusuri jalan raya, hatinya tidak berhenti bertanya-tanya, apa yang sebenarnya membuat Ayah Aisyah tiba-tiba menyuruhnya pulang. Bagas memberhentikan motornya di parkiran sebuah gereja, dirinya mulai melangkah masuk ke dalam gereja. Dia mulai berbicara kepada seorang Pastur di sana. “Bapa, apa yang harus saya lakukan? Saya ingin wanita yang bernama Aisyah, bisa menjadi istri saya.”
“jangan pernah menyerah” jawab Pastur singkat.
Bagas membalikkan tubuhnya, Ia memilih untuk duduk di salah satu kursi panjang, dan menenangkan pikirannya. Hatinya masih bertanya-tanya perihal kejadian yang baru saja Ia alami, rasa bingung, sedih dan penasaran benar-benar telah menghantuinya. Dia terpaku memandang patung Yesus yang terpajang di depannya, matanya mulai berkaca-kaca, perlahan air matanya jatuh, dia tidak mengerti kenapa Ia bisa menangis, sebelumnya dia tidak pernah menangis, walaupun hal itu benar-benar menyedihkan, tapi, kali ini, hatinya benar-benar sedih, apakah mungkin ini ada kaitannya dengan rasa cinta yang besar kepada Aisyah?
Burung-burung kembali menghiasi langit pagi ini. Para mahasiswa sedang mengerjakan aktivitas mereka masing-masing, termasuk juga Aisyah, pagi ini, dia memilih untuk duduk di taman kampus sambil membaca Al-Qur’an. Senandung ayat-ayat Al-Qur’an yang di bacanya, mengurangi perasaan yang bercampur aduk di kepalanya perihal kejadian tadi malam. Pagi ini, tidak secerah pagi kemarin, langit tampak mendung, dan bisa diperkirakan akan turun hujan sebentar lagi. Aisyah menutup Al-Qur’annya, dan kepalanya mulai mendongak ke atas, melihat langit yang sudah tidak berwarna biru, melainkan berwarna abu-abu pekat. Karena takut kehujanan, Aisyah memilih untuk pergi dari tempat itu dan duduk di tempat yang lebih teduh, di langkahkannya kaki ke dalam kampus, tiba-tiba dari arah berlawanan, terlihat Bagas sedang berjalan sambil memainkan telepon selulernya. Aisyah tidak ingin bertemu dengan Bagas, dia sangat malu pasca kejadian tadi malam, Aisyah memilih untuk membalikkan badannya, dan berusaha untuk tidak terlihat oleh mata Bagas. Bagas berlalu begitu saja di belakang Aisyah, kali ini, Aisyah benar-benar bimbang, padahal sudah jelas-jelas bahwa Bagas bukanlah lelaki yang pantas untuknya, tapi, tak semudah itu untuk bisa melupakan seseorang yang telah membuka pintu hatinya. Bahkan Aisyah merasa bahwa Bagas lah lelaki itu, Bagas lah yang akan menjadi suaminya kelak. Tapi tentu saja itu hal yang mustahil, Ayahnya tidak akan merestui hubungan mereka begitu juga dengan Allah, sangat diharamkan jika seorang wanita muslim menikah dengan lelaki non muslim, hal ini benar-benar membingungkan hati Aisyah. Dia teringat dengan satu hal yang dapat menenangkan hatinya, yaitu sholat, pagi ini, sebelum jam pertama dimulai, Aisyah pergi ke mushollah kampus untuk melaksanakan sholat Dhuha. Setelah meletakkan tas slempangnya, dan segera mengambil wudhu, Aisyah belum sepenuhnya tenang, diputarnya keran, kemudian, keluar air yang sangat jernih, dibasuhnya wajah, hingga telapak kaki. Sensasi sejuk benar-benar telah menyelimutinya, semua beban pikiran dan masalah, seakan ikut mengalir bersama air wudhu yang berjatuhan dari wajahnya. Tidak ingin berlama-lama, Aisyah langsung melaksanakan sholat Dhuha.
Kedua salam, mengakhiri sholat, berdzikir dan berdo’a adalah salah satu cara yang di pilih Aisyah untuk permasalahannya. Hatinya mulai tenang, ketika usai melaksanakan sholat, diapun memilih untuk beraktivitas kembali. Dengan sepasang kaus kaki, Ia menutup bagian kakinya yang halus, Aisyah bangkit dan semangatnya kembali untuk beraktivitas.
Jam pertama telah usai, setelah berbincang dengan temannya, Aisyah merasakan perutnya sedang keroncongan, Ia pun pergi ke kantin kampus, di sana, Ia membeli beberapa roti dan sebotol minuman dingin, lagi-lagi, di sana, Ia bertemu dengan Bagas, Aisyah menghindar dengan berpura-pura pergi ke WC di dekat kantin, setelah 5 menit di dalam sana, Aisyah keluar, dan Bagas sudah tak ada lagi si sekitar kantin. Aisyah pun memilih pergi ke taman kota untuk melakukan hal yang sudah sangat biasa Ia lakukan, yaitu membaca Al-Qur’an. Di bawah pohon yang rindang nan sejuk, dan di atas hamparan rerumputan hijau Ia jatuhkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di batang pohon yang rindang itu. Dibukanya perlahan sebuah kitab suci, dan mulai dibacanya dengan khusyuk, ayat-ayat suci yang Ia lantunkan, benar-benar membuat suasana semakin membaik dan semakin bersemangat. Angin sepoy-sepoy yang menerpa khimarnya terasa sangat nyaman, bunga-bunga di sekitar taman mulai mengeluarkan bau yang sangat harum, semuanya terasa lengkap. Hidung Aisyah yang mancung menikmati wewangian yang  sedang dinikmatinya, namun, semakin lama, bau bunga-bunga di sana menjadi berbeda, bau yang aneh, baunya tidak seperti sebelumnya, harum yang kali ini Aisyah cium benar-benar mengingatkan sesuatu, harum yang sangat berbeda, harum buatan manusia, bukan buatan alam, harum yang sudah bisa di kenal. Aisyah memberhentikan sejenak bacaan Qur’annya, lalu dia membawa matanya berkeliling taman, dari mana kah asal bau itu, bau itu benar-benar telah menjadi ciri khas, lalu, Aisyah melihat ke belakang pohon, tak salah lagi, hidungnya tidak pernah salah, ini adalah bau parfume Casablanca, parfume seorang lelaki bernama Bagas. Aisyah terkejut melihat Bagas sedang menyandarkan tubuhnya di samping pohon dan menyilangkan kedua lengannya di depan dada, dengan posisi berdiri, dan pandangannya lurus ke depan. Aisyah berusaha menghindar lagi, dia segera beranjak dari tempatnya, namun, sebelum Ia beranjak, Bagas angkat bicara. “jangan menghindar lagi, aku tahu, kamu berusaha untuk menghindar, pertama, ketika pagi tadi, kau berpura-pura tidak memandangku, kedua, ketika kau berpura-pura pergi ke WC dan sekarang, kau ingin menghindar lagi?” kata Bagas dengan tatapan yang masih lurus, Aisyah hanya terdiam. “sebenarnya apa yang membuatmu menghindar? Apa karena kegagalanku dalam melamarmu kemarin malam? Atau karena aku adalah pemuda Kristen?” lanjut Bagas, namun, Aisyah tidak mengeluarkan sedikitpun kata-kata. “Aisyah katakan! Apa yang harus aku lakukan agar Ayahmu dapat menerimaku, jangan diam saja”
Aisyah mulai menjawab “aku tidak tahu! Maaf” sembari pergi meninggalkan Bagas yang masih berdiri di dekat pohon.
Bagas tidak ingin dirinya terus dihantui oleh perasaan yang penasaran ini, pulang kuliah, Ia bergegas membuka laptopnya dan menyambungkan dengan jaringan internet, lalu, dicarinya apa sebab, seorang wanita muslim menolak pria Kristen. Dibacanya sebuah artikel tentang tema yang Ia cari, ternyata, dalam agama muslim, sangat diharamkan bila menikah dengan lain agama. Bagas masih tidak mengerti, dibacanya seluruh artikel, di situ hanya di jelaskan tentang pernikahan dan beberapa syarat menikah. Semua ini belum cukup, Bagas masih penasaran, namun, dirinya harus menunda pencarian di internet, karena dia harus pergi rapat 30 menit lagi. Ia mengganti pakaiannya dengan kemeja hitam polos, dan celana jeans, beberapa map dibawanya, Ia harus bergegas, jika tidak ingin terlambat. Dalam hatinya masih bertanya-tanya kenapa ini terjadi pada dirinya.
Memasuki kamar yang wangi dan bernuansa hijau, Aisyah meletakkan dengan perlahan tas slempangnya di atas meja kecil dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Hari ini, dia benar-benar kelelahan dengan aktivitas di kampus. Hal yang sama masih Ia pikirkan, yaitu Bagas, aneh sekali rasanya, Aisyah pikir, tadi, Bagas tidak mengetahui gerak-gerik Aisyah, yang berusaha menghindar dari pandangannya. “lelaki itu, memperhatikanku.”
“Aisyah” panggil Ayahnya
Aisyah bangun dari posisinya. “iya Abi” sahut Aisyah.
“kesini sebentar nak” pinta Ayahnya.
Aisyah beranjak dari ranjang, dan menapakkan kakinya keluar kamar.
“nah, ini dia, perkenalkan namanya Aisyah. Aisyah ini teman Abi Pak Darmawan dan ini putranya Adam” kata Ayahnya ketika Aisyah sudah keluar kamar.
Aisyah maju beberapa langkah untuk duduk di samping Ayahnya, pikiran Aisyah mulai melayang kemana-mana, dia merasa khawatir dengan perkenalannya dengan Adam, lelaki yang duduk di hadapannya ini.
“putri bapak cantik juga, haha… sepertinya memang cocok dengan Adam.” Kata Pak Darmawan
“haha,,, ya sepertinya memang cocok.” Sahut Pak Zaenal Ayah Aisyah.
Adam hanya tersenyum mendengar perkataan kedua lelaki dewasa ini, sedangkan Aisyah memaksakan dirinya untuk tersenyum. “tidak mungkin, Abi tidak mungkin menjodohkanku, bukan ini yang aku mau, Ya Allah tolong hambamu.” Pinta Aisyah dalam hati. Aisyah tidak ingin dia dijodohkan dengan lelaki yang tidak kenalnya, dia tidak merasakan getaran di hati ketika bertemu dengan Adam. Ayahnya dan Pak Darmawan mulai berbincang-bincang, sedangkan Aisyah dan Adam saling menunduk karena malu, alih-alih Aisyah izin untuk pergi ke belakang bertemu dengan Ibunya. Dalam langkahnya menuju dapur, Aisyah masih terpikir, apa yang akan Ayahnya lakukan, dengan memperkenalkan dia dan Adam. Aisyah sampai di ambang pintu dapur, dia menyandarkan sisi tubuhnya di pintu tersebut.“Ummi, Abi tidak akan melakukan hal ini kan?”
Ibunya yang sedang mengemaskan beberapa piring di rak, membalikkan badannya. “melakukan apa?”
“kedua lelaki di depan, anaknya, dan aaah…” kata Aisyah dengan tingkah yang sedikit aneh.
“Aisyah, kenapa memangnya? Abi kan Cuma memperkenalkan kalian,” jawab Ibunya
“iya, Aisyah tahu Mi, tapi, Aisyah tidak….”
“apa ini karena pemuda waktu itu?” potong Ibunya
Aisyah terdiam tak berkutik.
“Aisyah, jangan pernah mengharapkan sesuatu yang tidak pasti, mana mungkin kamu diperbolehkan menikah dengan pemuda nasrani! Apalagi ini menyangkut agama!” lanjut Ibunya.
“Ummi, Aisyah bingung….” Jawab Aisyah sembari duduk di kursi meja makan.
“tidak usah terlalu dipikirkan, kamu tahu yang terbaik, kamu sudah dewasa Aisyah.” Kata Ibunya sambil melangkah menuju ruang tamu.
Aisyah membiarkan Ibunya berlalu, dia benar-benar bingung, apa yang harus dilakukannya.
Keluar ruangan yang ber-AC, membuat kulitnya terasa lengket dan panas. Bagas melangkah menuju ke tempat parkir bersama temannya. “john, apakah kau pernah melamar wanita yang tidak seagama denganmu?” Tanya Bagas.
“hmm,,, belum pernah, aku juga belum punya wanita yang cocok, memangnya kenapa? Kau melamar wanita yang tidak seagama denganmu? Siapa dia? Agama apa dia?”
“namanya Aisyah, dia beragama muslim.” Jawab Bagas
“oh,,, pantas saja wajahmu lesu, di agama muslim, katanya sih diharamkan bila menikah dengan non muslim.” Kata John.
“ya, aku tahu, memangnya apa sih istimewanya agama itu?” Tanya Bagas penasaran.
“kau bertanya padaku? Aku bertanya pada siapa? Sudah lah, pilih yang lain saja.” Jawab John.
“tidak bisa, Aisyah sangat berbeda.” Sahut Bagas.
“terserah kau sajalah, kalau aku sih tidak mau mengikuti jejakmu, aku akan mencari wanita Kristen yang cantik.” Jawab John, sambil menyalakan mesin motornya.
Bagas hanya terdiam, mendengar tanggapan temannya. Bagas meninggalkan parkiran dan mengendarai motornya ke sebuah café di dekat kampus, dia perlu menenangkan pikirannya sejenak di sana. Café Coff adalah tujuannya, setelah memarkirkan kendaraannya, Bagas masuk ke dalam café, duduk di kursi nomor 2, Ia memesan secangkir cappuccino hangat dan beberapa kue donat cokelat, dikeluarkannya laptop, dengan kode Wifi di café tersebut, Bagas membuka jejaring social yaitu Twitter dan Facebook, Ia menuliskan beberapa status dan membagikan beberapa foto di akun pribadinya. Makanan dan minuman pesanannya telah datang, sambil menyeruput sedikit cappuccino dan memakan sepotong donat, Bagas masih memperhatikan layar monitor laptopnya, melihat pemberitahuan di Beranda Facebook dan Linimasa Twitternya. Lalu, dia teringat akan sesuatu yang harus dicarinya, yaitu mencari lebih lanjut soal agama muslim. Dibacanya beberapa artikel tentang agama muslim, dan beberapa perdebatan antar agama, matanya tak lepas dari layar monitor, beberapa kali menyeruput minumannya dan memakan kue donatnya hingga habis. Dia sudah membaca hampir 3 artikel dalam beberapa menit itu, matanya pedas, akhirnya dia memutuskan untuk berhenti dan mematikan laptopnya, tentu saja semua ini belum cukup, rasa penasarannya masih belum hilang.
Pagi yang sama, langit masih tampak mendung, tapi, hujan tak kunjung turun dari kemarin. Kali ini, Aisyah duduk bersantai di kantin sambil menikmati minumannya, tentu saja tidak pernah terlewatkan untuk membaca buku, dia tidak membaca Al-Qur’an kali ini, dia hanya membaca buku kumpulan Hadits. Kali ini, dia batinnya benar-benar tertekan, walaupun dia tidak memperlihatkan itu dalam paras wajahnya, dia tetap terlihat bahagia, walaupun hatinya tidak merasakan itu. Matanya masih asyik membaca beberapa hadits, beberapa saat kemudian, hidung Aisyah mencium bau, bau yang semakin lama semakin menyengat dan memasuki otaknya. “Bagas!” bisik Aisyah dalam hati. Ketika mendongakkan kepalanya, Bagas tengah duduk tepat di hadapannya. “Astagfirullah!” Aisyah tersentak.
“maaf, sudah mengganggumu, Aisyah, kali ini, jangan menghindar lagi. Aku ingin berbicara serius. Aisyah, dengarkan aku, aku…. Me,,, mencintai kamu Aisyah, katakan padaku, apa yang harus ku lakukan untuk membuktikannya.” Kata Bagas dengan penuh penghayatan.
“Bagas! Hentikan ini! Aku tidak ingin mempermasalahkannya, kamu bukan lelaki yang pantas untuku! Kamu harus mencari wanita lain!” jawab Aisyah ketus dan lagi-lagi dia meninggalkan Bagas sendiri.
Aisyah pergi tanpa memperdulikan Bagas yang masih duduk di bangku kantin. Ia memilih untuk pergi ke toilet sebentar, Aisyah mencuci tangannya, dan memperhatikan wajahnya. Perlahan, butiran air mata menuruni pipinya, dia benar-benar merasa bersalah telah menjawab secara kasar terhadap Bagas, dia telah berbohong, padahal selama ini, Bagas lah yang membuatnya merasa tertekan, Bagas lah lelaki yang membuatnya dilemma. Dia menangis di depan cermin, cermin yang terasa sedang memperhatikannya. Aisyah menyudahi air matanya dan baru teringat, dia harus mengikuti kuis di jam pertama. Dengan mata sembab dan merah, Aisyah menuju ke kelas.
Termenung, lemah, dan bingung tergambar jelas di paras wajah Bagas, pandangannya kosong dan pikirannya tidak focus, tangannya terus menerus membolak-balik buku. “apa yang harus aku lakukan Tuhan? Aku benar-benar mencintainya” kalimat yang selalu ada di hatinya. Usai kuliah, Bagas berjalan dengan sepeda motornya, dia bingung, kemana tujuannya saat ini. Di sebuah warung kopi, Ia berhenti dan menenangkan pikirannya. Wajah bingungnya masih jelas terlihat.
“iya, di Kota Aceh itu, kalau mau cari cewek muslim paling banyak.”
“iya, namanya juga Kota Serambi Mekkah, wajar aja”
Bagas tersadar dari lamunannya, percakapan antara penjaga warung dan pelanggannya, membuat Bagas penasaran. “bu, maaf, tadi ibu bilang, di Aceh ya? Di sana banyak ustadz dong?”
“iya dong, di sini aja banyak, apalagi di sana….”
Bagas mengangguk-angguk mendengar jawaban dari pemilik warung, tanpa berfikir panjang dia langsung meninggalkan warung tersebut. “aku harus kesana! Harus!” tekadnya dalam hati. Di rumah, dia mengemasi pakaiannya dan memperiapkan segalanya, mulai dari tiket, dan lain-lain.
“kamu mau kemana Bagas?” Tanya Mamanya.
“Bagas mau ke Aceh Ma” jawab Bagas.
“mau ngapain?”
“ada urusan.” Jawab Bagas singkat.
Bagas akan pergi besok pagi, sore ini juga, dia bermaksud untuk meminta izin dengan Aisyah dan keluarganya, walaupun dia tahu, Aisyah tidak akan senang bila melihatnya, tapi, ini memang harus dilakukan untuk mencari tahu bagaimana cara membuktikan cintanya kepada Aisyah. Dengan penuh motivasi dan tekad yang kuat di dalam dirinya, Bagas pergi menuju rumah Aisyah. Di sana, terlihat Bapak dan Ibu Zaenal beserta Aisyah sedang duduk di depan teras. Bagas menuruni motornya dan mendekat ke mereka. Aisyah hanya memperhatikannya.
“selamat sore, maaf, mengganggu, bolehkan saya….” Kata Bagas gugup.
“oh,,, silahkan nak, ada apa” jawab Pak Zaenal.
Sikap Pak Zaenal masih terlihat baik. “Pak, Bu, saya hanya ingin pamit, ya, walaupun Ibu dan Bapak baru mengenal saya, tapi, ada baiknya jika saya mohon pamit, karena besok saya akan pergi ke Aceh, mohon do’anya agar saya selamat sampai tuju…” belum selesai Bagas berbicara, Aisyah beranjak dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumah. “Aisyah!” Bagas memanggil dengan nada sedikit tinggi, Aisyah sempat berhenti melangkah. “aku tahu kamu tidak pernah suka denganku, tapi, aku di sini Cuma ingin berpamitan, Aisyah, dengarkan aku, aku hanya mohon do’a darimu dan keluarga, Aisyah.” Aisyah tidak mau mendengar lebih lanjut perkataan Bagas, dia langsung masuk tanpa pamit. Bagas melemah.
“maaf nak Bagas, mungkin Aisyah kelelahan, semoga besok, kamu sampai di tempat tujuan dengan selamat ya.” Kata Ibu Aisyah.
“iya bu, terima kasih, kalau begitu, saya pulang dulu, selamat sore.” Jawab Bagas.
Sedikit kecewa dengan tindakan yang Aisyah lakukan terhadapnya, tapi, Bagas tahu bahwa itu akan terjadi.
“maafkan aku Bagas” kata Aisyah di balik jendela kamarnya
Keesokan harinya, Bagas telah siap dengan barang bawaannya, dia siap untuk pergi ke kampung orang, tanpa ada tujuan yang benar-benar paten. Di langkahkannya kaki perlahan-lahan, menuju kendaraan milik temannya yang akan mengantar dirinya hingga bandara. Setelah pamitan dengan Mamanya, Bagas pergi ke bandara.
“mau apa kau kesana bro?” Tanya John
“aku ingin mencari tahu saja.” Jawab Bagas
“tentang agama?”
“mungkin” jawab Bagas singkat.
Sesampainya Bagas di bandara, Ia menuruni kakinya dari mobil.
“good luck, untuk pencarianmu!” teriak John dari dalam mobil.
“yup, terima kasih” jawab Bagas.
Dengan nafas panjang, Bagas berjalan masuk ke bandara, pintu masuk ada di depan sana, perasaan khawatir masih menyelimuti dirinya, ini pertama kalinya Ia harus pergi ke Aceh, kota yang di juluki dengan nama Kota Serambi Mekkah. Belum sampai ke pintu gerbang, Bagas dikejutkan dengan apa yang sedang ada di hadapannya saat ini, sulit dipercaya, orang itu, dia berdiri di dekat pintu masuk. Aisyah!
“Aisyah” sapa Bagas,
“oh, hei,,, e,,, assalamualaikum” jawab Aisyah.
“walaikumsalam, sedang apa kamu di sini?” Tanya Bagas.
“a,,, aku Cuma mau bilang hati-hati dan…” Aisyah mulai gugup.
Bagas memperhatikannya.
“hmm,,, aku minta maaf soal kemarin sore, aku tidak bermaksud…” lanjut Aisyah
“oh,,, it’s okay, tidak usah khawatir” potong Bagas.
Mereka saling salah tingkah,,,
“oh,,, maaf, sepertinya sebentar lagi, aku harus berangkat, jadi aku harus bersiap-siap, mohon do’anya ya” lanjut Bagas.
“oh,,, ya, benar sekali” jawab Aisyah dengan perasaan malu.
Bagas kembali melangkah menuju pintu masuk.
“e,,, Bagas!” panggil Aisyah, dan Bagaspun berbalik. “cepatlah kembali” lanjutnya.
Bagas hanya mengacungkan kedua jempol di tangannya.
Pesawat terasa sangat cepat melintasi cakrawala yang luas dan indah, tidak sampai 2 jam, Bagas telah sampai di Kota Aceh, dia turun dan keluar dari bandara, dia mencari taksi dan memilih tinggal di hotel untuk beberapa hari. “sudah kuduga, ini akan menjadi perjalanan yang mudah” Bagas berbicara dalam hati. Hari ini, dia butuh istirahat untuk beberapa menit, barulah dia akan kembali mencari tahu.
Pukul telah menunjukkan dua siang, ini waktunya Bagas, harus mencari tahu, baru selangkah dia keluar dari hotel, terdengar suara dari salah satu masjid, dan itu adalah suara orang sedang ceramah. “para umat yahudi sangat marah ketika mengetahui bahwa patung-patung berhala mereka telah dihancurkan, mereka semua menyalahkan nabi Ibrahim, yang ketika itu masih sangat muda, beliau sangat cerdas, sebelum beliau pergi meninggalkan tempat itu tadi malam, dua buah kapak yang digunakannya untuk menghancurkan patung, digantungkan di leher sebuah patung yang paling besar dan sengaja tidak di hancurkannya. Beliau bilang “bukankah sudah jelas, bahwa patung itu yang melakukannya, lihat saja dua buah kapak ada di lehernya.” Orang-orang kafir menjawab, “mana mungkin dia yang melakukan itu, dia hanya patung, dia tidak bisa melakukan apa-apa!” dengan sangat cerdas, nabi Ibrahim menjawab lagi “jika kalian sudah tahu, bahwa patung-patung ini tidak dapat melakukan apa-apa, kenapa kalian menyembahnya? Apakah dia bisa hidup dan member kalian makan? Tidak kan! Mereka hanya patung yang tidak berguna!” mendengar perkataan itu, orang-orang kafir sangat marah, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membakar hidup-hidup nabi Ibrahim. Ketika mereka ikat nabi Ibrahim di tengah-tengah kobaran api, mereka semua tertawa girang, namun, dengan izin Allah, nabi Ibrahim selamat tanpa sedikit pun luka di tubuhnya. Jadi saudara-saudara, jangan lah kalian pernah menyembah selain Allah, karena hanya Dial ah yang bisa melakukan segalanya, bukan patung atupun yang lainnya. Mengerti?”
Mendengar seluruh perkataan dari seseorang di sana, Bagas baru menyadari, selama ini, dia menyembah patung Yesus, padahal selama ini, patung itu tidak pernah melakukan apa-apa, dia percaya dan sangat tahu bahwa patung adalah benda mati, tapi kenapa sampai saat ini Ia masih menyembah benda itu? Rasa penasarannya, kembali memuncak, dia pergi ke sebuah perpustakaan kota dengan taksi. Perlu beberapa menit, Ia bisa sampai di sana, masuk dengan rasa penasaran yang membuncah. Diambilnya sebuah kitab suci, yaitu Al-qur’an, dari pukul setengah tiga hingga jam tujuh malam, Bagas menghabiskan waktunya di perpustakaan tersebut, untung saja perpustakaan itu tutup pukul Sembilan malam. Dibacanya satu Al-qur’an tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan, dia membaca dengan sangat hati-hati. Bagas baru kali ini membaca sebuah kitab yang berisikan tentang aspek-aspek dari seluruh kehidupan di dunia maupun di akhirat, dari jaman dahulu hingga jaman yang akan datang, dan semua yang telah dikatakan dalam Al-qur’an seluruhnya tidak ada yang salah, contohnya Palestina, sudah diprediksikan di dalam Al-Qur’an bahwa akan ada permusuhan keras dari orang Yahudi dan Nasrani terhadap orang-orang Muslim pada surah Al-maidah:82 orang-orang yahudi yang mengusir orang muslim dari tanahnya tanpa ada alas an yang benar pada surah Al-Haj:40. Serta banyak para ilmuwan yang masuk islam karena kebenarannya, seperti Professor Wiliam yang menemukan tumbuhan bertasbih, secara tidak sengaja Ia dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh tumbuhan dengan alat perekam super canggih, suara yang dihasilkan tumbuhan, tidak dapat didengar oleh telinga biasa, dan  Dr.Fidelma O’Leary yang menemukan rahasia sujud dalam sholat, dan masih banyak lagi. Yang paling penting adalah, ketika Bagas membaca arti dari surah An-Nisa: 157, yang menyatakan bahwa yang disalib bukanlah nabi Isa melainkan orang yang menyerupai nabi Isa, Karena dia telah berkhianat, sedangkan Nabi Isa telah dianggkat oleh Allah ke surga dan akan diturunkan lagi ketika hari Kiamat nanti. “umat muslim hanya memiliki satu kitab, dan di dalamnya menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, sedangkan di agamaku, alkitab kami banyak, ada perjanjian lama dan perjanjian baru, bahkan aku saja tidak bisa menghafal salah satu dari ayatnya, lain hal dengan anak kecil di Palestina yang dikabarkan sebagai penghafal Al-Qur’an. Alkitab juga tidak menggambarkan seluruh aspek dengan benar, banyak yang melenceng dari alkitab, salah satunya memakan babi, dalam alkitab dilarang untuk memakan itu, tapi umatnya masih saja memakan itu, tidak hanya itu, dulu, alkitab juga menggambarkan bahwa bumi bentuknya persegi, tapi kenyataannya bumi berbentuk bulat, maka tidak heran, banyak umat Kristen yang tidak mempercayai alkitab. Jadi, selama ini aku?” Bagas menganalisis dalam dirinya.
Angin sore kembali menerpa gorden jendela kamar Aisyah, kali ini dia sedang berdiri menghadap keluar. Aisyah ingin berbicara dengan Ayahnya, tapi, dia takut, untuk menanyakan hal ini, ta[I, jika dia tidak bilang, dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan keberanian, Aisyah keluar dan bertemu Ayahnya di teras. “Abi, Aisyah boleh bertanya?”
“hmm,,, silahkan” jawab Ayahnya.
“Abi tidak akan menjodohkan Aisyah kan?”
“apa maksudmu?”
“Abi, Aisyah mohon, Aisyah tidak ingin di jodohkan, Aisyah ingin mencari sendiri calon untuk Aisyah.” Aisyah memohon di hadapan Ayahnya.
Ayahnya tertawa kecil, dan Aisyah sedikit bingung. “Aisyah Aisyah, Abi tahu apa yang ada di pikiranmu, Abi tahu apa yang kamu rasakan, sekarang kamu sudah dewasa, kamu tahu yang terbaik.”
“jadi, Abi tidak menjodohkan Aisyah?” Tanya Aisyah semangat
“tidak anakku” jawab Abinya sambil tersenyum.
Dua hari sudah, Aisyah tidak melihat lelaki pujaannya, Aisyah benar-benar merasa bahwa Bagas lah yang akan menjadi calonnya, padahal sudah jelas, Bagas adalah pemuda Nasrani, ajarannya tidak sesuai dengan ajaran Allah, tapi hatinya tetap bersih keras untuk berharap bahwa Bagas akan menjadi suaminya. Aisyah melaksanakan sholat Dhuha di mushollah kampus, dia benar-benar menangis ketika itu. “Ya Allah, hamba mohon tunjukkan jalanmu, hamba menyayangi lelaki itu Karena engkau Ya Allah, berilah dia petunjuk untuk menjalani ini, berilah kami jalan, jika memang kami tidak berjodoh, hamba ingin kami tetap bahagia dengan keluarga kami nantinya. Engkau tahu apa yang harus kami lakukan, maka permudah lah kami dalam menjalaninya. Aamiin” air mata yang membasahi wajahnya, benar-benar menandakan bahwa Aisyah sangat menyayangi Bagas, lelaki yang pernah ditemuinya beberapa waktu lalu, lelaki yang berhasil membuat hatinya bergetar. Usai kuliah, Aisyah kembali menjatuhkan badannya di atas kasur, mata sembabnya masih belum hilang, pikirannya masih melayang kepada lelaki yang sudah dua hari tidak ditemuinya ini. Tidak lama setelah itu, terdengar suara mobil. Aisyah beranjak dari tidurnya dan keluar kamar, di luar sana Ayah dan Ibunya sudah ada. “ada apa Ummi?” Tanya Aisyah. Ibunya hanya menggeleng. Lalu, keluarlah dari dalam mobil itu seorang lelaki tegap dan tampan serta didampingi lelaki paruh baya, mereka adalah Pak Darmawan dan Adam. Aisyah terbelalak melihatnya, Aisyah tidak ingin ini terjadi, bukan Adam yang Ia inginkan. “Abi, bukankah Abi bilang tidak akan menjodohkan Aisyah?” bisik Aisyah kesal.
“memang tidak, anakku” jawab Ayahnya bingung.
“Assalamualaikum, Pak, Bu” kata Pak Darmawan.
“wa’alaikumsalam, ada apa ya Pak, kok rapi sekali dandanannya?” Tanya Ayah Aisyah.
“begini, Pak, saya ingin menemani anak saya, dia ingin melamar putrid bapak” lanjut Pak Darmawan.
Aisyah benar-benar kaget, hatinya terasa tercabik-cabik, ini bukan yang dia inginkan, bukan mereka yang Aisyah harapkan. Bukan! Aisyah berbalik dengan kesal dengan rencana ingin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.
“Aisyah, tunggu” tahan Adam.
Aisyah yang menahan air matanya, kembali berbalik.
“bukan aku yang akan melamarmu, tapi dia” lanjut Adam sambil menunjuk seorang pria yang baru keluar mobil.
Itu dia! Bagas! Bagas yang baru keluar dari mobil dengan pakaian rapi dan sangat tampan. Aisyah tidak bisa berkata-kata melihat pria pujaan hatinya di depan sana. Bagas tersenyum dan bersalaman dengan Bapak dan Ibu Aisyah.
“tunggu, bukankah kamu,,,” kata Pak Zaenal
“iya pak, begini, kepergian saya selama dua hari ke Aceh, itu karena saya ingin tahu soal agama muslim, ketika saya dapat ilham dari kitab suci Al-qur’an dan ceramah dari para ustadz, saya memutuskan untuk memeluk agama muslim, seluruhnya yang berkaitan dengan agama saya kemarin, sudah saya singkirkan.” Jawab Bagas
“oh,,, begitu, tapi, kamu yakin bisa membina putri saya dengan baik?” Tanya Pak Zaenal.
“insyaallah pak, tapi, begini pak, karena keputusan saya untuk memeluk muslim saya berti tahu kepada keluarga saya di rumah, saya tidak dianggap keluarga lagi di sana, seluruhnya sudah diambil mereka, perusahaan, uang di ATM, dan lain-lain, jadi, kemarin saya membeli sebuah cincin emas dengan uang saya sendiri, bolehkah saya melamarnya dengan sebuah cincin ini?” kata Bagas.
“itu tidak masalah, yang penting, kamu bisa jadi imam yang baik. Soal uang itu tidak usah dipikirkan, jika kamu mau berusaha dan berdo’a, insyaallah semuanya berjalan lancar, rezeki itu Allah yang mengatur.” Jawab Pak Zaenal sambil menepuk pundak Bagas.
Aisyah hanya tersenyum melihat kegigihan Bagas dalam menggapai sebuah hubungan yang halal. Mereka memutuskan untuk segera menikah bulan depan, segala sesuatu sudah disiapkan dengan bantuan Pak Darmawan dan keluarganya.
Satu bulan kemudian, ketika, seluruhnya sudah siap. Bagas dan keluarga Pak Darmawan berangkat ke Masjid yang sudah ditentukan, di sana lah, di rumah Allah, mereka melaksanakan ijab Kabul.
“saya nikahkan engkau dengan Aisyah Nuray Binti Zaenal dengan maskawin sebuah cincin emas dibayar TUNAI!” suara tegas dari Pak Penghulu.
“saya terima nikahnya Aisyah Nuray Binti Zaenal dengan maskawin sebuah cincin emas dibayar TUNAI!” dibalas lantang dan tegas dari Bagas.
“sah! Alhamdulilah” sahut para undangan yang menyaksikan, do’apun dipanjatkan dari keduanya. Aisyah meneteskan air mata, karena terharu begitupun Bagas yang benar-benar merasa tenang sudah berada di jalur yang benar dan dikelilingi oleh orang-orang yang luar biasa.



1 comment:

Takdir Menjerit Padaku ... Jiwaku masih terasa tak di sini, rasanya seperti ia terhuyung kesana kemari oleh angin sore. Aku merasa ke...

Baca Ini Dulu Biar sah!